Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mempertanyakan dugaan kerugian negara dalam kasus payment gateway pembuatan paspor. Menurut dia, tidak ada indikasi korupsi dalam program layanan jasa elektronik penerbitan paspor itu. "Kalau mendengar ada indikasi korupsi di kasus ini, saya masih kebingungan," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Penggunaan payment gateway untuk membuat paspor pertama kali diinisiasi oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Dalam menjalankan program ini, Kementerian Hukum dan HAM bekerja sama dengan dua rekanan, PT Nusa Inti Arta dan Finnet Indonesia. Kedua perusahaan ini menyediakan layanan pembayaran elektronik (payment gateway) untuk mereka yang ingin membuat paspor.
Polisi melihat ada korupsi dalam kasus ini. Salah satunya adalah tidak langsung disetorkannya uang pembayaran pembuatan paspor ke Kementerian Keuangan. Dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan, selama empat bulan sejak 7 Juli 2014, ada uang sebesar Rp 32,395 miliar yang sempat mampir ke rekening penampung sebelum masuk ke kas negara. Hal lainnya adalah pungutan Rp 5.000 untuk setiap pembayaran melalui payment gateway. Biaya ini dipungut karena Kementerian Hukum memakai jasa dua perusahaan payment gateway tersebut. Total ada Rp 605 juta yang terkumpul.
Belakangan, Mabes Polri menetapkan Denny sebagai tersangka dalam kasus ini. Denny dianggap menyalahgunakan wewenang dengan membuat proyek. Denny untuk pertama kalinya diperiksa sebagai tersangka oleh tim penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri pada Jumat lalu. "Peran DI (Denny Indrayana) adalah menyuruh melakukan program payment gateway dan memfasilitasi vendor, sehingga proyek ini terlaksana," ucap Kepala Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Anton Charliyan, di Mabes Polri, Rabu lalu.
SINGGIH SOARES | REZA ADITYA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini