Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik sedang menelisik dugaan keterlibatan atasan tersangka Agus Salim di Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan dalam kasus korupsi lahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran lama. Patgulipat itu merugikan negara sekitar Rp 130 miliar.
“Atasan tersangka sudah kami periksa beberapa kali. Sedang didalami,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yovandi Yazid ketika dihubungi Tempo, Kamis, 4 Agustus 2016. Dia mengaku lupa nama atasan tersangka Agus itu. “Perempuan. Nanti saya cari namanya dulu.”
Atasan Agus tersebut menjabat Ketua Panitia Pemeriksa Tanah A, sedangkan Agus adalah wakilnya. Panitia A bertugas memeriksa fisik dan yuridis lahan yang dicaplok lalu dijual oleh tersangka Muhammad Irfan.
Baca: TERBONGKAR: Penyidik Temukan Aktor Utama Korupsi Lahan DKI
Itu sebabnya, Yovandi meneruskan, penyidik memeriksa tiap jenjang pengurusan sertifikat tanah, apakah ada niat jahat. Diduga kuat lampiran sertifikat direkayasa karena lahan itu jelas milik negara. “Apakah pejabat itu ikut menangani surat yang salah?” ujarnya. “Ketua tim juga banyak menandatangani surat, sehingga itu menjadi pertimbangan.”
Sebelumnya, pada tahap penyelidikan, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan juga memeriksa Adityawarman, mantan Kepala Seksi Pemberian Hak di BPN Jakarta Selatan. Adityawarman dimintai keterangannya karena dia ikut menangani berkas lahan DKI seluas 2.975 meter persegi yang dikorupsi tadi. Kini, Adityawarman ditahan di Kejaksaan Agung sebagai tersangka dalam kasus lain.
Baca: Kasus Korupsi Lahan DKI, Kejaksaan: Ada Pelaku Lain
Panitia Pemeriksa Tanah A BPN Jakarta Selatan bertugas memeriksa fisik dan yuridis lahan seluas 2.975 meter persegi di Jalan Biduri Bulan dan Jalan Alexandri RT 08 RW 01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Sebelumnya, tersangka Muhammad Irfan mengaku sebagai ahli waris tanah itu lalu mengurus surat tanah ke BPN pada 2013.
Setelah berhasil, pada 2014, Irfan menjual lahan itu Rp 36 miliar. Belakangan diketahui lahan lapangan tersebut adalah fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) milik DKI yang didapat pada 1996 dari PT Permata Hijau pada 1996 sebagai kewajiban fasos dan fasum.
Baca: TERBONGKAR: Rp 5 Miliar untuk Sogok Pengurusan Lahan DKI
Menurut penelusuran Kejaksaan, berdasarkan nilai jual obyek pajak (NJOP), di kawasan itu, harga tanah Rp 40-50 juta tiap meter persegi. Maka nilai lahan yang masuk akal sekitar Rp 130 miliar. “Negara dirugikan sebesar itu,” tutur Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Sarjono Turin, Rabu, 3 Agustus.
Yovandi menjelasan, pihak swasta yang membeli lahan itu dari Irfan. Dia menolak menyebut nama si pembeli yang juga dikenal sebagai tuan tanah. Yovandi hanya mengatakan orang itu membeli sebagai pribadi meski memiliki perusahaan. Yovandi juga belum bisa memastikan bahwa si pembeli itu bagian dari kelompok pelaku yang menggangsir aset negara.
JOBPIE SUGIHARTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini