Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Bacakan Pleidoi, Eks Petinggi PT Timah: Saya Merasa Dikriminalisasi Jaksa

Eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, membacakan pleidoi terhadap tuntutan jaksa di kasus dugaan korupsi timah. Apa yang ia sampaikan?

12 Desember 2024 | 18.36 WIB

Sidang tuntutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang diduga merugikan negara Rp 300 triliun denhan terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan MB. Gunawan di Pengadilan Tipikor Jakarta,  5 Desember 2024. TEMPO/Intan Setiawanty
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sidang tuntutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang diduga merugikan negara Rp 300 triliun denhan terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan MB. Gunawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 5 Desember 2024. TEMPO/Intan Setiawanty

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, Emil Ermindra, membacakan pleidoi terhadap tuntutan jaksa penuntut umum. Terdakwa kasus korupsi tata niaga timah di wilaya izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah itu sempat terisak saat membacakan nota pembelaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Emil, dalam pleidoinya, menceritakan ia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi timah pada 16 Februari 2024 pukul 17.45. Saat itu, ia pun merasa menyesal dan berdosa apalagi kepada anak, istri, dan orang tuanya. "Siapa yang harus menjadi tulang punggung, menafkahi mereka?" tutur Emil sembari terisak dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 12 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama ditahan, lanjutnya, tiada hari yang ia lalui tanpa penyesalan. Emil meyakini, semua yang ia lakukan bertujuan meningkatkan kinerja perjsahaan dan sudah sesuai prosedur operasional standar (SOP). "Saya merasa dikriminalisasi oleh jaksa penyidik dan jaksa penuntut umum," ucap Emil.

Ia menjelaskan, dirinya tak pernah dilibatkan dalam kerja sama PT Timah dengan lima smelter swasta. Ia juga menampik ikut berperan menentukan CV boneka yang disebut jaksa penuntut umum sebagai afiliasi PT Timah dan perusahaan smelter swasta.

"Saya tidak pernah mengatur pembelian bijih timah dari penambang ilegal dengan menggunakan CV Salsabila," lanjut Emil. Ia juga membantah mengendalikan CV tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi. 

Lebih lanjut, ia menyoroti tuntutan jaksa penuntut umum terhadapnya. "Menurut saya, penjara 12 tahun begitu sadis tuntutan itu."

Emil mengklaim, kalau dirinya memang terlibat dan memakan uang haram, dituntut 1.000 tahun pun ia siap. Namun, ia tak pernah terlibat menguntungkan diri sendiri, orang lain ataupun siapapun dalam perkara ini. 

Ia juga keberatan atas tuntutan membayar denda sejumlah Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 493,39 miliar. "Kalau memang saya punya uang sebesar itu, saya gunakan untuk pengobatan istri yang mengidap kanker," tuturnya.

Hal senada diungkapkan penasihat hukum Emil Ermindra. Penasihat hukum meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan konteks lebih luas, yakni situasi krisis yang dialami PT Timah. 

"Pertama, maraknya pertambangan ilegal (Peti) di Babel pasca 99 setelah timah tidak lagi dikategorikan sebagai komoditas strategis menciptakan persaingan yang tidak sehat dan menekan harga timah," ucap penasihat hukum Emil.

Kemudian, persaingan semakin ketat dengan munculnya smelter swasta sejak 2000-an. Sedangkan PT Timah bergantung kepada harga timah dunia yang pada periode tersebut sedang mengalami penurunan. "Tepatnya pada 2019, di mana tingginya stok persediaan tertahan dan harga timah dunia turun," ujar penasihat hukum Emil Ermindra. 

Selain itu, fokus PT Timah pada produksi laut mengakibatkan rendahnya perolehan bijih timah dan produksi logam, terutama dari tambang darat. Kondisi internal perusahaan PT Timah juga tak kalah memprihatinkan.

Sebab, volume ekspor dan pendapatan penjualan rendah. Ini diperparah dengan kondisi keuangan yang merugi akibat tingginya biaya. PT Timah juga menghadapi kurangnya modal kerja dan pembekuan fasilitas kredit. Belum lagi karyawan yang melakukan demonstrasi karena krisis kepercayaan terhadap manajemen.

"Kami sangat yakin, berdasarkan alat bukti yang sah di persidangan, bahwa terdakwa Emil Ermindra sama sekali tidak melakukan tindak pidana korupsi," tutur Penasihat Hukum Emil Ermindra.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus