Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Industri Kereta Api atau PT INKA (Persero) di Kota Madiun, Jawa Timur membuka diri untuk dijadikan tempat wisata pendidikan. Sejumlah pelajar maupun mahasiswa dari berbagai kota sudah berkunjung ke sana untuk mengetahui sejarah hingga proses produksi kereta api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tingkat kunjungannya setiap hari banyak. Maka, untuk yang mau datang harus daftar dulu enam bulan sebelumnya,’’ kata Manajer Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT INKA, Nur Hidayati, di Madiun, Rabu, 7 November 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rombongan pengunjung yang datangakan didampingi staf Bagian Humas PT INKA. Petugas akan menunjukkan ruangan sesuai permintaan, misalnya workshop pembuatan kereta atau tempat penyimpanan miniatur kereta yang telah diproduksi PT INKA. “Untuk masuk ke setiap ruangan diwajibkan memakai helm sesuai aturan kami,’’ ujar Nur.
Selain membuka diri menjadi destinasi wisata edukasi, PT INKA juga mendukung pengembangan pariwisata di wilayah Kabupaten Madiun. Wisata Watu Rumpuk di Desa Mendak, Kecamatan Dagangan, adalah yang mendapat bantuan dari mereka. Bantuan uang sebanyak Rp 300 juta digelontorkan untuk penambahan infrastruktur di lokasi wisata kawasan Lereng Gunung Wilis itu.
Infrastruktur yang dibangun adalah deretan warung, lampu penerangan di taman Watu Rumpuk, serta pengaspalan akses menuju lokasi wisata itu. “Tujuan kami membantu pengembangan wisata dan perekonomian warga yang sinkron dengan program pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten,’’ kata Nur.
Lokasi wisata Watu Rumpuk berada di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu Dan Sekitarnya (Lawu Ds). Pengembangannya dilakukan oleh Lembaga Masyarakat Desa sejak 2016 silam. Namun, baru dapat dibuka sebagai lokasi wisata pada tahun ini.
Kepala Desa Mendak, Nur Cholifah mengatakan bahwa ide pengelolaan lokasi wisata Watu Rumpuk bermula dari keterpurukan warga yang mayoritas petani cengkih. Komoditas itu terserang hama bakteri pembuluh kayu (BPKC). Pendapatan warga secara keseluruhan yang sebelumnya mencapai Rp 3,7 miliar rata-rata per tahun dari hasil produksi cengkeh musnah.
“Maka, saya berinisiatif mengembangkan kawasan hutan menjadi tempat wisata,’’ ujar dia.
NOFIKA DIAN NUGROHO (Madiun)