Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Keadilan Restoratif untuk Aktivis Karimunjawa

Komnas HAM akan mengirim amicus curiae untuk pejuang lingkungan di Karimunjawa, Daniel Frits. Seharusnya tidak dipidanakan.

10 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komnas HAM akan memberikan opini untuk perkara Daniel Frits.

  • Ada prosedur administrasi yang janggal di tahap penyidikan.

  • Jadwal sidang eksepsi Daniel Frits dimundurkan karena pemilu.

JAKARTA Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberi perhatian dalam permasalahan hukum yang dihadapi aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Komnas HAM berencana mengirim pendapat secara tertulis kepada Pengadilan Negeri Jepara melalui mekanisme amicus curiae.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amicus curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga memberikan pendapat hukum kepada pengadilan. Dalam perkara yang dihadapi Daniel, Komnas HAM akan menjadi pihak ketiga tersebut. Adapun pendapat yang disampaikan Komnas HAM nanti hanya memberikan opini, bukan dalam bentuk perlawanan. “Kami juga menyarankan hakim agar menggunakan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice,” ujar Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, kemarin, 9 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aktivis lingkungan Daniel Frits Maurits Tangkilisan (kiri) dalam kegiatan bersama KAWALI. Dok. KAWALI

Dalil yang digunakan Komnas HAM adalah Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, Komnas HAM akan meminta pengadilan mempertimbangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur pelindungan bagi aktivis atau pejuang lingkungan dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Daniel adalah anggota koalisi Kawali Indonesia Lestari (Kawali) Jawa Tengah. Dia tersandung masalah hukum setelah dilaporkan oleh seorang warga Karimunjawa atas dugaan menyebarkan kebencian dan penghinaan. Laporan itu didasarkan atas pernyataan Daniel di media sosial yang mengkritik keberadaan tambak udang di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Adapun kritik itu dilontarkan Daniel karena menganggap keberadaan tambak udang telah merusak lingkungan pantai Karimunjawa.  

Saat ini status Daniel sudah menjadi terdakwa. Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Jepara, Jawa Tengah, pada 1 Februari lalu. Sidang berikutnya diagendakan pada 13 Februari 2024. Namun karena mendekati Pemilu 2024, agenda persidangan dimundurkan ke 20 Februari 2024.

Muhnur Satyahaprabu, pengacara Daniel, mengatakan timnya sedang mempersiapkan eksepsi untuk persidangan itu. Dalam narasi eksepsi nanti, tim pengacara merujuk pada Pasal 66 UU Nomor 32/2009. Ketentuan itu dikenal juga sebagai anti-strategic lawsuit against public participation (SLAPP).

Menurut Muhnur, Daniel Frits adalah seorang pejuang lingkungan hidup. Semestinya majelis hakim memperhatikan ketentuan tersebut. “Bahwa sangkaan atau dakwaan merupakan upaya membungkam dirinya sebagai pejuang lingkungan,” ujarnya. Adapun Pasal 66 itu berbunyi setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.

Daniel dilaporkan ke Kepolisian Resor Jepara pada 8 Februari 2023 karena membalas komentar sebuah akun di laman Facebook-nya. Komentar itu berada dalam videonya yang diunggah pada 12 November 2022 yang mengabarkan pencemaran di Pantai Cemara, Karimunjawa, Jawa Tengah.

Awalnya, akun bernama Mu’adz berkomentar, “Sayangnya warga Karimunjawa dan Kemujan sendiri kurang kompak menolak tambak, padahal kerusakan akibat tambak sudah nyata.” Di bawahnya ada komentar dari akun lain bernama Rego Kamboya yang mengatakan, “Mungkin masyarakat banyak makan udang gratis pak.”

Daniel kemudian menanggapi, “Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak udang itu kayak ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak, & teratur.”

Lalu Daniel kembali menulis, “Masyarakat yang menikmati tambak seperti udang gratis, masjid, mushalla, lapangan volley dibangun duit petambak, itu persis kayak ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak dan teratur untuk dipangan. Mereka gak sadar sumber pencarian dan diri mereka sendiri sedang dipangan. Deloki akibatnya gak lama lagi.” Komentar tersebut pun tertera dalam surat dakwaan Daniel.

Kepolisian mengklaim sudah mengupayakan penyelesaian lewat mediasi. Namun karena tidak dicapai kesepakatan, kasus ini dilanjutkan ke tahap penyidikan dan sekarang sampai di pengadilan.

Muhnur mempersoalkan administrasi penyidikan di kepolisian. Dia melihat ada kesamaan pada penerbitan surat perintah penyidikan dengan surat ketetapan penetapan tersangka, yaitu tanggal 8 Februari 2023. Padahal tanggal tersebut adalah awal mula laporan masuk ke Polres Jepara. Daniel Frits saat itu memang tidak menempuh upaya praperadilan atas penetapan tersangka. “Karena waktu itu ada upaya untuk dilakukan keadilan restoratif,” kata Muhnur. Upaya itu tidak tercapai karena pelapor memilih proses hukum tetap dilanjutkan.

Aksi teatrikal dari sejumlah lembaga menolak kriminalisasi aktivis lingkungan Daniel Frits di depan Pengadilan Negeri Jepara, Jawa Tengah, 1 Februari 2024. Dok. KAWALI

Tim pengacara Daniel juga akan menyampaikan kepada majelis hakim bahwa ada ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Selain itu, ketentuan perihal Pedoman Kejaksaan Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pedoman Penanganan Tindak Pidana Lingkungan Hidup. “Di mana jaksa harus menghentikan penuntutan jika ternyata tersangka dipidana karena membela lingkungan,” kata Muhnur.

Dalam perkara ini, Daniel didakwa melanggar Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Adapun dakwaan kedua adalah Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pakar linguistik forensik dari Universitas Nasional, Wahyu Wibowo, mengatakan pernyataan Daniel Frits di media sosial memang bisa dianggap mencela atau menghina karena terdapat frasa "otak udang". Namun jika frasa itu disandingkan dengan fakta yang terjadi di Karimunjawa, pernyataan Daniel harus dianggap sebagai kritik. Semestinya, kata Wahyu, perlu ada klarifikasi tentang sikap etis Daniel dalam menggunakan istilah otak udang tersebut. “Jangan tiba-tiba dilaporkan ke polisi, lalu tiba-tiba dijadikan pidana,” katanya.

Pakar linguistik dari Universitas Indonesia, Syahrial, mengatakan pernyataan Daniel Frits yang dipersoalkan itu lebih bersifat umum. Dia tidak secara spesifik menyebut nama atau kelompok masyarakat yang disebut otak udang. “Sehingga komentar ini lebih ke umum,” katanya.

M. FAIZ ZAKI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus