Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menemukan adanya sejumlah maladministrasi yang terjadi dalam pengembangan Rempang Eco-City. Hal tersebut diungkap dalam hasil investigasi yang termaktub dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigasi sejak September 2023 hingga awal Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro, mengatakan setidaknya ada empat maladministrasi yang terjadi dalam pengembangan Rempang Eco-City.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pada dasarnya Ombudsman menemukan adanya maladministrasi yang berkaitan dengan kelalaian, penundaan berlarut, dan langkah-langkah yang tidak prosedural dalam konteks pengembangan Rempang Eco-City ini," kata dia dalam konferensi pers di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, pada Senin, 29 Januari 2024.
1. Keberadaan Kampung Tua yang dianggap tidak memiliki dokumen pengakuan
Dilansir dari laman resminya, maladministrasi pertama yang diungkap Ombudsman adalah keberadaan Kampung Tua di Pulau Rempang yang belum ditemukan dokumen pengakuan keberadaannya. Padahal, Kampung Tua di Rempang masih menampakkan eksistensinya.
Penemuan lain dari Ombudsman mengungkap bahwa tidak adanya materi muatan tentang Kampung Tua pada Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 3 Tahun Kota Batam 2021, berbeda dengan Peraturan Daerah, Keputusan Walikota Batam, dan Maklumat yang terbit sebelumnya. Selain itu, ditemukan juga tidak optimalnya upaya menetapkan batas dan penerbitan sertifikat atas tanah bagi masyarakat Kampung Tua.
Bagi Ombudsman, hal tersebut menunjukkan tidak adanya konsistensi dalam melestarikan nilai-nilai sejarah, budaya dan perlindungan masyarakat kampung tua khususnya di Pulau Rempang.
2. Status wilayah, tanah, dan pengolahan lahan
Temuan kedua yang diungkap Ombudsman adalah soal status wilayah, tanah, dan pengelolaan lahan. Maladministrasi terjadi saat belum ditertibkannya sertifikat hak pengelolaan atas nama BP Batam. Sedangkan SK Pemberian Hak Pengelolaannya saat ini masih dalam proses perpanjangan. Menurut Ombudsman, BP Batam berkewajiban menyelesaikan permasalahan tersebut.
3. Penetapan Rempang Eco-City sebagai PSN
Maladministrasi lain terlihat dengan penetapan Rempang Eco-City sebagai bagian Proyek Strategis Nasional (PSN) terjadi dalam waktu relatif singkat, yaitu dari Mei hingga Juli 2023. Waktu yang singkat tersebut menunjukkan bahwa percepatan pengembangan kawasan Rempang Eco-City tidak didukung dengan persiapan yang matang, baik dari regulasi, kebijakan, ketersediaan lahan yang clear and clean maupun kesiapan masyarakat di objek tersebut sehingga muncul penolakan dan konflik.
4. Represifitas aparat
Temuan terakhir yang diungkap Ombudsman adalah soal represifitas aparat. Penanganan aparat terhadap penolakan dan keberatan masyarakat atas pembangunan Rempang Eco-City menimbulkan rasa takut dan tidak aman. Selain itu, tindakan tersebut mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian atau pemerintah secara keseluruhan.
Sementara itu, pemenuhan hak kepada masyarakat terdampak, terdapat Perpres 78 Tahun 2023 sebagai dasar hukum bagi pemberian hak-hak bagi warga terdampak. Akan tetapi Perpres tersebut menyebutkan santunan dan tidak mengatur ganti rugi sehingga tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Sebagai tambahan, Ombudsman juga meminta restorative justice kepada Polri bagi warga Rempang yang berunjuk rasa menolak direlokasi karena memperjuangkan hak mereka . “Kalau kita bicara soal kriminalitas, hukum pidana, mereka sejatinya sedang berusaha memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan mereka untuk tetap bisa tinggal di sana. Namun kemudian, tentu kepolisian juga punya argumentasi kenapa tindakan-tindakannya mengarah kepada penegakan hukum pidana,” kata Johanes seperti dikutip dari Antara.
Ombudsman juga menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN harus bekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang ada dan mengedepankan prinsip non diskriminasi. Ombudsman meminta Pemerintah Kota Batam untuk menindaklanjuti Surat Keputusan Wali Kota Batam Nomor KPTS.105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 tentang penetapan wilayah perkampungan tua di Kota Batam.
Terakhir, Ombudsman meminta BP Batam meminta agar dicarikan solusi terbaik bagi masyarakat yang masih menolak untuk direlokasi imbas Rempang Eco-City. Ombudsman berharap tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas solusi yang dilahirkan nantinya.
ANTARA | RIANI SANUSI PUTRI