Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Mengenal RUU MLA RI Swiss yang Disebut Bisa Lacak Aset Koruptor

Selain itu, MLA juga dapat digunakan dalam memberantas kejahatan perpajakan," kata Ketua Pansus RUU MLA RI Swiss Ahmad Sahroni.

15 Juli 2020 | 08.32 WIB

Menteri Hukum dan Hak Aak Asasi Manusia RI Yasonna Hamonongan Laoly menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter di Bernerhof, Bern, Swiss, Senin, 4 Februari. Istimewa
Perbesar
Menteri Hukum dan Hak Aak Asasi Manusia RI Yasonna Hamonongan Laoly menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter di Bernerhof, Bern, Swiss, Senin, 4 Februari. Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-undang Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss. RUU MLA RI Swiss ini disahkan dalam rapat paripurna DPR pada, Selasa, 14 Juli 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik Indonesia - Swiss, Ahmad Sahroni, mengatakan perjanjian ini ditujukan untuk pemberantasan korupsi serta membawa hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Selain itu, MLA juga dapat digunakan dalam memberantas kejahatan perpajakan agar dapat memastikan tidak adanya warga negara atau badan hukum Indonesia yang melakukan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya," kata Sahroni dalam rapat paripurna.

Sahroni mengatakan RUU Perjanjian MLA ini terdiri dari 39 pasal yang antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti, penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengembalian aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan suatu tindak pidana.

Kemudian mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya, termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut, serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan.

Sahroni mengatakan perjanjian ini menyederhanakan prosedur bantuan hukum timbal balik. Khususnya mengurangi persyaratan formal seperti keharusan adanya otentifikasi dan persyaratan rinci untuk meminta bantuan.

Politikus NasDem ini menjelaskan, perjanjian dengan Swiss ini juga mengatur batas kerahasiaan data informasi, dokumen, dan barang yang menjadi bagian dari pelaksanaan kerja sama timbal balik dalam masalah pidana. Setelah ini disahkan, ujar dia, Indonesia harus segera memperbaiki perlindungan data pribadi di wilayah NKRI.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus