Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa anggota Paspampres dan dua anggota TNI kembali menjalani persidangan atas kasus penculikan, penganiayaan, dan pembunuhan terhadap Imam Masykur, pada Senin, 6 November 2023. Oditur Militer menghadirkan lima saksi lagi dalam persidangan lanjutan yang digelar di Pengadilan Militer II-08, Cakung, Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Termasuk saksi kunci, tersangka sipil Zulhadi Satria Saputra yang juga kakak ipar dari terdakwa anggota Paspampres Praka Riswandi Manik. Zulhadi berperan sebagai anak buah ketiga terdakwa. "Saya yang mereset handphone korban, meminta pin ATM," katanya, Senin, 6 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga terlibat dalam penghilangan barang bukti berupa handphone milik Imam dan Khaidar, kabel yang dipakai untuk memukul, borgol, serta uang hasil sitaan.
Selain Zulhadi, juga dihadirkan saksi lain: Banit Opsnal Subdit Jatanras dari kesatuan Ditreskrimum Polda Metro Jaya Briptu Toni Widya Wibowo; Royke Pangau pemilik usaha rental mobil; serta dua juru parkir di kawasan toko milik Imam, Eko dan Umar.
Royke dalam kesaksiannya membenarkan jika ketiga terdakwa menyewa satu unit mobil Innova Reborn berwarna abu-abu pada saat Imam Masykur dibunuh."Terdakwa Heri Sandi menghubungi saya pada Jumat 11 Agustus 2023, untuk menyewa satu mobil," ujar Royke.
Alasan terdakwa menyewa mobil, kata Royke, untuk menjemput komandannya pada Sabtu 12 Agustus 2023. Imam tewas dianiaya ketiga terdakwa di dalam mobil tersebut pada tanggal yang sama ketika terdakwa menyewa mobil.
Ia mengatakan bahwa terdakwa itu membayar Rp 500 ribu untuk satu hari sewa. "Mobil dikembalikan besoknya, Minggu pagi, 13 Agustus 2023 dalam keadaan bersih sudah dicuci," ucapnya. Royke tidak curiga dan bertanya mengapa terdakwa mencuci mobilnya setelah dipakai. Ia mengatakan bahwa, sebelumnya tidak pernah ada inisiatif untuk mencuci mobil selama memakai jasa rentalnya.
Kesaksian lainnya datang dari dua juru parkir. Eko mengatakan bahwa ia melihat salah seorang terdakwa mendatangi toko kosmetik milik Imam di hari kejadian. Mulanya ia tidak mengetahui jika terdakwa itu melakukan upaya perampasan terhadap Imam.
"Korban (Imam) mendorong terdakwa itu, sambil teriak 'Perampok, perampok!'," kata dia. Mendengar teriakan itu, saksi lain bernama Umar spontan memiting terdakwa.
"Terdakwa jatuh di depan saya ketika didorong korban. Spontan saya piting," kata Umar, juru parkir lainnya. Ia mengatakan bahwa terdakwa berhasil melepaskan jepitannya lalu lari ke mobil.
Kemudian, kata Umar, datang dua terdakwa lainnya mengaku anggota polisi. "Siapa yang piting teman saya? Saya anggota," ucap Umar menirukan terdakwa tersebut.
Kemudian, katanya, dua terdakwa lain yang menunggu di mobil tak jauh dari toko datang mengaku anggota polisi. Mengetahui itu, Umar dan Eko merasa ketakutan dan memilih untuk tidak ikut campur.
"Korban dibawa paksa ke mobil, diborgol. Setelah itu enggak tahu lagi," katanya. Baik Eko dan Umar mengetahui kabar kematian Imam dari sepupu korban, Said Sulaiman.
Zulhadi yang berada di mobil selama penganiayaan itu juga menceritakan apa yang terjadi hari itu. Ia mengatakan bahwa diajak terdakwa Praka Riswandi Manik untuk melakukan operasi pemerasan.
Sebelum datang ke toko kosmetik Imam di kawasan Condet, Jakarta Timur, ketiga terdakwa dan Zulhadi menyusuri toko-toko obat ilegal di Tangerang. "Hari itu enggak ada yang buka," kata Zulhadi. Ia mengungkapkan bahwa aksinya selalu dilatari dengan penyusuran toko yang diduga menjual obat-obatan tak berizin.
"Nanti ada yang pura-pura beli, kalau benar dirazia, diculik dibawa ke mobil, diminta uang tebusan, baru dilepas," ucapnya. Namun, kata kakak ipar Riswandi Manik ini, ketiga terdakwa merasa emosi dengan perlawanan Imam, sehingga Imam dianiaya hingga tewas.
"Yang meninggal Imam saja. Sebelumnya mulus, lancar," katanya. Zulhadi mengatakan bahwa mereka sudah melakukan pemerasan ini sejak April 2022, total sebanyak 15 kali dengan meraup hasil Rp 360 juta.
Imam dibunuh di hari yang sama ketika ia diculik. Pelaku dalam perkara ini adalah anggota Paspampres, Praka Riswandi Manik; anggota Direktorat Topografi TNI AD, Praka Heri Sandi; dan anggota Kodam Iskandar Muda, Praka Jasmowir.
Kasus tiga anggota TNI ini sudah diperkarakan di meja hijau. Dakwaan primer untuk mereka adalah Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana mati atau seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun. Dasar dakwaan ini karena mereka diduga secara bersama-sama melakukan pembunuhan.
Selain itu, ketiganya juga didakwa Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana 15 tahun penjara karena diduga bersama-sama melakukan pembunuhan.
Dakwaan terakhir adalah Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP, ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara, karena diduga bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan kematian.