Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Al Chaidar: Program Deradikalisasi Teroris BNPT Salah

Program deradikalisasi dinilai tidak tepat. Kata BNPT, dari 600 teroris cuma tiga yang kembali menjadi teroris.

20 Mei 2018 | 17.13 WIB

Al Chaidar. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Al Chaidar. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme Al Chaidar menilai program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk paham teroris tidak efektif.

Menurut dia, mereka yang telah mengikuti program anti radikalisasi itu masih berpotensi terpapar radikalisme. “Deradikalisasi program salah,” kata Al Chaidar pada saat dihubungi Tempo pada Jumat, 18 Mei 2018.

Al Chaidar menjelaskan, program deradikalisasi tidak tepat baik secara konsep maupun teori dalam penanggulangan terorisme. Kalau pemerintah terus melanjutkannya, dia menilai akan membahayakan.

“Seakan-akan yang sudah lulus dari program deradikalisasi itu sudah bisa dilepaskan ke masyarakat, padahal begitu lepas mereka kembali melakukan teror bahkan bom bunuh diri.”

Berbeda dengan Al Chaidar, Kepala BNPT Suhardi Alius yakin program deradikalisasi yang sudah dilakukan BNPT berhasil. Terdapat lebih dari 600 narapidana dan mantan narapidana perkara terorisme yang menjalani program deradikalisasi.

Dari 600 orang tadi, menurut Suhardi, hanya tiga orang yang kembali melakukan tindakan terorisme. Mereka adalah dalang pengeboman di Sarinah, Cicendo, dan Samarinda.

“Silakan masyarakat menilai. Dari 600 lebih, tiga mengulangi perbuatannya. Kalau itu dianggap sebagai kegagalan, kami terima,” ucapnya di Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada Kamis, 17 Mei 2018

Di sisi lain Suhardi Alius mengakui lembaganya menghadapi kendala dalam deradikalisasi sebab ada aturan yang melarang BNPT menjalankan program deradikalisasi kepada tersangka. Program deradikalisasi khusus untuk narapidana terorisme.

“Sepanjang dia jadi tersangka saja, kami tidak bisa mengaksesnya,” ujarnya.

Suhardi menuturkan, meski pemerintah memiliki data soal kelompok radikal, program deradikalisasi tak bisa dilancarkan. “Kelompok (Jamaah Anshorut Daulah) JAD dan (Jamaah Anshorut Tauhid) JAT belum tersentuh (deradikaliasi) karena dia belum berbuat (tindakan terorisme), tapi (mereka) memang radikal.”

Itu sebabnya, dia berharap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme segera disahkan. Jika undang-undang hasil revisi sudah disahkan, BNPT akan mendapat wewenang untuk menjalankan program deradikalisasi kepada kelompok radikal, meski mereka belum menyerang atau menjadi teroris. 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus