Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Bupati Nganjuk Ditangkap KPK Usai Arahan Jokowi Soal OTT

Bupati Nganjuk Taufiqqurahman sehari sebelum ditangkap KPK mengikuti arahan Presiden Jokowi kepada para kepala daerah di Istana Negara.

26 Oktober 2017 | 19.28 WIB

Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018 Taufiqurrahman usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, 24 Jnauari 2017. Ia diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Perbesar
Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018 Taufiqurrahman usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, 24 Jnauari 2017. Ia diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Nganjuk Taufiqqurahman sebagai tersangka jual beli jabatan bagi sejumlah pegawai negeri sipil di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2017. Ia ditangkap, sehari setelah bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan pada Selasa, 24 Oktober 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Yang bersangkutan (Taufiqqurahman) hadir dalam pertemuan di Istana," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 26 Oktober 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Selasa 24 Oktober 2017 lalu, Presiden Joko Widodo mengumpulkan para bupati, wali kota, dan gubernur seluruh Indonesia di Istana Kepresidenan untuk memberikan arahan. Dalam salah satu isi arahannya, Jokowi sempat menyinggung masalah OTTM "Ini pada takut semua sama OTT enggak? Pada takut? Ya, jangan beri ruang," ujar Jokowi saat itu.

Penyidik KPK semula mengetahui Taufiqqurahman dan ajudannya menginap di Hotel Borobudur Jakarta Pusat pada Selasa tersebut. Malamnya, istri Taufiqqurahman yaitu Ita Triwibawati dan ajudannya menyusul dan menginap di hotel yang sama.

Selasa tengah malam, tiga orang lainnya juga datang ke Jakarta dan menginap di sebuah hotel di daerah Gambir, Jakarta Pusat. Ketiganya yaitu Ibnu Hajar, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk, Suwandi, Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Ngroggot, Nganjuk, dan B, seorang wartawan media online.

Rabu 25 Oktober 2017, Ibnu, Suwandi, dan B, bergerak menuju Hotel Borobudur. Menyusul kemudian tiga orang lainnya yang juga baru sampai di Jakarta yaitu SA, Lurah di Kabupaten Nganjuk yang rencananya akan menjadi calon bupati mendampingi Ita dalam Pilkada Nganjuk 2018, S, mantan kepala desa dan J, sekretaris camat Tanjunganom, Nganjuk.

Sepuluh orang tersebut kemudian bertemu di sebuah restoran di Hotel Borobudur. Saat itu, terjadi penyerahan uang sebesar Rp 298.020.000 dari Ibnu dan Suwandi yang dimasukkan dalam dua tas hitam. Rabu pukul 11.30 WIB, Taufiqqurahman, Ita, B, dan dua ajudan meninggalkan hotel. Tas berisi uang dititipkan sementara pada Ibnu.

Penyidik KPK kemudian menangkap Bupati Nganjuk Taufiqqurahman dan rombongan yang ingin meninggalkan hotel. Lima orang lainnya yang masih di hotel juga ikut ditangkap. Disaat yang bersamaan, dua orang lainnya ditangkap di Jakarta dan delapan lain di Nganjuk. Sehigga total yang ditangkap KPK berjumlah 20 orang.

Kamis sore, 26 Oktober 2017, KPK menetapkan lima dari 20 orang sebagai tersangka. Tiga orang sebagai tersangka penerima suap yaitu Taufiqqurahman, Ibnu Hajar, Suwandi. Dua orang lain ditetapkan sebagai pemberi suap yaitu Mokhammad Bisri, Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan Harjanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk. Bisri juga ditangkap di Jakarta saat menghadiri acara lain, sedangkan Harjanto ditangkap di Nganjuk.

Basaria menyebut pemberian uang kepada Taufiqqurahman dilakukan melalui beberapa orang kepercayaan bupati. Salah satu orang tersebut adalah Suwandi.

Uang diberikan terkait perekrutan dan pengelolaan pegawai negeri sipil atau jual beli jabatan di Kabupaten Nganjuk tahun 2017. Basaria Panjaitan menuturkan jabatan yang diperjualbelikan. Jabatan tersebut yaitu
kepala Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Kepala Dinas, hingga Kepala Bagian lainnya. "Untuk mendudukinya, orang harus beri uang pada pejabat setempat," ujarnya.

Uang sebesar Rp 289 juta yang diamankan KPK saat OTT pun berasal dari dua sumber. Pertama dari Ibnu sebesar Rp 149,12 juta, kedua dari Suwandi sebesar Rp 148,9 juta.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus