Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tindakan debt collector atau penagih utang menarik paksa kendaraan dari pemiliknya adalah perbuatan pidana.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan debt collector itu dapat disangkakan melakukan perbuatan tidak menyenangkan di KUHP Pasal 335 ayat 1 dengan pasal berlapis Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 jo Pasal 53 KUHP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ancaman hukumnya sembilan tahun penjara," kata Yusri saat konferensi pers di Markas Polres Jakarta Utara, Senin, 10 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yusri mengatakan 11 debt collector yang mengepung anggota TNI itu sudah ditahan di sel Polres Jakarta Utara. Mereka ditetapkan menjadi tersangka karena menarik kendaraan secara paksa dari pemilik yang sah, meski pemilik itu menunggak.
Para debt collector itu viral karena terekam di video sedang mengerubuti mobil yang dikendarai Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sersan Dua Nurhadi di depan Tol Koja Barat pada Kamis 6 Mei lalu, sekitar pukul 15.00.
Kelompok debt collector yang viral itu dipimpin oleh HEL (28). Dia meminta rekan-rekannya, yaitu HHL (27), DS (35), HRL (25), JFT (21), GYT (25), GL (37), dan Y A.K (22) membantu menarik mobil Honda Mobilio B 2638 BZK warna putih di Kelurahan Semper Timur, Koja, Jakarta Utara.
Mobil itu ditarik karena pemilik menunggak cicilan selama delapan bulan kepada perusahaan pembiayaan PT CF. Untuk menarik mobil itu, PT CF memberi surat kuasa kepada PT ACK.
Yusri menyebut ke-11 debt collector itu sebagai preman. Alasannya, 11 orang itu menarik kendaraan yang menunggak cicilan tanpa dibekali Sertifikasi Profesi sebagai Penagih Pembiayaan (SPPP).
"Ini preman-preman semuanya, tidak sah. Ini mereka ilegal semuanya, tidak punya kekuatan hukum. Ingat, ini negara hukum," kata Yusri.
Meski para debt collector itu memiliki surat kuasa dari PT CF, Yusri mengatakan 11 orang itu tidak memiliki kewenangan. "Tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar, SPPP-nya tidak ada sama sekali. Jadi itu ilegal," ujarnya.
Baca juga: Babinsa Dikepung Debt Collector, Lurah: Baru Bertugas di Semper Timur