Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyampaikan riwayat keterlibatan korupsi Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka dalam suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri, Abdul Latif ternyata pernah divonis bersalah dalam korupsi lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebelumnya yang bersangkutan pernah diproses dalam kasus korupsi pada tahun 2005-2006," kata Agus, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Jumat, 5 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus menyampaikan kasus korupsi yang menjerat Abdul Latif yakni kasus korupsi Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Labuan Amas Utara. Nilai anggaran proyek tersebut sebesar Rp 711.880.000.
Dalam kasus tersebut Agus mengatakan bahwa Abdul Latif telah menerima putusan pengadilan. "Kalau tidak salah dihukum satu setengah tahun penjara," ujarnya.
Ketika dijerat dalam korupsi itu, Abdul Latif merupakan kontraktor swasta. Setelah menjalani hukuman dia kemudian mencalonkan diri dan terpilih menjadi Anggota DPRD Kalimantan Selatan periode 2014-2019. Dia terpilih untuk daerah pemilihan lV yang meliputi Kapubaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Tengah.
Setahun menjadi anggota DPRD, Abdul Latif mencalonkan diri menjadi Bupati Hulu Sungai Tengah Periode 2016-2021 hingga terpilih dan dilantik pada Februari 2016. Kini, Abdul Latif dan tiga orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah Kabupaten Hulu Sungai, Kalimantan Selatan Tengah tahun 2017.
Abdul Latif bersama Fauzan Rifani selaku Ketua Kamar Dagang lndonesia (Kadin) Hulu Sungai Tengah dan Abdul Basit selaku Direktur Utama PT Sugriwa Agung berstatus tersangka karena diduga sebagai pemenerima suap. Sedangkan, Donny Winoto selaku Direktur Utama PT Menara Agung berstatus tersangka karena diduga sebagai pemberi suap.
Penetapan tersangka itu merupakan kelanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) di dua tempat, yakni Surabaya dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, pada Kamis. Enam orang diamankan KPK dalam OTT itu.
Selain keempatnya, dua orang lain yang diciduk saat OTT adalah Rudy Yushan Afarin selaku pejabat Pembuat Komitmen Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Tukiman selaku konsultan pengawas PT Delta Buana.
Dalam OTT itu, KPK mengamankan rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp 1,825 miliar dan Rp 1,8 miliar. Selain itu, KPK turut mengamankan uang dari brankas di rumah dinas Abdul Latif sebesar Rp 65.650.000 dan uang dari tas milik Abdul Latif di ruang kerjanya sebesar Rp 35 juta.
KPK menduga Doni Winoto memberikan sejumlah uang kepada Abdul Latif, Fauzan Rifani dan Abdul Basit sebagai fee proyek Pembangunan Ruang Perawatan Kelas I, II, VIP, dan Super VIP di Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. "Komitmen fee dari proyek tersebut sebesar 7,5 persen atau sekitar Rp 3,6 miliar," kata Agus Rahardjo.
Pemberian pertama dilakukan Donny pada rentang waktu September-Oktober 2017 sebesar Rp1,8 miliar. Kemudian, pemberian kedua pada tanggal 3 Januari 2018 sebesar Rp 1,8 miliar. Terakhir, Donny melakukan transfer uang komisi untuk Fauzan Rifani sejumlah Rp 25 juta.
Sebagai pihak penerima, Abdul Latif, Fauzan Rifani dan Abdul Basit disangkakan melanggar Pasal 12 huruf 3 atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto pasal 55 ayat (1) ke-l KUHPjuncta pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan Donny Winoto disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.