Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang karyawan perusahaan ekspedisi Rizky, 39 tahun, menjadi salah satu saksi dalam kasus penembakan di Kelapa Gading yang menewaskan Sugianto, bos perusahaan pelayaran di Ruko
Royal Gading Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 13 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Rizky, yang kantornya berada dalam satu blok dengan kantor korban, mendengar letusan senjata api sebanyak lima kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya kira ban pecah, tapi ini kok berkali-kali," ujar Rizky saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Utara, Selasa, 25 Agustus 2020.
Saat mengecek keluar, ia terkejut melihat seseorang sudah tergeletak bersimbah darah tepat di depan ruko miliknya. Selain itu, dia juga melihat seseorang mengenakan jaket bertudung lari melompati pagar.
"Sempat dikejar satpam, tapi ga kekejar," kata Rizky.
Usai kejadian itu, tak ada satu pun orang yang berani mendekati jasad Sugianto. Rizky menggambarkan korban hanya tergeletak bersimbah darah dan mengalami kejang-kejang.
Setelah 30 menit berlalu, petugas dari Kepolisian Sektor Kelapa Gading tiba dan memeriksa jenazah. "Pas dikasih tahu ada yang ditembak, gak ada yang berani deketin jenazah, gak berani keluar dari kantor," ujar Mila, salah seorang karyawan di ruko tersebut.
Setelah delapan hari sejak penembakan, polisi akhirnya menangkap 10 tersangka yang terlibat dalam kasus pembunuhan itu pada 21 Agustus 2020. Adapun 10 tersangka kasus pembunuhan itu, antara lain Nur Luthfiah (34 tahun), Ruhiman alias Mahmud (42), Dikky Mahfud (50), Syahrul (58), Rosidi (52), Mohammad Rivai (25), Dedi Wahyudi (45), Arbain Junaedi (56), Sodikin (20), dan Raden Sarmada (45).
Selain itu, polisi juga berhasil menangkap 2 tersangka lainnya yang menjual-belikan senjata api ilegal yang digunakan untuk menembak korban, yakni Suprayitno (57) dan Totok Hariyanto (64). Sehingga total jumlah tersangka dalam kasus ini sebanyak 12 orang.
Dari hasil penyelidikan, otak kasus pembunuhan itu adalah tersangka Nur Luthfiah, karyawan di perusahaan milik korban Sugianto. Ia membunuh bosnya itu karena merasa sakit hati sering dicari-maki dan dilecehkan.
Nur juga membunuh korban karena takut dilaporkan ke polisi, setelah aksinya menggelapkan uang pajak perusahaan ketahuan. Akibat penggelapan uang itu, kantor Sugiyanto berkali-kali dikirimi surat dari Kantor Pajak Jakarta Utara.
Atas perbuatan itu, para pelaku dijerat dengan Pasal 340 KUHP dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan berencana, lalu Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api. Mereka terancam pidana hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.