Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA lima belas menit pertama setelah kokain disedot, suhu badan langsung dingin. ”Lima belas menit berikutnya, tubuh menjadi segar,” Nuki, pemadat kokain itu, berkisah. ”Pikiran jadi enteng, pegal-pegal hilang.”
Nuki meletakkan bedak halus itu di atas kaca, memperagakan cara mengolah racikan bubuk itu menjadi dua garis lurus. Ia kemudian melinting selembar uang kertas menjadi gulungan kecil. Dengan lintingan inilah karyawan sebuah bank terkenal di Jalan Sudirman, Jakarta, itu ”menghirup” setiap baris serbuk halus di atas kaca tadi.
Sebaris serbuk untuk lubang hidung kanan, sebaris lagi untuk lubang hidung kiri. ”Barang yang saya konsumsi murni dari Kolombia,” kata Nuki, yang ditemui Tempo Rabu pekan lalu.
Pria 46 tahun itu ”berkerabat” dengan kokain sejak 1989. Kantong sampai jebol pun tak dipikirkannya pada waktu itu. Sebelum ”reformasi”, kata dia, harga satu gram kokain murni sekitar US$ 100. ”Dalam sebulan saya bisa belanja tiga sampai lima kali,” katanya.
Ketika itu, ia mengenal kokain dari teman-temannya yang baru pulang dari Amerika. Selain langka, narkotik dari jenis berbahaya ini termasuk paling mahal. Barangnya impor punya, biasanya dari Amerika Selatan. Lantaran mahal itu, pemakainya juga bukan sembarang orang.
Kepala Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Benny Ardjil, mengungkapkan kokain bekerja secara stimulan. Serbuk ini merangsang susunan saraf dan bisa berakibat memperburuk pernapasan. Pemakai kokain, kata dia, bisa digolongkan sebagai orang yang mengalami gangguan mental. Bila tidak menggunakan kokain, mereka seperti kehilangan semangat, sedih, takut, dan gampang panik.
Mengapa profesional seperti Nuki terjebak kokain? ”Untuk memacu semangat dan menambah rasa percaya diri,” katanya. Kokain efektif bekerja selama empat-enam jam. Dalam sehari pecandu bisa ketagihan hingga tiga kali: pagi, siang, dan malam. Sebaliknya, pecandu kokain yang mengalami overdosis bisa jadi malas, tak bertenaga, dan banyak tidur.
Ada juga yang mencampur kokain dengan air mendidih dan soda. Oplosan ini kemudian menimbulkan kristal di permukaan air. Kristal inilah yang kemudian dibakar dengan bong, lalu disedot. ”Cara ini dipakai oleh mereka yang memiliki beban pikiran berat dan suka menyendiri,” kata Nuki.
Nuki berhenti mengkonsumsi kokain karena sadar tak memperoleh faedah apa pun. Sebaliknya, hidupnya malah kacau. Istrinya minta cerai dan kariernya berantakan. Setelah lepas dari ketergantungan obat, ia membentuk komunitas mantan pecandu, yang salah satu kegiatannya membantu mereka yang ingin ”bertobat”.
Kokain bisa dideteksi lewat urine sehari sampai tiga hari setelah pemakaian. Lebih dari itu, jika pecandu tidak mengkonsumsi, kandungan zat kokain tidak terdeteksi. ”Zat kokain bisa hilang dari tubuh jika tidak memakai selama dua hari berturut-turut,” kata Benny.
Elik Susanto, Sunariah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo