Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Ahli Hukum Menilai Polisi Lebay Karena Menahan Mahasiswa ITB Pengunggah Meme Prabowo-Jokowi

Ahli hukum Universitas Trisaksi menilai langkah polisi menahan mahasiswa ITB pengunggah meme Prabowo-Jokowi sebagai konyol dan berlebihan.

11 Mei 2025 | 11.37 WIB

Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo berbincang dengan Presiden Prabowo Subianto saat berbuka puasa bersama di Istana Kepresidenan Jakarta, 26 Maret 2025. Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Perbesar
Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo berbincang dengan Presiden Prabowo Subianto saat berbuka puasa bersama di Istana Kepresidenan Jakarta, 26 Maret 2025. Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah ahli hukum menilai, penangkapan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisal SSS karena mengunggah meme Presiden Prabowo Subianto dan eks Presiden Joko Widodo berciuman tidak lah tepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Penahanan mahasiswi ITB itu tindakan berlebihan dan konyol," kata pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, dalam keterangannya pada Ahad, 11 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan, sebab Prabowo dan Joko Widodo itu tidak lagi bisa dipandang dan ditempatkan sebagai pribadi. Menurut Abdul Fickar, mereka sudah menyatu menjadi institusi publik.

"Karena itu, penangkapan dan penahanan terhadap mahasiswi tersebut disamping berlebihan, juga telah melukai demokrasi," tuturnya.

Abdul Fickar menilai, dalam kasus meme Prabowo-Jokowi, polisi sebagai penegak hukum lebay atau berlebihan. Selain itu, juga tidak mengerti demokrasi. 

"Saya menghimbau Presiden Prabowo menegur Kepolisian untuk menghindarkan kesan bahwa pemerintahan Prabowo antidemokrasi," ujarnya.

Sementara itu pengajar hukum pidana Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, mengatakan meme bisa dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, tergantung isi memenya. Jika memuat kesusilaan, berpotensi melanggar beleid tersebut.

"Namun untuk kasus ini, saya pikir tidak perlu sampai ke ranah pidana ya," kata Orin saat dihubungi lewat pesan singkat pada Ahad, 11 Mei 2025.

Menurut dia, aparat penegak hukum seharusnya tidak perlu terlalu agresif merespons meme itu ke ranah pidana. Sebab, akan berdampak buruk terhadap kebebasan dan demokrasi. 

"Selain itu, penggunaan hukum pidana juga sebaiknya jadi instrumen terakhir atau ultimum remedium," ujar Orin. Ini lantaran derajat kejahatannya juga perlu dipertimbangkan berat ringannya, serta dampaknya.

Sehingga, dia mewanti-wanti, jangan sampai penegakan hukum—khususnya kasus-kasus dengan karakteristik serupa—lebih menguras concern penegak hukum dan biaya penegakan hukum lainnya, daripada kemanfaatannya dalam penggunaan hukum pidana. Sebab, hukum pidana itu ketika seseorang diberikan sanksi, misalnya penjara, negara yang akan menanggungnya.

"Padahal, kejahatan itu masih bisa dibina dengan upaya-upaya persuasi lain, peringatan, pembinaan," kata Orin. "Tidak perlu sampai ke ranah penjatuhan sanksi pidana."

Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal Kepolisian atau Bareskrim Polri menangkap seorang perempuan berinisial SSS yang diduga mengunggah meme Presiden Prabowo Subianto dan eks Presiden Joko Widodo sedang berciuman. Perempuan itu merupakan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Erdi A. Chaniago membenarkan kabar penahanan perempuan pengunggah meme Prabowo-Jokowi. 

"Iya, benar bahwa seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses," katanya saat dikonfirmasi Jumat, 9 Mei 2025. "Saat ini masih dalam proses penyidikan."

SSS telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini

 

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus