Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENYERAHAN berkas pemeriksaan ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI itu berjalan singkat, tak lebih dari 15 menit. Demikian cepatnya proses tersebut sehingga tak ”tercium” wartawan. Padahal itulah berkas penting yang bisa jadi akan mengubah ”nasib” Cirus Sinaga, jaksa yang tiga bulan terakhir ini namanya ”moncer” karena tersangkut kasus Gayus Tambunan.
Hari itu, Kamis pekan lalu, berkas tersebut diserahkan Wahyudi, anggota staf Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung, ke penyidik Badan Reserse Kriminal. Dalam laporan itu, nama Cirus Sinaga dan Haposan Hutagalung tertulis sebagai terlapor, dengan sangkaan melanggar Pasal 263 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Cirus diduga telah memalsukan surat rencana penuntutan terhadap Gayus Halomoan Tambunan. Hasil pemeriksaan tim yang dibentuk Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy menemukan bukti jaksa senior itu memang telah melakukan tindak pidana dalam kasus Gayus.
Ini berbeda dengan hasil pemeriksaannya sebelumnya. Awal Oktober lalu, tim evaluasi Kejaksaan Agung menyimpulkan Cirus tidak terlibat tindak pidana saat menangani berkas perkara Gayus. ”Tidak ada satu bukti pun yang terkait dengan penerimaan dana atau suap,” kata Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono saat itu.
Segendang sepenarian, tim independen kepolisian yang dibentuk untuk mengusut kasus mafia pajak Gayus waktu itu juga menyatakan tidak menemukan bukti keterlibatan Cirus. Menurut polisi, tak ditemukan aliran dana dari Gayus ke para jaksa, termasuk Cirus. Pengakuan Gayus yang menggelontorkan duit ke para jaksa seperti menguap.
Tapi Gayus terus membuat kejutan. Jumat tiga pekan lalu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak ini ”bernyanyi” perihal tuntutan terhadapnya. Dia mengaku pernah mendapat dua salinan surat rencana tuntutan dari Haposan Hutagalung, pengacaranya.
Dalam surat pertama, ujarnya, tertulis ia bakal dituntut hukuman satu tahun penjara. Berikutnya, Gayus juga mendapat dokumen surat rencana tuntutan yang kali ini menunjuk dia bakal dituntut hukuman pidana penjara selama satu tahun dengan masa percobaan satu tahun. Menurut Gayus, saat surat kedua diserahkan kepadanya itulah Haposan meminta uang US$ 50 ribu atau sekitar Rp 500 juta. Dana itu untuk diserahkan kepada jaksa sebagai imbalan telah mengubah tuntutan: dari satu tahun penjara menjadi hukuman percobaan.
”Nyanyian” Gayus kali ini membuat Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy langsung bertindak. Marwan membentuk tim pemeriksa untuk menelisik bocornya surat penuntutan yang mestinya rahasia itu. Tim juga menyelidiki kemungkinan adanya pemalsuan pada surat rencana tuntutan yang ditandatangani Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Pohan Lasphy tersebut. Sedikitnya 17 orang diperiksa berkaitan dengan kasus ini. ”Antara lain Gayus, Haposan, dan Cirus Sinaga,” kata Sucipto, salah satu anggota tim pemeriksa.
Tak sampai sepekan, tim mendapat titik terang. Empat orang diduga terlibat dalam bocornya surat rencana tuntutan terhadap Gayus. Mereka adalah Cirus Sinaga dan Fadil Regan, keduanya jaksa pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum yang ikut meneliti berkas kasus Gayus; Beno, anggota staf Tata Usaha Kejaksaan Agung; dan Haposan Hutagalung.
Sumber Tempo di Kejaksaan Agung menyebutkan keterlibatan Cirus dalam kasus ini cukup kuat. Cirus sendiri, ujar sumber itu, di depan tim pemeriksa membantah telah membocorkan surat rencana tuntutan kepada Haposan. ”Cirus mengaku mendapat dari Haposan,” kata sumber tersebut. Haposan menyanggah pengakuan Cirus dan Gayus. Dia menyatakan tidak tahu-menahu perihal salinan surat tuntutan yang diterima Gayus. ”Gayus kan yang bilang rencana tuntutan bocor. Saya enggak tahu soal itu,” kata Haposan.
Titik terang didapat Kejaksaan dari pengakuan Fadil dan Gayus. Kepada tim pemeriksa, Fadil mengaku menyerahkan surat rencana tuntutan itu ke Cirus. Sedangkan Gayus mendapatkannya dari Haposan. ”Sudah jelas siapa yang berbohong, ya Cirus,” sumber Tempo di Kejaksaan Agung meyakinkan. Tak hanya itu, tim juga menemukan indikasi adanya upaya pemerasan yang dilakukan Cirus. Dalam kasus Gayus, Cirus dan Fadil sebenarnya hanya terlibat dalam proses penelitian. Dua jaksa ini tak berurusan lagi dengan penyusunan surat tuntutan. ”Jadi, pertanyaannya, buat apa dia mendapat surat tuntutan itu,” ujar sumber Tempo.
Marwan Effendy tak menampik adanya kemungkinan pidana pemerasan dalam kasus bocornya surat tuntutan Gayus. ”Kalau enggak ada motif uang, mana mungkin?” kata Marwan. ”Pasti uang.”
Menurut Marwan, tim pemeriksa Kejaksaan tidak menyentuh substansi penyerahan duit dari Gayus ke jaksa yang disebut Gayus sebesar Rp 500 juta. Pembuktian adanya aliran dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada penyidik kepolisian. Hasil penyidikan polisi inilah yang nantinya, ujar Marwan, digunakan untuk menentukan sanksi yang akan diberikan kepada Cirus dan Fadil.
Bukan kali ini saja Cirus dan Fadil terseret kasus Gayus. April lalu, dua jaksa ini juga mendapat sanksi lantaran mengabaikan dugaan korupsi dalam perkara Gayus. Fadil dan Cirus, yang saat itu sebagai koordinator jaksa peneliti, tidak melanjutkan sangkaan korupsi sebesar Rp 28 miliar yang diduga dilakukan Gayus. Fadil mendapat sanksi penurunan pangkat satu tingkat dan penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Adapun Cirus dicopot dari jabatan struktural sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Hingga Jumat pekan lalu, Cirus belum bisa dimintai konfirmasi perihal kasusnya ini. Telepon selulernya tak bisa lagi dihubungi. Didatangi ke ruang kerjanya di lantai tiga Gedung Kejaksaan Agung, ia tak terlihat. ”Sudah seminggu ini beliau tak muncul,” ujar seorang petugas keamanan yang menjaga Gedung Utama Kejaksaan, tempat Cirus berkantor dengan status barunya, jaksa fungsional intelijen.
Menurut sejumlah jaksa dan karyawan di gedung itu, Cirus kini memang bersikap tertutup. ”Setiap berjalan selalu menunduk. Tak pernah merespons saat disapa atau diberi hormat,” kata seorang karyawan Kejaksaan.
Erwin Dariyanto, Isma Savitri, Cornila Desyana
Rencana Tuntutan yang Bocor Itu
Kamis, 25 Februari 2010
1.Pukul 10.00, Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Pohan Lasphy menerbitkan surat rencana tuntutan bernomor R455, yang berisi tuntutan hukuman pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan satu tahun.
2.Pohan memerintahkan Kepala Subbagian Tata Usaha Pidana Umum Emo mengirimkan petunjuk tuntutan tersebut ke Kejaksaan Tinggi Banten. Emo kemudian menyuruh anggota staf Tata Usaha Pidana Umum bernama Beno.
3.Pengiriman gagal karena mesin faksimile di kantor Kejaksaan Tinggi Banten error. Surat kemudian difaks ke Kejaksaan Negeri Tangerang.
Pada saat bersamaan, Fadil Regan, jaksa peneliti di Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung, menelepon Beno agar surat rencana tuntutan dikirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
4.Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fadil menerima surat rencana tuntutan untuk Gayus Tambunan. Fadil menyerahkan surat rencana tuntutan tersebut kepada Cirus Sinaga, jaksa peneliti lainnya untuk kasus Gayus.
5.Cirus menyerahkannya kepada Haposan Hutagalung.
6.Haposan menyerahkan dua salinan surat rencana tuntutan. Rencana tuntutan pertama bernomor R431 berisi hukuman satu tahun penjara, dan rencana tuntutan kedua bernomor R455 berisi hukuman pidana satu tahun penjara dengan masa percobaan satu tahun.
7.Gayus akhirnya memberikan duit Rp 500 juta melalui Haposan untuk diserahkan ke jaksa agar mengubah tuntutannya.
Erwin Sumber: Wawancara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo