Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia muncul dengan wajah tirus dan tubuh terlihat kurus dan letih. Cirus Sinaga, jaksa senior yang kini diberhentikan sementara itu, Senin pekan lalu, duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Di depannya, lima hakim yang dipimpin Albertina Ho, beberapa saat kemudian, mengetukkan palu. Inilah sidang perdana untuk jaksa yang dikenal sebagai spesialis pemegang kasus pidana kakap itu (lihat ”Si Spesialis Perkara Kakap”). Cirus didakwa menghilangkan dan mengubah pasal korupsi pada rencana tuntutan Gayus Halomoan Tambunan, terpidana yang kini dihukum 10 tahun penjara dalam kasus mafia pajak.
Cirus dibidik dengan dakwaan alternatif. Pria 53 tahun yang terakhir menjabat jaksa fungsional di bagian intelijen Kejaksaan Agung itu dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 21, dan Pasal 23 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Menurut salah seorang jaksa penuntut, Edi Rakamto, ”dosa” Cirus yang mengubah konstruksi pasal dalam rencana tuntutan terhadap Gayus dua tahun silam itu jelas pelanggaran. ”Itu sama artinya menggagalkan proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan,” kata Edi pada saat membacakan dakwaannya pekan lalu.
Dalam dakwaan jaksa khusus untuk pasal 12e, Cirus dituduh melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Sedangkan lewat pasal 23, dia didakwa menyalahgunakan kewenangannya sebagai jaksa kasus Gayus Tambunan.
Menurut Edi, perkara ini bermula dari pertemuan Cirus dengan Haposan Hutagalung, pengacara Gayus saat itu, yang memberitahukan rencana tuntutan kliennya. Cirus, yang saat itu jaksa pada pidana umum, menyatakan tak bisa menangani kasus Gayus jika hanya dikenai pasal korupsi dan pencucian uang.
Lalu muncullah pasal penggelapan untuk perkara Gayus ini. ”Kasus Gayus, yang awalnya masuk ranah ekonomi khusus, berubah menjadi pidana umum,” ujar Edi. Pasal yang ”sekadar” penggelapan itu membuat Gayus, yang saat itu diadili di Pengadilan Negeri Tangerang pada 2009, dituntut hukuman percobaan. Ujungnya, setelah juga menyuap hakim yang menyidangkan kasus tersebut, Gayus pun dibebaskan dari segala dakwaan.
Berbeda dengan saat ia muncul di pengadilan sebagai jaksa penuntut umum, Senin pekan lalu itu Cirus lebih banyak diam. Sesekali matanya menerawang ke dinding ruang sidang. Ditanya sejumlah wartawan yang dulu mengenalnya, ia tetap saja lebih banyak menutup mulut.
Pengacara Cirus, Palmer Situmorang, menegaskan kliennya tak melakukan kesalahan seperti dituduhkan jaksa. ”Kami akan melawan,” kata Palmer. Menurut dia, subyek hukum dakwaan jaksa mestinya bukan perorangan. Alasan Palmer, keputusan perubahan tuntutan untuk Gayus dibuat oleh tim peneliti. Palmer mengakui Cirus jaksa paling senior dalam tim itu. Namun, ujarnya, itu bukan berarti ia bisa menyetir jaksa lain untuk mengubah pasal. ”Jadi, kalau mau diadili, harusnya semua anggota tim diadili.”
Kepada penyidik kepolisian yang memeriksanya, Cirus mengakui adanya kekhilafan jaksa peneliti dalam menyusun rencana dakwaan. Kesalahan itu, ujarnya, bukan hanya berasal dari dirinya. ”Kesalahan tim jaksa peneliti,” ujar Cirus dalam dokumen pemeriksaan seperti yang ditunjukkan sumber Tempo.
Palmer ternyata tidak hanya mempersoalkan dakwaan yang mestinya ditujukan kepada tim, bukan hanya Cirus. Ia juga mempertanyakan tidak dilampirkannya berkas Gayus dalam berita acara pemeriksaan kliennya. Padahal, ujarnya, itu berkas penting yang menjadi pokok perkara kliennya ini. ”Dari mana mengetahui adanya tindak pidana yang dilakukan Cirus kalau berkasnya tidak dilampirkan?” katanya. Menurut Palmer, adanya penambahan pasal penggelapan, Pasal 372 KUHP, untuk kasus Gayus itu sudah tepat. Pasal itu, katanya, diterapkan justru untuk mencegah Gayus lolos dari jerat hukum—kendati kenyataannya lain. Palmer menyatakan, pihaknya menyiapkan sejumlah bukti dan jurus untuk mematahkan dakwaan jaksa. ”Nanti akan kami buktikan di sidang.”
Persidangan kasus Cirus ini diramalkan bakal seru. Itu lantaran sang pengendali sidang, Albertina Ho, dikenal sebagai hakim kritis yang tak kenal kompromi, yang juga tak mudah menyerah pada jawaban terdakwa. ”Pertemuan” Ho dan Cirus sudah terjadi berkali-kali. Bukan saja saat Cirus tampil sebagai jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tapi juga saat Cirus menjadi saksi dalam perkara Gayus.
Hanya, kini posisinya berlainan. Ho tetap hakim, sedangkan Cirus kini di kursi terdakwa. Tapi, sebagai jaksa senior, Cirus jelas memahami bagaimana jurus untuk menghadapi hakim—apalagi jaksa. Ditanya soal tugasnya memegang kasus Cirus Sinaga, Albertina Ho, seperti biasanya, hanya menjawab pendek, ”Biasa saja, tak ada persiapan khusus,” kata hakim kelahiran Maluku yang pernah terpilih sebagai hakim terbaik versi majalah Tempo ini.
Sandy Indra Pratama dan Dianing Sari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo