Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Film festival besutan Jonathan Glazer, The Zone of Interest, akan bisa disaksikan di bioskop-bioskop Indonesia mulai besok. Aktor Ibnu Jamil terlihat turut menghadiri penayangan perdana film yang diadakan pada Jumat malam, 1 Maret 2024.
“Jonathan Glazer gokil, keren banget!” kata Ibnu Jamil ketika ditanya mengenai kesan pertama menonton film tersebut. “Dia mencoba menggambarkan segala sesuatu itu enggak melulu dengan kata-kata, tapi dari gambarnya juga kuat, terus musiknya juga powerful, dan yang paling gue suka adalah banyak film yang udah pengen buru-buru di-cut gitu, ganti adegan, tapi kalau ini enggak.”
Pemeran Seno pada Gadis Kretek itu juga memuji sudut pandang unik yang digunakan dalam menceritakan kisah keluaraga Rudolf Höss di dalam film. “Kita tuh dimanjakan dengan adegan untuk menangkap isi aktivitas keluarga itu tuh ngapain aja. Kita sampai dikasih detailing rumah, kemewahan, kenyamanan, kesejahteraan di keluarga itu," katanya.
Setelah itu, Ibnu juga menekankan perihal kesenjangan yang ditampilkan. “Luar biasa sih. Ternyata di balik kesejahteraan dan kemewahan orang-orang yang ada di rumah itu ada kontradiktif, nih, dengan pekerjaan si bapaknya ini," ucapnya.
Sekilas tentang Film The Zone of Interest
The Zone of Interest. Foto: Instagram/@klikfilm
Film pemenang Grand Prix pada Festival Film Cannes 2023 ini menyajikan dramatisasi kehidupan Rudolf Höss (Christian Friedel) ketika dirinya menjadi komandan Auschwitz. Bersama istrinya, Hedwig (Sandra Hüller) dan lima buah hati yang terdiri dari tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki, ia tinggal di sebuah rumah mewah yang berlokasi tepat bersebelahan dengan kamp konsentrasi Auschwitz. Glazer berusaha menampilkan perbedaan mencolok dari kehidupan keluarga Höss yang damai dan tenteram dengan kekejaman yang terjadi di kamp tempat puluhan ribu hingga jutaan tahanan Yahudi terbunuh pada masa Perang Dunia II.
Di dalam film, Glazer tidak pernah membawa kameranya melewati tembok yang membatasi rumah keluarga Höss dengan kamp konsentrasi. Ia memvisualisasikan tragedi Holocaust hanya melalui suara-suara teriakan atau asap bekas pembakaran yang terlihat mengepul di atas tembok pembatas, tanpa memperlihatkan satu pun adegan berdarah di dalamnya.
Ibnu Jamil juga mengutarakan kekagumannya mengenai kompleksitas komponen yang membangun film adaptasi novel karya Martin Amis itu. “Gue suka banget sama matriks-matriks film The Zone of Interest ini. Rate-nya 8,5/10,” katanya.
Refleksi Pesan dalam Film The Zone of Interest kepada Kehidupan Nyata
Lebih lanjut, Ibnu Jamil juga mencoba merefleksikan pesan yang ditangkap dari dalam film yang masuk ke dalam lima nominasi Oscar itu terhadap ironi kehidupan bernegara dan krisis lingkungan yang terjadi saat ini. “Itu juga banyak terjadi sih di beberapa kehidupan, mungkin dalam bernegara bisa juga, ketika seseorang demi ambisinya, menghalalkan segala cara demi kariernya tanpa memperhatikan lingkungan, udara, air,” tuturnya. “Mungkin orang-orang pada nunggu, ‘ini konfliknya di mana sih’, ‘ini apa sih masalahnya’, ternyata masalahnya itu, ya lingkungan. Dia punya tanaman yang bagus, tapi ternyata dia tidak punya udara yang bagus.”
HANIN MARWAH NURKHOIRANI | THE GUARDIAN | NEW YORK TIMES
Pilihan Editor: Review Film The Zone of Interest, Potret Keluarga Bahagia di Balik Tembok Penuh Kebrutalan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini