Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Rel Trem Era Kolonial Belanda Ditemukan di Lokasi Malang Heritage

Penemuan rel trem era kolonial itu saat dilakukan pengerukan tanah untuk pengembangan wisata Malang Heritage.

12 November 2020 | 08.49 WIB

Wali Kota Malang Sutiaji (tengah) pada saat meninjau lokasi temuan rel trem di simpang empat Rajabali, Kota Malang, Jawa Timur, Rabu, 11 November 2020. ANTARA/Pool-Aziz Ramadani
Perbesar
Wali Kota Malang Sutiaji (tengah) pada saat meninjau lokasi temuan rel trem di simpang empat Rajabali, Kota Malang, Jawa Timur, Rabu, 11 November 2020. ANTARA/Pool-Aziz Ramadani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan kawasan wisata Malang Heritage membuahkan temuan sejarah baru. Rel trem era kolonial Hindia Belanda ditemukan terpendam di simpang empat Rajabali, Kota Malang saat dilakukan pengerukan tanah di kawasan itu.

"Pada saat pelaksanaan pembangunan zona I dan zona II Malang Heritage, ditemukan sebuah artefak atau peninggalan masa lalu dari era kolonial berupa jaringan rel yang diresmikan pada 1903," kata Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang Agung H. Buana, Rabu, 11 November 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dari sejumlah sumber yang dihimpun, di Malang memang sempat beroperasi perusahaan trem Malang Stoomtram Maatschappij, N.V. (MS). Pada masa penjajahan Belanda, perusahaan ini mengoperasikan jalur kereta api di wilayah Malang Raya, Jawa Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di masa itu, trem digunakan untuk pengangkutan penumpang dan komoditas berupa gula dan hasil bumi seperti sayur-sayuran dan buah-buahan pegunungan. Jalur MS dibagi menjadi dua jenis, yaitu jalur trem yang terdiri atas rute Malang Kotalama–Jagalan–Alun-alun Malang–Kayutangan–Celaket–Lowokwaru–Blimbing. Dari Blimbing bercabang dua, satu menuju Singosari, satunya lagi menuju Tumpang. Kedua adalah jalur kereta api yaitu Kepanjen–Gondanglegi dan Malang Kotalama–Dampit. Jadi, peninggalan jalur tersebut masih ditemukan di kawasan Kayutangan, yang saat ini menjadi lokasi pembangunan Malang Heritage.

Kawasan Kayutangan, atau yang saat ini dikenal sebagai Jalan Basuki Rachmad merupakan pusat perdagangan, dan pertokoan pada masa Hindia Belanda. Di kawasan tersebut berderet bangunan tua yang memiliki nilai sejarah tinggi seperti Gereja Katolik Hati Kudus atau yang biasa dikenal sebagai Gereja Kayutangan, Toko Avia, Kantor PLN Area Malang hingga Sarinah.

Saat ini, kawasan tersebut merupakan pusat perkantoran dan pertokoan. Di sepanjang Jalan Basuki Rachmad, terdapat beberapa gedung perbankan, dan pertokoan yang telah beroperasi sejak puluhan tahun lalu.

Agung menjelaskan, dengan temuan tersebut, pihaknya melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI), pelaksana proyek, kontraktor, termasuk sejarawan.

Menurut Agung, diperkirakan rel trem era kolonial Hindia Belanda tersebut, nantinya juga akan ditemui pada zona I, atau tepat di depan gedung Perusahaan Listrik Negara (PLN) Kota Malang. Nantinya, akan dilihat sejauh mana rel tersebut bersinggungan dengan proyek Malang Heritage.

"Dugaan kami, rel ini tidak hanya ditemukan di simpang empat Rajabali saja, tapi juga akan kita lihat nanti di kawasan PLN. Jadi akan kita lihat sejauh mana rel tersebut bersinggungan dengan proyek," kata Agung.

Agung menambahkan, berdasarkan informasi yang disampaikan oleh PT KAI, bahwa rel yang berada di dalam tanah, masih menjadi aset milik PT KAI. Rel tersebut tidak bisa dipindahkan atau diambil.

Karena itu, kata Agung, pihaknya merekomendasikan agar rel tersebut tetap berada di lokasi namun diberi penanda khusus. "Kami ingin memberikan satu pembelajaran kepada masyarakat bahwa Malang itu sejak awal 1900 sudah punya transportasi moda massal," ujarnya.

Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji juga mendukung upaya yang dirumuskan TACB bersama PT KAI tersebut. Rencananya, lokasi rel trem peninggalan masa Hindia Belanda di kawasan Malang Heritage tersebut akan diberikan penanda. "Keputusannya tetap tidak usah dibongkar, tapi ada penanda. Tadi saya minta ada penanda, jadi (batu) andesit warna berbeda, supaya orang tahu bahwa di sini ada rel yang diresmikan pada 1903," kata Sutiaji.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus