Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Naura Ayu, aktris dan penyanyi muda berbakat Tanah Air, mengungkapkan kekesalannya terhadap istilah 'aura magrib' yang kerap digunakan oleh warganet untuk menggambarkan warna kulit. Tak hanya Naura, komentar semacam itu sering terlihat juga di unggahan Amel Carla, Fuji An, yang turut membuat mereka geram ke warganet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istilah ‘aura magrib’ merujuk pada warna kulit cokelat atau sawo matang yang sering dijadikan bahan komentar untuk menghina fisik seseorang di media sosial. Padahal, mayoritas orang Indonesia memang khas dengan warna kulit tersebut.
Naura Ayu Sebut Diri Hater Komentar Aura Magrib
Menanggapi hal itu, Naura memberikan respons perlawanannya terhadap istilah itu. Pada bio akun X-nya, ia menuliskan kalimat dengan tegas, "Saya haters komentar 'aura maghrib'." Ia juga mencuit di akun X pribadinya @nnauraayu pada Senin, 8 Juli 2024. Naura mendukung jika ada kampanye untuk menghentikan penggunaan istilah ‘aura magrib’.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Again. Please educate yourself (Lagi, tolong edukasi diri sendiri). Kalau emang saya nggak putih kenapa? Perihal ini aku mau banget stand up (berdiri) kalau ada kampanye pemberhentian komen aura magrib, aku garda depan,” tulis Naura.
Mantan penyanyi cilik yang dikenal dengan lagu ‘Setinggi Langit’ itu juga menekankan, dia sangat mencintai dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang lain termasuk warganet, tidak memiliki hak untuk mengejek atau melontarkan komentar semacam itu kepada siapa pun. Naura bahkan mengingatkan, magrib merupakan istilah waktu salat dalam Islam.
"Saya emang nggak mancung, putih dan saya nggak mau juga. I love myself (aku cinta diriku), inget ya itu waktu solat loh," tulis putri penyanyi, Nola Be3 ini.
Dapat Dukungan Warganet
Respons atas cuitan Naura tidak hanya datang dari penggemar, tetapi juga dari berbagai warganet di platform media sosial. Banyak yang setuju dengan pendapat Naura dan mendukung upaya untuk menghapus istilah ‘aura maghrib’ dari perbincangan umum karena dianggap mengandung unsur diskriminatif dan mengarah pada rasisme dan perundungan terhadap penampilan fisik seseorang.
Penggunaan kata magrib, yang dalam konteks waktu mengacu pada senja atau matahari terbenam, sebenarnya memiliki makna indah. Namun sayangnya disalahgunakan dalam konteks sosial untuk merendahkan orang lain.
Secara etimologis, magrib adalah “Waktu salat wajib menjelang matahari terbenam sampai lenyapnya sinar merah di ufuk barat,” demikian dikutip melalui KBBI Kemdikbud. Ini menunjukkan bahwa magrib memiliki konotasi positif sebagai waktu yang indah dan penuh dengan keindahan alam.
Dipelintir Mengandung Rasisme dan Body Shaming
Namun, dalam konteks 'aura magrib', maknanya dipelintir menjadi sesuatu yang negatif. Penggunaan istilah ini secara masif oleh warganet menunjukkan kurangnya kesadaran dan sensitivitas terhadap dampak dari komentar-komentar yang merendahkan. Banyak orang tidak menyadari bahwa istilah ini mengandung unsur rasisme dan body shaming. Menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan warna kulit seseorang tidak hanya tidak pantas, tetapi juga merendahkan.
Dengan demikian, sikap Naura Ayu yang menentang penggunaan istilah ini menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu sosial dan keberagaman. Cuitannya di media sosial juga menegaskan bahwa setiap individu berhak diperlakukan dengan hormat dan tidak boleh diserang berdasarkan penampilan fisik atau ras. Naura juga mendorong semua orang untuk lebih sadar dan mengedukasi diri mengenai pentingnya menghargai keragaman dan keindahan setiap individu.
X | KBBI KEMDIKBUD