Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Edy Mulyadi, Djudju Purwantoro, mengatakan pihaknya akan mengajukan praperadilan atas kasus yang menimpa kliennya. Edy kini berstatus tersangka dan ditahan karena menyebut Ibu Kota Negara baru sebagai tempat jin buang anak.
"Ya untuk langkah-langkah hukum yang normatif baru itu ya, kayaknya praperadilan, kalau penangguhan penahanan itu kan itu sulit sekali dikabulkan," ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 4 Februari 2022.
Djudju menjelaskan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan berkas pengajuan tersebut. "Mungkin hari ini atau besok sudah kita sampaikan. Siang ini kita tim kuasa hukum akan rapat," katanya lagi.
Menurut Djudju, langkah hukum yang akan dilakukan bersama tim adalah langkah yang terbaik. Karena, kata dia, penetapan status, dari mulai penangkapan, tersangka, kemudian penahanan kliennya itu tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam KUHAP, tentang penetapan seseorang sebagai tersangka. "Intinya itu," tutur Djudju.
Sebelumnya, dia menyatakan, Pasal 227 ayat 1 KUHAP berbunyi semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau saksi ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir.
Hal tersebut, kata dia, menjadi alasan kuat bagi tim kuasa hukum Edy keberatan sejak surat pemanggilan pertama dari Bareskrim Mabes Polri yang dikirim pada 26 Januari 2022. Di surat itu, Edy diminta menghadiri pemeriksaan pada 28 Januari 2022. Sebab kurang dari 3 hari proses pemanggilan.
"Kenapa tampak sekali ambisi penyidik untuk memeriksa Edy seperti kejar target mengejar penjahat kakap saja," kata dia pada 29 Januari 2022.
Dalam surat panggilan pemeriksaan kedua, Djudju menilai, Mabes Polri juga masih terlihat terburu-buru lantaran tidak memandang akhir pekan yang merupakan dua hari libur sebagai bagian dari hari yang dikecualikan dalam perhitungan jangka waktu surat pemanggilan.
"Walaupun statusnya masih sebagai saksi saat itu. Panggilan berikutnya atau yang kedua tanpa jeda, juga menabrak hari libur," ungkapnya.
Soal upaya praperadilan, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan bahwa langkah hukum yang akan ditempuh kuasa hukum Edy merupakan hak konstitusional.
"Itu hak konstitusional seorang tersangka, silakan saja digunakan, tapi kami belum menerimanya. Silahkan saja ajukan, tidak ada masalah," ujar dia di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, 2 Februari 2022 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini