Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian akhirnya menangkap perempuan pembawa ransel yang nekat menerobos barikade kepolisian dalam demo 22 Mei di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.
Baca: Demo 22 Mei Ricuh, Anies Sebut 6 Orang Meninggal di Rumah Sakit
Perempuan yang mengenakan pakaian, kerudung dan cadar serba hitam itu menyerah pada Rabu malam, 22 Mei 2019 sekitar pukul 23.00 WIB. Negosiasi antara petugas dan perempuan berlangsung alot selama hampir satu jam.
Perempuan yang tak diketahui identitasnya ini datang dari arah Monas ke arah kantor Bawaslu seorang diri dengan menggunakan sepeda motor sekitar pukul 22.00 WIB.
Di perempatan Patung Kuda, petugas Dinas Perhubungan menghalaunya, sebab di sekitar Bawaslu sedang terjadi kericuhan antara pendemo dengan aparat. Karena demo itu, Jalan MH Thamrin ditutup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut seorang saksi mata, perempuan itu justru meninggalkan motornya dan berjalan kaki ke arah Bawaslu. “Tadi sudah dilarang, tapi motornya ditinggal,” kata seorang saksi mata di lokasi.
Petugas kepolisian yang berjaga di perempatan Kebon Sirih awalnya tak menyadari kedatangan perempuan ini. Mereka sedang sibuk membuat barikade menahan puluhan massa yang datang dari dua arah, yakni Hotel Millenium dan Tugu Tani. Massa melempari petugas dengan bom Molotov dan batu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Petugas baru menyadari ketika si perempuan sudah berjalan melewati perempatan Kebon Sirih menuju perempatan Sarinah. “Pak, itu bawa ransel pak, bawa ransel,” kata pria yang mengejarnya sejak dari patung kuda.
Petugas yang sadar kemudian meneriaki si perempuan untuk berhenti. Namun, peringatan itu tak diindahkan. Dia malah duduk di separator busway sambil mengumpat.
Tidak terlalu jelas apa yang diteriakkannya sebab petugas maupun wartawan sama-sama menjaga jarak dengan perempuan itu lantaran khawatir tas yang dibawa berisi bom. Hanya terdengar sayup-sayup ia bicara soal api neraka.
Seorang petugas kepolisian sempat mendekati perempuan dalam jarak sekitar 3 meter untuk bernegosiasi, namun si perempuan emoh menyerah. Dia malah menyeberang ke lajur yang berlawanan dan kembali berjalan mengarah ke perempatan Sarinah. Di sana, puluhan polisi bertameng sedang berjaga di sekitar Bawaslu.
Melihat aksi si ibu, petugas dan wartawan ikut mengejar sambil berteriak kepada barikade kepolisian di dekat Bawaslu untuk bubar. Mereka memperingatkan bahwa si ibu membawa ransel yang dicurigai berisi bom.
Petugas yang berada di barikade Sarinah kemudian menembakkan gas air mata ke arah si perempuan. Lewat pengeras suara polisi meminta wanita itu duduk dan menyerah. Namun dia masih mondar-mandir di depan Gedung Kementerian Koordinator Kemaritiman.
Setelah lebih dari satu jam negosiasi yang alot itu, perempuan berpakaian hitam akhirnya menyerah. Di depan gedung Wisma Mandiri, polisi memintanya melepaskan ransel, jaket hitam dan kerudung untuk memastikan tidak ada bom. Lalu dia diperintah untuk tiarap.
Ransel yang dibawanya ternyata hanya berisi sebuah buku, charger ponsel dan botol air minum. Dari tas juga ditemukan Kartu Tanda Penduduk, dengan nama Dewi Mustika Rini kelahiran 1987. Tertulis dia beralamat di Ulujami, Pesanggarahan, Jakarta Selatan.
Tercantum pula bahwa Dewi bekerja sebagai asisten rumah tangga. Dari jaketnya, kepolisian menemukan sebuah pipa besi. Belum diketahui apakah pipa itu bom atau bukan. Polisi memanggil gegana untuk memeriksa tabung besi tersebut.
Baca: Demo 22 Mei, Sejumlah Karyawan Menghindar dan Pilih Libur
Usai ditangkap, perempuan itu tak berhenti menangis ketika anggota polisi wanita menanyainya. Polisi sempat memberikannya minum untuk meredakan tangis. Sampai saat ini, belum diketahui motif perempuan itu melakukan aksinya di lokasi Demo 22 Mei 2019 di depan Bawaslu.