SUKAESIH hingga kini menghilang. Ia raib dari Kampung Genteng, Baros, Sukabumi, tempatnya bermukim selama ini. Wanita berusia 40 tahun itu tak kuat lagi menanggung aib. Ia tertangkap basah bersebadan dengan Maman, kakak kandungnya yang enam tahun lebih tua. Incest alias hubungan seks antara saudara sedarah - oleh Margaret Mead dikatakan sebagai gejala yang bisa ditemukan di semua kelompok masyarakat - kini tampil di Sukabumi. Dan akhir kejadiannya mirip seperti yang digariskan antropolog terkemuka Mead, "Incest ditolak secara dramatis dengan sanksi berat oleh hampir semua kebudayaan." Cemar yang ditinggalkan Sukaesih menghancurkan keluarganya. Suaminya, Suryana, ikut menghilang. Anak-anak mereka, Ema 18 tahun, dan Yanti, 14 tahun, tak tentu lagi nasibnya. Terbenam dalam duka dan rasa malu, anak-anak tak berdosa ini hampir tak berani keluar rumah. "Jangan ganggu kami lagi," ratap Ema ketika dijumpai di rumahnya. "Kami sudah sangat tersiksa." Bencana yang menimpa Sukaesih dan Maman - kedua nama ini bukan nama sebenarnya - terjadi pertengahan Januari lalu. Ketika itu keduanya sedang berkunjung ke rumah Hadi, ayah tiri mereka di Kampung Babakan, dua kilometer dari Genteng. Di luar pengetahuan mereka, sejumlah penguntit terus-menerus mengawasi dari jarak tertentu. Rupanya, orang-orang ini mendengar kabar burung tentang saudara sekandung itu, yang digunjingkan biasa berzinah di rumah Hadi. Perburuan berlangsung malam hari. Sukaesih dan Maman diawasi dengan cermat. Tingkah mereka berjam-jam diamati dari balik tirai yang tersingkap. Pukul 22.00, adegan yang ditunggu memang terjadi. Suryana, sang suami yang berhak menuntut para pezina itu, dijemput. Namun, lelaki ini, walaupun sangat terkejut, tak bersedia turun tangan. "Terserah, apa yang mau kalian perbuat, saya pasrah," katanya saat itu. Penyerbuan dilakukan, dan kegaduhan pun merambat dengan cepat ke seluruh desa. Kedua pezina digiring pulang ke Kampung Genteng. Mereka disekap dan menjalani interogasi di bawah caci maki. Akhirnya, terungkaplah kisah kasih Sukaesih dan Maman. Orang tua mereka bercerai ketika keduanya masih kecil. Sejak itu keduanya terpisah, Maman dibesarkan ayahnya di Bandung, Sukaesih ikut ibunya. Dan ibu ini kemudian menikah lagi dengan Hadi, yang tinggal di Baros. Bahwa Maman dan Sukaesih bertemu kembali setelah dewasa, ini berkat ikhtiar kedua orangtuanya. Maman mendapat informasi tentang ibunya dari ayah kandungnya, hanya beberapa saat sebelum sang ayah meninggal. Dua tahun lalu, ibu ini memperkenalkan Maman pada Sukaesih. Ini pun dilakukan tak lama sebelum sang ibu meninggal. Sejak itu Maman, yang bekerja sebagai tukang kayu, memutuskan tinggal di Kampung Genteng, agar senantiasa berada dekat dengan adiknya. Ternyata, mereka cepat akrab, dan ini mengundang kecurigaan orang. Lagi pula, kendati sudah 40 tahun, Sukaesih yang berkulit kuning itu tetap cantik dan sintal. Memang selama ini rumah tangga Suryana dan Sukaesih rukun-rukun saja. Suryana bekerja sebagai pegawai tata usaha kantor P & K Kecamatan Baros dan administrator. SMP PGRI. Pria ini menghabiskan waktunya untuk bekerja. Belakangan ia malah jatuh sakit. Tak terungkap apakah Suryana sudah tak mampu memberikan nafkah batin pada istrinya. Tidak pula diketahui bagaimana penyelesaian akhir - apakah Suryana mengadu ke polisi atau meminta bercerai ke pengadilan. Yang pasti, Suryana dikabarkan mengusir istrinya, kemudian raib. Maman dan Sukaesih juga hilang tak tentu rimbanya. Mungkinkah mereka meneruskan incest di tempat lain? "Sangat mungkin mereka pindah ke desa lain, mengganti nama mereka dan meneruskan hubungan," ujar dr. Naek L. Tobing, seksuolog lulusan Universitas Minessota, Amerika Serikat. Menurut ahli itu, dalam incest, hubungan antar suadara kandung adalah gejala yang paling banyak. Rasa bersalah dan akibat kejiwaan pada hubungan ini, menurut Tobing, biasanya paling minim. Incest antara ayah dan anak atau antara ibu dan anak hampir selalu diikuti keguncangan jiwa yang berat. Bukan tak mustahil pihak yang terlibat jadi tidak waras, akibat konflik dan rasa bersalah yang berkepanjangan. "Apalagi bila sampai membuahkan anak," ujar Tobing lagi. Dorongan seks, menurut Tobing, adalah .gejala purba. Di sini manusia dan binatang bisa dianggap setingkat. Dorongan ini tak mengenal saudara atau bukan. Namun, ketika manusia mulai berbudaya dan menegakkan ikatan moral - yang juga bisa ditemukan pada masyarakat primitif - dorongan ini dikekang dari dalam dan luar. Ada beberapa faktor, misalnya kesadaran akan kemungkinan lahirnya anak-anak cacat akibat perkawinan sedarah. Juga rasa sayang yang nonseksual dalam keluarga biasanya mematikan dorongan untuk ber-incest. Di samping itu, kontro! sosial yang cukup ketat - biasanya dalam lingkungan adat - selam sanksi berat yang selalu diiming-imingkan atas diri para pelaku incest. Toh incest terjadi juga. Mengapa? "Sejauh saya tahu, berdasar pengalaman klinis, incest biasanya berawal pada masa remaja," tutur Psikolog Sawitri Supardi. Umumnya, akibat rasa ingin tahu dan adanya rangsangan. "Dalam keadaan ini, kakak adik yang kebetulan berlawanan jenis lalu melakukan eksperimen seksual untuk meredakan luapan berahi," ujar dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran itu. Sawitri mengetengahkan contoh seorang mahasiswi yang datang padanya untuk konsultasi. Mahasiswi ini takut kawin karena tidak perawan lagi - jadi tidak semata-mata karena incest itu dosa. Ia sudah 14 tahun sejak berusia 10 tahun - melakukan incest dengan kakak laki-lakinya. Sungguh ajaib, tak ada orang lain yang mengetahuinya. "Awal mulanya memang rasa ingin tahu, kemudian terangsang karena mengintip orang bersenggama. Akhirnya, ya, terjadi," kata Sawitri. Eksperimen seksual inikah yang mengawali perzinahan Sukaesih dan Maman? "Saya yakin, mereka pernah berhubungan di masa remajanya," ujar Tobing. "Kesenangan yang pernah mereka alami pada pengalaman pertama, yang biasanya memang susah dilupakan, selalu menjadi dorongan kuat untuk melakukan lagi incest itu. Lamanya masa berpisah menyebabkan rasa sayang nonseksual sesama saudara, hilang." Toh banyak hal pada incest masih gelap. Sosiologi, antropologi, dan psikologi, menurut Margaret Mead, telah berusaha mendekati gejala ini dari berbagai sudut pandang. Tapi incest masih saja misterius. Jim Supangkat, Tri Budianto (Jakarta), Agung Firmansyah, Riza Sofyat, Ida Farida (Bandung)