Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=1 color=brown>PEMBUNUHAN</font><br />Mengejar Dalang dengan Testimoni

Istri korban pembunuhan yang diduga diotaki pengusaha batu bara terkenal di Kalimantan Selatan menuntut keadilan. Berbekal testimoni pelakunya, yang dipenjara empat bulan.

23 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mata Lilik Dwi Purwaningsih berkaca-kaca. Kamis pekan lalu itu, perempuan 50 tahun ini baru berobat di Rumah Sakit Ulin, Banjarmasin. Hari itu Lilik, yang sehari-harinya tinggal di Tanah Bumbu, sekitar 300 kilometer dari Banjarmasin, datang ke Ulin untuk memeriksakan penyakit radang empedu yang sudah dua tahun terakhir diidapnya.

Lilik menangis bukan karena dadanya yang terus nyeri diterjang radang. Ia mengaku pedih lantaran hingga kini pengaduannya perihal pembantaian terhadap suaminya tujuh tahun silam belum mendapat tanggapan memuaskan. Padahal, untuk itu, ia sudah mendatangi sejumlah lembaga penegak hukum.

Pada pertengahan Maret lalu, misalnya, ia mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sebelumnya, ia sudah pula mengadu ke Markas Besar Kepolisian, Komisi Yudisial, dan juga Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Kepada sejumlah instansi itu ia serahkan bukti-bukti yang ia miliki tentang kasus dan dalang pembunuhan suaminya, yang hingga kini belum tersentuh. Ia berharap, dengan dokumen itu, aparat segera meringkus otak pembunuh Hadriansyah, suaminya. ”Saya ingin aparat hukum juga ditindak,” kata Lilik. ”Masak, hukuman untuk seorang pembunuh hanya tiga sampai empat bulan.”

Hadriansyah, yang sehari-hari juga sebagai guru seperti Lilik, tewas dibantai pada 9 Februari 2004 di sebuah rumah kawannya yang terletak di dekat SDN I, Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Tanah Bumbu. Sabetan golok ke sejumlah bagian tubuhnya membuat nyawanya melayang. Pembantaian itu terjadi tak berapa lama setelah guru olahraga itu memprotes kegiatan perusahaan batu bara milik Andi Syamsudin, pengusaha ternama di daerah itu, yang lebih dikenal dengan nama Haji Isam.

Jika Lilik ngotot meminta dalang pelakunya ditangkap, itu karena ia kini mengaku memiliki bukti yang dinilainya sangat sahih. Bukti itu bukan datang dari sembarang orang, tapi justru dari pelaku pembunuhan itu: Muhammad Aini alias Culin.

Dalam pengakuannya itu, Culin bersumpah bahwa dialah yang membunuh Hadriansyah. Ia menyatakan melakukan itu atas perintah Isam. ”Kayak apa mun orangnya melawan, Ji?” (bagaimana kalau melawan?). ”Selesaikan aja, paling sebiji alat habis?” demikian tanya-jawab antara anak buah dan ­bosnya itu, beberapa saat sebelum Culin membunuh Hadriansyah.

l l l

CULIN mengaku melakukan pembunuhan itu atas perintah Andi Syamsudin pada 4 Mei tahun lalu. Saat itu ia membeberkannya kepada Gusti Suriansyah, salah satu tokoh pemuda Tanah Bumbu yang bersimpati pada nasib Lilik. Pengakuan itu kemudian dibuat di atas kertas bermeterai Rp 6.000 dan ia tanda ­tangani. ”Semua rekaman pengakuannya itu ada pada saya,” kata Gusti kepada Tempo Jumat pekan lalu.

Dalam testimoninya, Culin bercerita, pada hari tewasnya Hadriansyah itu, sebelumnya ia tengah berada di rumahnya. Saat itu warga, termasuk Hadriansyah, tengah gencar-gencarnya berunjuk rasa di jalan eks Kodeco Km 8 RT 6 Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu. Tak berapa lama muncul di rumahnya Isam bersama lima karyawannya, yakni Babak, Asyid, Amat, Ansyah, dan seorang lainnya sebagai sopir. Kepada Culin, Isam menyatakan ada seseorang yang menantangnya berkelahi. Pengusaha muda itu meminta Culin meladeni tantangan tersebut. ”Pukuli saja,” ujar Culin, menirukan perintah Isam, seperti tertulis dalam dokumen pengakuan.

Dengan menggunakan Toyota Kijang, rombongan Isam tiba SDN Sarigadung. Inilah tempat berkonsentrasinya warga yang tengah berunjuk rasa. Begitu turun dari mobil, Isam langsung berteriak dan menunjuk seseorang. Tanpa pikir panjang, Culin langsung berlari memburu target yang sudah ditunjukkan Isam, yakni Hadriansyah, yang saat itu langsung berlari menyelamatkan diri.

Menurut Culin, dalam aksi kejar-kejaran itu, dirinya sempat membacokkan parangnya ke punggung Hadriansyah. Guru olahraga itu terus berlari masuk rumah dinas seorang guru. Terpojok di sebuah kamar, bapak tiga anak itu dihabisi Culin. Beberapa saat kemudian terdengar letusan senjata api dari luar rumah, disertai teriakan Isam, yang memerintahkan anak buahnya segera pergi dari tempat itu.

Menurut Culin, di dalam mobil yang melaju kencang meninggalkan Sarigadung, Isam memintanya mengakui bahwa dirinya pembunuh Hadriansyah. Culin, yang terkejut atas perintah itu, langsung bertanya tentang hukuman apa yang akan diterimanya. ”Paling hanya beberapa bulan,” kata Culin dalam testimoninya, mengutip jawaban Isam. Culin lantas menyerahkan diri ke Kepala Kepolisian Resor Tanah Bumbu.

”Ramalan” Isam terbukti. Ditahan beberapa pekan, kemudian diajukan ke kejaksaan, lantas pengadilan, belakangan Culin hanya dihukum empat bulan penjara. Rekannya yang lain, Ardi alias Babak, yang turut serta dalam pembunuhan itu, bahkan lebih ringan, tujuh hari. Padahal, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, mereka yang terbukti melakukan pembunuhan hukumannya minimal 15 tahun.

Akhir pekan lalu Tempo menghubungi Culin untuk meminta komentarnya tentang pengakuannya yang kini dipakai Lilik untuk ”mengejar” Isam. Culin menolak mengulangi cerita yang kini dijadikan bukti keterlibatan Isam oleh Lilik itu. ”Saya tidak mau bicara lagi soal itu,” kata laki-laki 28 tahun itu. Ia meminta Tempo tidak menanyainya lagi. Gusti Suriansyah menyatakan ia tak terkejut jika Culin bersikap seperti itu. Gusti menduga Culin kini dalam kondisi tertekan.

Andi Syamsudin tak bisa dihubungi untuk diminta konfirmasi perihal testimoni yang dibuat Culin itu. Berkali-kali dikontak, telepon selulernya hanya mengeluarkan bunyi nada sambung. Djunaidi, yang pernah menjadi pengacara Isam, pun mengaku kini kesulitan melakukan kontak dengan bekas kliennya itu. Jumat malam pekan lalu, ponsel Isam memberi jawaban. Isinya menyatakan nomor yang dihubungi itu dialihkan atas permintaan pelanggan. Tapi, dari ujung telepon, yang mengangkat seseorang yang mengaku Rudi. Djunaidi pun membenarkan nomor yang dihubungi Tempo adalah nomor telepon Isam.

Isam sebenarnya pernah membantah sebagai otak pembunuhan itu. Dalam wawancaranya dengan Tempo pada Juni 2010, ia menegaskan tak terlibat sama sekali dalam pembunuhan ­Hadriansyah.

l l l

Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menolak jika disebut tak merespons pengaduan Lilik. Menurut juru bicara Polda Kalimantan Selatan, Ajun Komisaris Besar Edy Ciptianto, pihaknya tengah memeriksa empat saksi yang mengetahui peristiwa tujuh tahun silam itu. Edy tak mau berkomentar tentang testimoni Culin yang menyebut ia melakukan itu atas perintah Isam. ”Itu teknis,” kata Edy. Yang pasti, ujar Edy, semua keterangan yang ditulis di dalam testimoni dan isi rekaman pengakuan Culin membantu polisi.

Lilik sendiri mengakui, upayanya menuntut agar otak pembunuh suaminya itu ditangkap memang berisiko. Tapi, ujarnya, kezaliman yang menimpa suaminya, yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, telah menyingkirkan semua rasa takutnya. ”Saya akan terus menuntut keadilan ini,” ujar Lilik.

Sandy Indra Pratama, Khaidir Rahman (Banjarmasin)


Berawal dari Sopir

Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam bukan sembarang pengusaha di kota air Banjarmasin. Ia dikenal sebagai ”raja batu bara”. Lahir di Batu­licin, 1 Januari 1977, kariernya sebagai pengusaha dimulai sebagai sopir pengangkut kayu. Ia memang berdarah pedagang. Ayahnya, Andi Arsyad, adalah pedagang tembakau asal Bugis yang merantau ke Kalimantan Selatan.

Kemajuan bisnisnya tak bisa lepas dari perkenalannya dengan Johan Maulana, penambang batu bara lokal di Kalimantan Selatan. Lewat bendera PT Jhonlin Baratama, Isam memulai bisnis sebagai kontraktor pelaksana tambang di PT Arutmin Indonesia, anak perusahaan PT Bumi Resources milik Bakrie. Empat tahun kemudian perusahaan ini melebarkan sayap ke ladang batu bara lain, seperti PT Alta70, PT Berkat Benua Inti, dan PT Praditya Baramulya. Kini PT Jhonlin menambang hingga 400 ribu ton batu bara per bulan. Omzetnya sekitar Rp 40 miliar per bulan.

Bisnis Isam juga merambah sektor properti, penerbangan, dan perkapalan. Jhonlin Air Transport kini memiliki dua Fokker dan dua helikopter. Di bisnis perkapalan, ia mendirikan Jhonlin Marine, dengan armada 16 kapal tongkang pengangkut batu bara.

Di balik semua cerita sukses itu, kabar miring tentang dirinya ternyata banyak berembus. Ia disebut-sebut kerap menggunakan kekuatan aparat kepolisian untuk menguasai bisnis batu bara yang diincarnya. Dalam wawancara dengan Tempo pada Juni 2010, Isam membantah semua ini.

Sandy Indra Pratama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus