Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAKA muncullah Karjo AC-DC dan kawan-kawan malam itu, 21 Jnni
lalu, di Balai Rakyat Bintaro Kebayoran Lama, Jakarta. Lakon
yang dimainkan berjudul Horor Drakula Ompong. Tapi penonton
sedikit. Kenapa?
Grup itu bernama 'Lokaria', beranggota 40 orang. Didirikan di
Jakarta tahun 1966, belum sampai setahun operasi di Jakarta,
hijrah ke Malang. Tiba-tiba sekarang berada di Jakarta lagi dan
main di wilayah Jakarta yang sangat jauh di tepi, Bintaro.
Ini memang "tempat jin buang anak," kata Alex Wijaya, Wakil
Direksi Lokaria. Dan Amang Gunawan, pemimpin Lokaria lainnya,
mengeluh, "Sudah lima malam penonton tetap saja sedikit. "
Walaupun lakon berganti setiap malam, penduduk daerah situ tokh
tak juga tertarik untuk pergi ke gedung yang biasanya dipakai
pertemuan dan pernikahan itu. Setiap malam yang datang paling
hanya sepertiga dari kapasitas gedung yang bisa memuat 900
penonton itu. Karcis yang terjual pun paling banyak yang seharga
Rp 250, sedang yang Rp 500 dan Rp 1.000 tetap bertumpuk di
loket.
Grup 'Lokaria', yang dulu adalah almamater Kardjo itu, dikontrak
"panitia" di Bintaro untuk satu bulan. Panitia ini dipimpin oleh
Rachmat, seorang pengusaha muda setempat, yang rupanya masih
harus merasakan pahitnya awal sebuah usaha. Para anggota
menginap di rumah penduduk sekitar. Tapi pengeluaran per hari
tokh tak bisa ditekan, yaitu 200 ribu. Sementara itu uang masuk,
dalam satu malam, setelah dipotong sana-sini, termasuk pajak
tontonan, tinggal 75 ribu. Setiap hari mereka mengatakan harus
tombok 125 ribu. Suatu jumlah yang cukup besar bagi grup semacam
itu.
Sepi Dan Miskin
"Panitia" sendiri rupanya belum cukup pengalaman dalam kegiatan
promosi. Walaupun sudah berusaha. Poster sudah dipasang di
jalan-jalan, tapi tak sampai masuk ke tengah kota dan kurang
besar-besaran. "Mungkin karena tempatnya terlalu jauh," Alex
mengakui.
Tempat memang faktor penting. Bintaro, walaupun kini mulai jadi
sasaran para pemilik rumah bagus, adalah bagian lama Kebayoran
Lama yang masih sepi dan miskin. Bukan "pasar" yang subur,
walaupun grup ini bisa menyajikan lawakan Karjo, Ros Pentil,
Sumiati, Jawul dan Budi Sr. dan juga membawa beberapa penyanyi
beserta pemain band lengkap dengan peralatannya -- suatu hal
yang juga dimiliki oleh grup Srimulat.
Jauh-jauh dari Malang, kenapa grup ini tak main di TIM saja,
misalnya? "Saya sudah menghubungi TIM, tapi kata Pimpinan TIM,
sampai akhir Juli acara di sana sudah penuh," tutur Karjo yan
ditemui Bachrun Suwatdi dari TEMPO selagi memasang sanggul di
kamar riasnya.
Tertawa Gedongan
Jadi, selama sebulan di Jakarta ini, apakah Lokaria hanya akan
main di Bintaro? "Menurut rencana, setelah seminggu di Bintaro,
akan main di Bali Rakyat Tebet dan Kecamatan Sawah Bcsar. Kedua
tempat itu sudah bersedia menerima kami. Sesudah itu, jika tak
ada tempat lain yang berhasil dihubungi panitia, yah, kami akan
main lagi di Bintaro," kata Amang. "Kalau modal bisa kembali
saja, sudah untung. Dan inilah pengalaman yang cukup mahal
harganya," lanjutnya sambil menghela nafas.
Yang bergembira dengan adanya pertunjukan Lokaria di Bintaro itu
agaknya cuma orang-orang semacam Murid, pemilik warung dekat
Balai Rakyat. "Dagangan saya laris," katanya sambil ketawa.
Cuma, katanya sambil memandang ke arah rumah-rumah mentereng
yang kini mulai menjulang atau memanjang, "saya heran, kenapa
orang gedongan nggak mau nonton, padahal lawakan itu lucu, bisa
bikin ketawa," komentarnya. Tapi mungkin orang gedongan punya
tertawa gedongan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo