Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gelar Perkara yang Tertunda

Direksi PT Freeport Indonesia dilaporkan bekas karyawannya ke polisi dengan tuduhan penggelapan. Penanganan perkaranya lamban.

12 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Timotius Kambu masygul mendengar kabar dari Brigadir Suparjo pada Jumat dua pekan lalu. Melalui sambungan telepon, penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya tersebut memberitahukan bahwa gelar perkara penanganan laporan Timotius batal diadakan hari itu. ”Alasan penundaan, penyidik katanya sedang berfokus pada laporan pemeriksaan Ratna Sarumpaet,” ujar Timotius, Senin pekan lalu.

Jumat itu, polisi memang tengah sibuk memeriksa aktivis sosial dan seniman teater Ratna Sarumpaet dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong tentang penganiayaannya. Satu hari sebelumnya, polisi menangkap Ratna di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, saat hendak pergi ke Kota Santiago, Cile, untuk menghadiri sebuah konferensi. Karena kesibukan ini, rencana gelar perkara laporan Timotius tertunda. ”Saat itu kami sibuk sehingga tidak jadi,” kata Kepala Unit V Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Ghulam Nabi.

Timotius mengaku berulang kali menerima pemberitahuan serupa dari Suparjo. Pria kelahiran Sorong, 56 tahun lalu, itu bahkan sudah lima kali menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan. Surat terakhir ia terima pada 25 Juni lalu. Dalam surat terakhir, penyelidik memberitahukan sudah memeriksa 13 orang terkait dengan laporannya dan tinggal melakukan gelar perkara.

Timotius awalnya mengadu ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, 25 Januari tahun lalu. Ia melaporkan dugaan penggelapan gaji dan pajak miliknya oleh PT Free-port Indonesia. Nama yang diadukan adalah Chappy Hakim, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang mundur tahun lalu. Bareskrim lantas melimpahkan kasus ini ke Polda Metro Jaya.

Kasus ini berawal saat Freeport tak memperpanjang kontrak kerja Timotius pada 14 April 2001. Di Freeport, ia menjabat Supervisor Departemen Mill Maintenance, sejak April 2000. Ia menyoal keputusan perusahaan itu dengan mengadu ke mana-mana, seperti ke Dinas Tenaga Kerja Papua, Gubernur Papua, Menteri Tenaga Kerja, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Ombudsman Republik Indonesia.

Semua lembaga memberi respons seragam. Mereka meminta Timotius dipekerjakan kembali, menyatakan pemberhentiannya tidak tepat, dan meminta agar upahnya dibayar. Tapi permintaan itu tak mengubah pendirian Freeport.

Perkara tersebut lantas ditangani Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah Jayapura dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat hingga peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Pada 28 Desember 2006, Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali Timotius dan menyatakan permohonan banding Freeport ditolak.

Berbekal putusan ini, Timotius meminta dipekerjakan kembali dan menuntut pembayaran upahnya sejak kontrak tak diperpanjang. Tapi Freeport menyatakan hanya akan membayar upah dan hak Timotius sejak 4 Agustus 2005 hingga 5 April 2007, sebesar Rp 123 juta. ”Pada 13 Agustus 2007, Saudara Timotius Kambu  telah mengambil atau menerima uang consignatie dari Pengadilan Negeri Tangerang,” kata juru bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama.

Timotius menganggap angka itu hanya panjar dari gaji dan hak-hak yang seharusnya ia terima. Ia mengklaim upah dan haknya yang harus dibayar Freeport sebesar Rp 12,1 miliar sesuai dengan hitungan Kementerian Tenaga Kerja yang diterbitkan pada 7 Oktober 2015. Tapi Freeport punya hitungan berbeda. Sesuai dengan surat Freeport pada 25 September 2015, disebutkan bahwa gaji Timotius sejak 2001 sampai 2015 sebesar Rp 1,1 miliar.

Karena Freeport tak pernah membayar tuntutan gajinya, Timotius menganggap perusahaan tambang emas Amerika Serikat itu telah melakukan penggelapan. Ia pun kemudian mengadu ke polisi. Setelah menerima pelimpahan dari Bareskrim, Polda Metro Jaya merespons laporan itu dengan memeriksa sepuluh pejabat Freeport. Mereka antara lain Wakil Presiden Direktur Freeport Indonesia Clayton Allen Wenas alias Tony Wenas,  Direktur Freeport Indonesia Clementino Lamury, dan Chappy Hakim.

Chappy enggan mengomentari hal ini. ”Mungkin bisa menghubungi humas Free-port,” ujarnya. Adapun Riza Pratama membenarkan soal pemeriksaan itu. ”Terkait dengan laporan Timotius Kambu, pihak penyelidik Polda Metro Jaya telah memanggil dan meminta keterangan dari sejumlah pekerja PT Freeport Indonesia,” katanya.

RUSMAN PARAQBUEQ

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus