Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Halo, di sini wala

Orang-orang suruhan yang merampok km wajah baru v dan aman i dihukum 18 tahun penjara. dalangnya, wala masih berkeliaran. jaksa dan polisi saling tuding. (krim)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGENAKAN jaket bluejean, bertopi laken, dia mengendarai sepeda motor warna merah metalik. Di belakangnya duduk seorang menenteng ikan kakap besar. Lewat di tangul Kali Rambatan yang setengah kering dengan tcnang dia menjawab sapaan Aris Amiris dari TEMPO "Saya mau menjual ikan ke Cangkring!" Lho, dia 'kan Wala--seorang buronan polisi yang disangka mendalangi perampokan kapal pukat harimau dan pembunuhan awak kapalnya? Betul. Enam orang yang mengaku didalanginya telah dihukum penjara masing-masing 18 tahun. Tapi Wala sendiri seperti dijumpai 22 September lalu memang masih bebas berada di rumahnya di Kampung Waledan, menjual ikan ke Pasar Cangkring dan dijumpai kenalannya di sekitar Desa Lamaran Tarung di Kabupaten Indramayu (Jawa Barat). Bertubuh kurus, tingginya lebih kurang 160 cm, dengan bibir sumbing tepat di bawah hidungnya Wala mudah dikenal. Hanya polisi hingga kini belum "menemukan" jejaknya. KM Wajah Baru "Rumah Wala terpencil, setiap pendatang dari jauh sudah kelihatan, sehingga sebelum kami mencapainya dia sudah kabur," ujar seorang anggota polisi perairan (Satpolair) di sana. Jaksa HAM Kadir SH, yang menyatakan telah meneruskan perintah penangkapan dari Pengadilan Negeri Cirebon kepada polisi, cuma angkat bahu. "Surat perintah penangkapan sudah diteruskan, sampai sekarang tak ada kabar beritanya, saya pun tak bisa memaksa polisi," katanya. Tapi Kapten Pol. Sachna dari Satpolair mengelak tunjukan jaksa. "Jaksa tak pernah mengirim surat perintah," katanya. Meskipun demikian, lanjutnya, polisi sudah mencoba mencari Wala. "Namun karena letak rumahnya sulit dicapai dan petugas terbatas sampai saat ini kami belum berhasil," kata Sachna. Awal Mei 1979 lalu sebuah perahu berpukat harimau, entah apa pula nama kapalnya, kandas di perairan Sentigi. Nakodanya hingga sekarang juga belum diketahui siapa gerangan, minta pertolongan Wala. Juragan udang dari Sentigi (Indramayu) itu tak keberatan membantu dengan perjanjian akan menerima imbalan sesuatu. Wala mengerahkan orang-orangnya menyeret perahu yang kandas tersebut. Tapi setelah pekerjaannya beres, ternyata perahu yang ditolongnya terus berlayar sebelum nahodanya menepati janji. Tinggallah Wala menyimpan dendam - tanpa tahu terhadap kapal dan nahkoda mana yang meningkari janjinya itu Tapi buat melampiaskan dendamnya, Wala ingin berbuat sesuatu. Dia mengundang beberapa orang: Sukardi alias Galung (buruh tani), Suma, Casiman, Kasim, Warya (peternak ikan) dan Surnadi serta Suari (buruh nelayan). Mereka, katanya, disuruh merampok perahu pukat harimau. Untuk itu Wala berjanji akan menadah hasil rampokan, menyewakan perahu untuk operasi (Kp (.000), memberi uang saku (Rp 8.000), menjamin keluarga orang suruhannya dan berani menanggung segala risiko yang timbul. Suatu malam ke 7 orang tersebut turun ke laut. Mereka mendekati trawl KM Wajah Baru V yang tengah memperbaiki baling-baling yang tersangkut jaring. Mengendap-endap mereka memanjat perahu dan dengan segera pula menguasainya Ada perlawanan dari Siong Hok, motoris, tapi tak berarti. Suma menghantamnya dengan sepotong besi, yang katanya dirampas dari tangan korban sendiri, sehingga Siong Hok tak berkutik. Tak jelas adakah ia mati seketika atau tidak. Sebab selanjutnya korban diikat dengan sebatang besi panjang dan dilempar ke laut. Nahoda Wiyadi disekap. Selesai dengan Wajah Baru V kawanan ini menyerbu KM Aman I yang tengah berlayar. Nahoda Admin Husni mencoba mempertahankan kapalnya dengan sebilah pedang. Tapi dia sendiri yang celaka. Nasibnya sama dengan Siong Hok: tubuhnya diberati dengan sepotong besi kemudian ditenggelamkan. Belum selesai. Awak Wajah Baru V dikumpulkan di atas Aman I sebelum kapalnya dibakar. Nahoda Wiyadi, yang nlencoba meloloskan diri, dibacok ramai-ramai hingga tewas. Malam itu ke 7 suruhan Wala memperoleh barang jarahan: 400 kg udang dan ikan sotong (harganya sekitar Rp 160 ribu), sebuah jam tangan dan weker, kalung emas dan sepatu putih. Semuanya dipindahkan ke perahu sementara korbannya yang masih hidup dibiarkan pergi dengan Aman I --yang tentu saja melaporkan pembajakan tersebut kepada polisi perairan. Itu cerita para pembajak di pengadilan. Yang menarik, juga disesali para pembajak, ternyata polisi dengan mudah menemukan mereka satu persatu--kecuali Surnadi yang cepat menghindar-itu berkat petunjuk Wala sendiri yang hanya mengaku sebagai tukang tadah belaka. Mereka malah tak diberi kesempatan menikmati upah yang dijanjikan Wala. Bersalahkah Wala? Tanva saja dia, mumpung dia belum jauh!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus