Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajar bila hampir 20 ribu penggemar Led Zeppelin merasa berkasta lebih tinggi setelah malam yang, dalam katakata seorang di antaraÂnya, âtak cukup katakata pujian unÂtuk melukiskannyaâ. Mereka berÂuntung menjelma menjadi âadaââsetidaknya tercatat dalam sejarahâdi O2 Arena, London, menikmati konser reÂuni kelompok musik yang pada 1970an termasuk di antara sedikit saja yang diklaÂsifikasikan sebagai suÂperÂÂgrup.
Konser Senin pekan lalu itu, dan segala yang berkaitan dengannya, saÂngat mungkin menutup tuntas buku Led Zeppelin. Akhir yang happy enÂding. Di panggung, selama dua jam lebih, RoÂbert Plant, Jimmy Page, John Paul Jones, dan Jason Bonhamâyang menggantikan ayahnya, John âBonzoâ Bonham, yang meninggal pada 1980âberhasil menghidupkan kembali âthe biggest, the loudest and still the bestâ. MeÂreka memuaskan dahaga anggota kasÂta yang lebih tinggi itu, yang umumÂnya membayar 125 poundsterling atau sekitar Rp 2,3 jutaâtiga kali lipat dari harga ratarata tiket konser di London.
Tapi, sebenarnya, para anggota kasÂta itu lebih merupakan utusan daÂri jutaan penggemar lain yang tak beruntung, termasuk yang mengÂikuti undian untuk mendapatkan tiket konser tapi âlewatâ. Mereka seÂcara tak langsung ikut meÂnyalurkan vibrasi antusiasme orangorang malang itu. Saya termasuk di antaranya. Tinggal hanya sekitar dua kilometer dari O2 Arena, saya hanya bisa mengais cerita dari sanasini, cuma bisa mengintip potongan konÂser selama 10 detik di berita BBC.
Penampilan akbar pertama Led Zeppelin dalam 28 tahun terakhir itu dibuka dengan Good Times Bad Times. Membawakan kembali gubahÂan ini pada usia 60an ibarat menggambarkan upaya mereka 40 tahun lalu untuk menyebarkan heavy meÂtal dan kemudian merajainya. Perlu perjuangan. Kata Pete Paphides, wartawan The Times, âBisa dirasakan kalau Robert Plant sedang berjuang untuk menyesuaikan suaranya.â
Namun, âI donât care what the neighbour said,â pekik Plant dalam nyanyiannya. Semangat itu, ditambah âekstasiâ 20 ribu orang yang sudah bersabar sejak tiga bulan laluâsebagian juga antre 24 jam di depan O2 Arenaâcukup untuk mendidihkan adrenalin Plant, Page, dan Jonesâtiga anggota orisinal sejak band ini didirikan pada 1968. Tak sampai 15 menit mereka, bersama Jason, sudah menyengatkan setrum tegangan tinggi.
Lagu kedua adalah Ramble On. âIni bukan sekadar lagu yang dikeluarkan dari gudang simpanan yang dikasih kapur barus pengawet untuk dipamerkan di sebuah konser,â kata wartawan The Guardian, Alexis Petridis, âtapi dibawakan dengan hidup di tubuh Plant yang berliukliuk natural.â Ramble on/ And nowâs the time, the time is now/ To sing my song. Bas yang dimainkan Jones berdentumdentum di belakang, menjaga ritme.
Plantâmasih berambut gondrong, tampil berkemeja dan bercelana hitamâmemang tak lagi berteriak dan bergerak orgasmis seperti di masa jaya dulu. Page juga tak berjumpalitan sambil mengalirkan petikan gitarnya yang tajam. Sewaktu latihan beberapa pekan sebelumnya, wartawan mendengar Plant mengeluhkan tugas utamanya untuk menghadirkan pekik 20 tahun dari tubuh yang sudah berusia 59 tahun.
Memang banyak pengamat musik yang sempat ragu mengingat dua peÂnampilan reuni sebelumnya yang babakbelur: di Madison Square GarÂden, New York, pada 1988, untuk meÂrayakan 40 tahun Atlantic RecordsÂ, dan di konser amal Live Aid di PhiladelÂphia, 1985. Tentang penampilan di Live Aid, peÂnulis buku Rough Guide to Led Zeppelin, Nigel WilliamÂson, mengutip Plant yang menyebutnya sebagai âa fxxxxxg atrocityâ dan menyamakan dirinya dengan Frank Sinatra yang bersenanÂdung My Way.
Pendek kata, bagi pengamat, Led Zeppelin mungkin terlalu besar, terÂlalu bising, dan terlalu bagus untuk bisa diulang lagi. Band lama lainnyaâseperti Genesis, The Police, dan The Rolling Stonesâboleh bereuni dan tampil pas banderol untuk memanfaatkan musim nostalgia 1960an dan 1970an demi fulus. Tapi Led Zeppelin adalah dewa rock. Mereka tak boleh turun ke bumi pakai piyama dalam keadaan sadar.
Ternyata latihan serius beberapa pekan membuat mereka tak meledak seperti balon gas Zeppelin yang jatuh berkepingkeping ke bumi. âKami melewati ribuan dan ribuan emosi bersama selama latihan,â kata Plant di tengah pentas. Dan hampir semua warÂtawan serta penonton sepakat bahwa umur tak banyak artinya bagi Plant, Page, dan Jones. Hamish Macbain dari majalah musik NME mengatakan penampilan mereka telah membungkam para pengkritik dan âmenguburkan semua kenangan busuk dari reuni Live Aid yang berantakanâ.
Andy Gill, yang masuk kelompok skeptis, di harian The Independent bahkan mengakui, pada nomor ketiga, Black Dog, mereka sudah tampil padu; repetisi dari fasefase rumit mereka terdengar jelas. Puncak penampilan adalah Kashmir, yang memadukan unsur Timur Tengah dengan visualiÂsasi di layar belakang sehingga membuat eksotismenya amat terasa. TabuhÂan drum Jason juga dinilai sama bertenaganya dengan ayahnya.
Dan ketika Stairway to Heaven diÂsajiÂkanâPage dengan gitar doubleÂneckednyaâhampir tak ada penonÂton yang tak luluh. Walau bukan faÂvorit anggota band, buat pembeli 300 juta album mereka di seluruh dunia, jelas lagu ini tak boleh lepas. âWe did it Ahmed,â kata Plant seusai membawakannya, merujuk Ahmed ErteÂgun. Konser reuni ini memang digelar untuk mengenang Ertegunâpendiri Atlantic Records, label yang melambungkan Led Zeppelinâyang meningÂgal tahun lalu.
Lagu tambahan Whole Lotta Love dan Rock and Roll menjadi penuÂtup, dengan kelebatan sinar laser dan kepulÂan dryice untuk merayakan perÂmainÂan solo Page di tengahtengah lagu. Saat itu Pageâusianya 63 tahun, deÂngan uban totalâsudah melepas kacaÂmata hitam serta jasnya dan mengguÂlung lengan kemeja putihnya. Page sudah berkeringat dan tertawa lepas. âSeperti tahun 1970an dulu,â menguÂtip seorang penonton. Karena jari Page yang retaklah konser ditunda dari rencana awal pada 26 November.
Selepas acara, sulit menemukan keÂkecewaan penonton, yang datang dari seluruh belahan dunia. Seorang pria yang sudah menonton Led Zeppelin enam kali sebelum pentas terakÂhir di Knebworth pada 1979 mengÂaku seperti berada di mesin waktu. Ada juga yang berkata, âMenang undian dan bersama pacar menyaksikan Led Zeppelin sama seperti di surga.â Yang agak berlebihan menganggap Led Zeppelin pada 2007 justru 100 kali lebih baik.
Apa pun kesannya, juga alasan pemÂbeÂnarnya untuk bepergian ke London yang cuacanya menggigil, sehari setelah itu muncul kabar bahwa Led Zeppelin akan menggelar konser lain. Di situs resmi Led Zeppelin, ada yang meminta agar didengar juga suara pengÂgemar yang tak beruntung untuk konser di O2 Arena. Situs majalah musik NME mengutip âsumbersumber industri musikâ yang mengukuhkan Stadion Wembley, London, sudah dipesan dua hari untuk pentas Led Zeppelin pada musim panas 2008. Ada juga kabar kelompok The Cult mengÂaku sudah dipesan sebagai pembuka untuk pentas dari grup dengan huruf L dan Z.
Led Zeppelin langsung mengeluarkan pernyataan menanggapi kabarkabar bersemangat itu. âPada tahap ini hanya spekulasi,â begitulah tanggapan yang dikutip korankoran Inggris.
Soalnya: apakah Led Zeppelin akan memilih menjadi sama dengan grupgrup yang lain? Untuk reuni di O2 Arena, mereka masih bisa berlindung di balik penghormatan bagi Ertegun sebagai pembeda dari model reuni lainnya. Matematika 125 poundsterling x 20 ribu memang bisa menggoda, apalagi di Stadion Wembley hitungannya jelas akan lebih dahsyat.
Saya sendiri lebih antusias menunggu DVD dari konser di O2 Arena, biarÂpun kasta saya akan tetap biasabiasa saja. Saya percaya Led Zeppelin tidak perlu sampai meledak dan hancur berkepingkeping.
Liston P. Siregar, editor www.ceritanet.com yang tinggal di London
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo