Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen Holywings Indonesia kembali meminta maaf atas promosi miras bagi pemilik nama Muhammad dan Maria. Lewat unggahan di akun Instagram @holywingsindonesia, manajemen menyebut enam stafnya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Jakarta Selatan sebagai oknum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi wilayah Jabodetabek (SINDIKASI Jabodetabek) mengecam sikap manajemen Holywings yang menyebut enam stafnya itu sebagai oknum. Mereka menilai manajemen restoran dan bar itu berusaha cuci tangan dalam kasus tersebut.
"Kami mengecam sikap manajemen bar Holywings yang 'cuci tangan' dalam kasus ini. Menyebut keenam pekerjanya sebagai 'oknum' adalah bukti jika Holywings cuci tangan dan menolak bertanggung jawab,” tulis SINDIKASI Jabodetabek dalam keterangan yang diterima Tempo, pada Selasa, 28 Juni 2022.
Para pekerja tersebut, menurut SINDIKASI Jabodetabek, melakukan tindakannya untuk promosi program perusahaan, bukan untuk kepentingan pribadi. “Maka seharusnya pihak perusahaan ikut bertanggung jawab, bukan malah lepas tangan," ucap mereka.
SINDIKASI Jabodetabek menilai dalam struktur organisasi, khususnya dalam aktivitas kreatif, terdapat sejumlah alur kerja yang dilalui untuk menghasilkan konten.
"Dalam struktur organisasi, apalagi untuk aktivitas kreatif, umumnya berlaku alur kerja sangat ketat dan melalui pengawasan berlapis-lapis. Mulai dari proses brainstorm, planning, eksekusi, hingga evaluasi. Hal ini sama sekali tidak disinggung oleh Hollywings dalam pernyataan mereka," katanya.
Selain itu, SINDIKASI Jabodetabek menilai pihak perusahaan tidak boleh membujuk, menyuruh, atau memaksa para pekerjanya untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Begitu juga pekerja dapat mengajukan permintaan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika diminta untuk melakukan hal yang tak sesuai undang-undang.
"Sesuai UU Cipta Kerja Pasal 154 A ayat 2, pekerja yang diminta melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, boleh mengajukan permintaan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan besaran pesangon sesuai ketentuan UU,"tulisnya.
Adapun perihal tanggung jawab perusahaan, pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya ketika melakukan tindak pidana. Hal itu sudah tercantum pada PP Nomor 35 Tahun 2021.
"Ketentuan mengenai besaran dari bantuan yang dimaksud tertera dalam peraturan tersebut. Sementara, bantuan tersebut diberikan untuk paling lama 6 bulan sejak hari pertama pekerja atau buruh ditahan pihak berwajib," tuturnya.
Dengan munculnya kasus ini, SINDIKASI Jabodetabek meminta agar para pekerja pada industri kreatif untuk berserikat atau bergabung dengan organisasi yang memberikan perlindungan.
"Terpenting, kami menegaskan sudah saatnya para pekerja kreatif untuk berserikat. Kasus ini adalah bukti bahwa kelas pekerja adalah pihak paling rentan di sebuah industri, khususnya industri kreatif.
Atas perhatian rekan media massa, kami sampaikan terima kasih. Mari kita pantau isu ini secara aktif dan positif," tegasnya.
Sementara itu, keenam staf Holywings yang ditetapkan sebagai tersangka terdiri dari direktur kreatif, kepala tim promosi, tim kampanye, tim rumah produksi, desainer grafis, dan admin media sosial. Para staf Holywings ini dijerat Pasal 14 ayat 1 dan 2 serta Pasal 156A KUHP perihal aktivitas kampanye yang disebut penistaan agama.
NIKEN NURCAHYANI
Baca juga: Holywings Bukan yang Pertama, inilah 2 Pencabutan Izin Usaha Lainnya di Jakarta oleh Anies