Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Tersangka Pembiayaan Fiktif di PT Telkom Indonesia Bertambah

Kejati Jakarta kembali menetapkan satu tersangka dugaan korupsi dengan modus pembiayaan fiktif di PT Telkom Indonesia

17 Mei 2025 | 10.41 WIB

Tersangka Pembiayaan Fiktif di PT Telkom Indonesia Bertambah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta kembali menetapkan satu tersangka di kasus pembiayaan fiktif PT Telkom Indonesia periode 2016-2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Tersangka tersebut adalah EF, Direktur Utama PT Japa Melindo Pratama,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejati DK Jakarta Syahroh Hasibuan dalam keterangan resminya, Jumat, 16 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka di kasus yang merugikan negara Rp 431 miliar tersebut.

Nilai kerugian itu berasal dari pembiayaan dengan modus pengadaan fiktif kepada sembilan perusahaan swasta. Nilai proyeknya bervariatif, mulai Rp 10,9 miliar hingga Rp 114,9 miliar.

Untuk nilai proyek fiktif dengan PT Japa Melindo Pratama senilai Rp 60,5 miliar yang dikemas seolah olah ada pengadaan material mekanikal (HVAC), elektrikal, dan elektronik untuk proyek Puri Orchad Apartemen.

Dari total 10 tersangka, tiga di antaranya adalah  pejabat dari Telkom dan anak usahanya. Mereka adalah General Manager Enterprise Financial Management 2017 - 2020, August Hoth P.M; Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom 205-2017, Herman Maulana; dan Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara 2016-2018 Alam Hono. 

Syahron sebelumnya menjelaskan, August Cs bekerja sama dengan sembilan perusahaan untuk pembiayaan pengadaan barang. Telkom bertindak sebagai penyedia barang. Kerja sama itu sedari awal bertujuan hanya untuk mengeluarkan uang Telkom. 

August Cs kemudian menunjuk empat anak usaha Telkom, PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins dan PT Graha Sarana Duta untuk melakukan pengadaan.  Anak usaha Telkom lantas menjalin mitra dengan sejumlah perusahaan lain sebagai penyedia barang.

Namun, barang itu tidak pernah sampai ke sembilan perusahaan. “Karena fiktif,” ujar Syahron. Yang ada, uang nilai proyek yang masuk ke perusahaan mitra dialirkan ke 9 perusahaan.

Secara kontrak seharusnya setelah 9 perusahaan mendapatkan barang pengadaan, ia harus membayar ke PT Telkom. Kenyataannya tidak pernah ada uang pembayaran pengadaan barang yang masuk ke perusahaan BUMN tersebut. 

Penyidik juga menemukan fakta bahwa perusahaan  mitra terafiliasi dengan pejabat Telkom. “Perusahaan yang menjadi mitra, antara lain milik Herman Maulana dan Alam Hono.” Tapi nama Herman  tidak muncul dalam struktural perusahaan. Melainkan, nama sang istri sebagai salah-satu pemegang saham. 

 

Jihan Ristiyanti

Lulusan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Surabaya pada 2020 , mulai bergabung dengan Tempo pada 2022. Kini meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus