Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jaksa tak menghadirkan saksi kunci kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Keterangan para saksi penting itu berbeda dengan penjelasan jaksa dalam dakwaan.
Bagian baju gamis Novel Baswedan yang terkena siraman air keras tak ada lagi.
SEPULUH hari berturut-turut, dua orang datang sebelum subuh dan pergi menjelang terang tanah ke warung Nono di Jalan Deposito, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Minuman yang dipesan kedua tamu tak dikenal itu selalu sama. Pria gempal memesan susu, sedangkan rekannya yang bertubuh agak kurus memesan segelas kopi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedatangan mereka terjadi tiga pekan sebelum penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, disiram dengan air keras, pada 11 April 2017. Lewat tiga tahun, Nono masih mengingat tampang mereka. “Wajah mereka mirip dengan pelaku penyerangan yang sekarang disidang,” ujar Nono pada Ahad, 10 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan pria 41 tahun itu tak selaras dengan isi dakwaan terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua anggota Brigade Mobil terdakwa penyerang Novel. Menurut jaksa, Rahmat mengintai rumah kediaman Novel menjelang tengah malam seorang diri. Pengintaiannya tersebut terjadi pada 8 April 2017 atau tiga hari menjelang peristiwa penyiraman.
Ronny Bugis/TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Dalam dakwaan disebutkan, Rahmat baru mengajak Ronny pergi ke sekitar rumah Novel pada hari penyerangan. Ia tak menjelaskan maksud ajakannya, termasuk air aki yang ia siapkan. Skenario penyerangan dirancang Rahmat selepas Novel menunaikan salat subuh di Masjid Al-Ihsan yang berjarak puluhan meter dari rumah sang penyidik. Rahmat meminta Ronny memboncengkannya mendekati Novel yang sedang berjalan pulang, lalu menyiramkan air keras.
Akibat penyerangan itu, penglihatan Novel rusak. Mata kiri Novel tak tertolong meski sudah diobati di Singapura. Sedangkan mata kanannya memburuk. Menurut dakwaan, Rahmat menggunakan air aki untuk menyiram wajah Novel. Cairan tersebut ia peroleh dari pul kendaraan satuan Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Kronologi versi Nono diperkuat keterangan Setiyono, 61 tahun, tetangga Novel. Ia mengaku pernah melihat orang asing dengan gerak-gerik mencurigakan tiga pekan sebelum penyerangan. Orang tersebut duduk cukup lama di pinggir selokan menghadap rumah Novel. Tubuhnya agak kurus. Seorang pria lain berperawakan rada gempal baru ia lihat keesokan harinya tak jauh dari masjid.
Setiyono ragu jika keduanya adalah Rahmat dan Ronny Bugis. Ia condong setuju dengan sketsa wajah yang pernah dibuat Tempo dan polisi saat penyidikan. Rekonstruksi wajah itu mengarah pada dugaan keterlibatan dua pria berinisial HH dan MO. Belakangan, polisi membantah dugaan keterlibatan mereka. Menurut polisi, keduanya berada di Malang, Jawa Timur; dan Bogor saat kejadian.
Keterangan Abdul Rahim Hasan, 41 tahun, imam Masjid Al-Ihsan, juga ragu terhadap isi dakwaan. Ia menduga pengintaian terhadap Novel juga dilakukan sehari menjelang penyerangan. Seorang pria mirip Ronny ia temui saat akan menunaikan salat subuh di Al-Ihsan. Pria tersebut datang bersama pria lain yang berbalut jaket hitam dan mengendarai sepeda motor.
Hasan tak mengenali pria berjaket hitam karena wajahnya tertutup helm full face yang membekap seluruh wajah. Ketika berpapasan, pria itu duduk di atas sepeda motor. Mesinnya masih menyala. Menurut dia, motor yang mereka gunakan adalah Yamaha Byson, bukan jenis matic seperti yang diakui para terdakwa dalam berkas tuntutan. “Mereka tidak salat, hanya menunggu di luar masjid,” katanya.
Nono, Setiyono, dan Hasan mengaku sudah menyampaikan kesaksian itu kepada polisi. Tapi berkas pemeriksaan mereka tak digunakan polisi ataupun jaksa untuk keperluan pembuktian. Ketiganya tak mengerti mengapa belum menerima surat panggilan untuk bersaksi dalam persidangan. “Ada banyak saksi lain di sekitar perumahan ini yang juga tidak dipanggil,” ucap Hasan.
Berkas persidangan menyebutkan jaksa hanya akan mendatangkan 22 saksi. Mereka yang dipanggil adalah orang-orang yang mengetahui peristiwa saat dan setelah kejadian. “Skenario pembuktian seperti ini tidak akan merangkai peristiwa secara utuh,” ujar pengacara Novel yang juga Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani.
Menurut Yati, keterangan para saksi yang mengetahui peristiwa sebelum penyerangan penting digali untuk membuktikan bahwa penyerangan itu dilakukan secara sistematis dan terencana. Juga untuk mengejar keterlibatan orang lain atau dalang penyerangan. “Hakim harus berani mengejar fakta di tengah keraguan publik ataupun korban,” katanya.
Rahmat Kadir Mahulette/TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Koordinator Tim Advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana, tak menangkap kesan serius para jaksa untuk mengejar fakta. Saat bersaksi di sidang, Novel seolah-olah ditempatkan sebagai terdakwa. Jaksa berulang kali memojokkan Novel ihwal penganiayaan pelaku pencurian sarang burung walet ketika ia masih bertugas sebagai polisi di Bengkulu pada 2004.
Menurut Arif, peristiwa itu tak memiliki kaitan dengan persidangan Ronny dan Rahmat. Menjadikannya sebagai motif yang melatari perbuatan pelaku dinilai tak berdasar. Pemeriksaan Ombudsman RI pun menyimpulkan bahwa kasus sarang burung walet merupakan upaya kriminalisasi terhadap Novel. “Isu ini sengaja diangkat kembali untuk mengalihkan perhatian publik,” ujar Arif.
Kejanggalan lain yang mengejutkan adalah pengakuan Nursalim, 41 tahun. Ia adalah saksi yang memindahkan baju gamis Novel dari tempat wudu ke teras rumah Novel. Saat memberi kesaksian dalam sidang pada Selasa, 5 Mei lalu, ia melihat perubahan pada baju tersebut. Bagian yang terkena siraman air keras hilang terpotong. “Sepertinya sudah tergunting,” katanya.
Nursalim mengaku kulit tangannya sempat merasakan panas ketika memindahkan baju tersebut. Menurut dia, efek air keras semestinya jelas terlihat pada benda yang terkena siraman. Hingga saat ini, misalnya, cairan tersebut masih meninggalkan noda di pagar rumah dan lantai beton. Ia mengaku tak lagi melihat noda tersebut di baju gamis yang kini menjadi barang bukti untuk menjerat kedua terdakwa.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono enggan menanggapi kejanggalan seputar persidangan kedua terdakwa. Begitupun saat ditanyai soal pemeriksaan saksi penting yang tak dipanggil ke persidangan. Ia menyerahkan proses pembuktian kepada pengadilan. “Biar nanti hakim yang menentukan,” tuturnya.
Respons Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi juga tak berbeda. Ia mengaku tak mengetahui jumlah saksi yang diperiksa polisi dan alasan di balik pemilihan para saksi untuk keperluan sidang. “Saya lengkapi data dulu,” ujarnya.
Agar persidangan tak menjadi panggung sandiwara, tim pengacara Novel menyurati Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk memantau persidangan. Surat juga dikirimkan kepada Komisi Kejaksaan. “Jangan sampai menjadi peradilan sesat,” kata Andi Muhammad Rezaldy, anggota tim pengacara Novel.
RIKY FERDIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo