Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Suap Izin Hotel Sampai Jauh

Komisi Pemberantasan Korupsi menelisik izin pembangunan sejumlah hotel di Yogyakarta. Berkaitan dengan korupsi mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti.

18 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK meneusuri asal-usul izin gedung empat lantai di Jalan Gayam, Yogyakarta.

  • Ada uang mengalir ke pejabat Pemerintah Kota Yogyakarta.

  • Ada 50 IMB lain yang diduga bermasalah.

DI Jalan Gayam Gondokusuman, Yogyakarta, ada bangunan empat lantai yang belum sempurna. Beberapa orang terlihat sedang bekerja kendati para penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menelisik dugaan pelanggaran izin mendirikan bangunan (IMB) proyek itu yang menyeret Wali Kota Yogyakarta 2012-2022 Haryadi Suyuti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah penyidik KPK menangkap Haryadi pada Kamis, 2 Juni lalu, atau sepekan setelah ia lengser memimpin Yogyakarta selama dua periode. KPK menduga ada sejumlah suap Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti atas penerbitan izin beberapa proyek pembangunan di masa ia menjabat. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu penelisikan KPK adalah penerbitan IMB bangunan empat lantai di Jalan Gayam itu. “Beberapa hari lalu KPK meminta dokumen izin proyeknya,” kata Sumadi, penjabat Wali Kota Yogyakarta, pada Rabu, 14 September lalu.

Dalam dokumen IMB tertera bahwa gedung tersebut hendak dijadikan permondokan. Namun pemiliknya diduga mengubah desain menjadi hotel. Sumadi mengatakan IMB untuk permondokan itu terbit pada 31 Mei 2021. Pengelola mengajukan permohonan perubahan IMB permondokan menjadi hotel pada Februari lalu.

Pemerintah Yogyakarta menolak permohonan perubahan IMB karena pemiliknya tak melengkapi permohonannya dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal, analisis lalu lintas, dan keamanan. Apalagi bangunan permondokan seluas 1.223 meter persegi ini tak punya lahan parkir yang cukup. Meski begitu, pemilik permondokan kembali memohon perubahan izin. “Tetap ditolak,” kata Sumadi. Penolakan permintaan izin membuat pembangunan permondokan tersendat.

Selain syarat amdal, Pemerintah Kota Yogyakarta menghentikan pembangunan hotel baru sejak 2014. Penghentian pemberian izin hotel baru dilakukan karena lahan makin sempit hingga kemacetan menjadi pemandangan sehari-hari di Kota Gudeg. Namun empat tahun kemudian moratorium direvisi. Pemerintah kota hanya menerbitkan IMB untuk hotel bintang empat dan lima dengan syarat ketat. Izin untuk hotel bintang ini yang membuat pemilik permondokan di Jalan Gayam tersebut menaikkan statusnya menjadi hotel.

KPK menelisik pembangunan permondokan tersebut karena indikasi permainan IMB. Wali Kota Haryadi diduga menerima besel karena memberikan izin pembangunan Apartemen Royal Kedaton yang melanggar aturannya sendiri. Meski mengizinkan pembangunan hotel bintang empat dan lima baru, tinggi bangunan hotel maksimal 32 meter. Tinggi Apartemen Royal Kedaton adalah 40 meter. 

KPK menduga Haryadi menerima suap penerbitan IMB dari pemilik apartemen sekitar Rp 50 juta dan US$ 27.258 atau setara dengan Rp 380 juta. Ia ditangkap bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nurwidi. “Uang itu untuk memuluskan penerbitan IMB,” ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan penyidik tengah mengembangkan penelisikan pada semua penerbitan IMB di masa Haryadi memimpin Yogyakarta. “Mungkin ada suap sebelumnya. Mungkin juga ada gratifikasi, pemerasan, atau tindakan melawan hukum lain,” tutur Ghufron di Yogyakarta pada Juni lalu.

Bangunan empat lantai di Jalan Gayam Gondokusuman itu milik Intan Hadidja. Ia istri mantan Kepala Kepolisian Daerah Banten 2019-2020, Agung Sabar Santoso. Proyek pembangunannya dimulai pada September 2019 dengan biaya Rp 12 miliar. 

Untuk menjalankan proyek permondokan, Intan menggandeng PT Trisna Karya. Direktur Cabang PT Trisna Karya, Jaga Muda Hitam, mengaku menyetor uang Rp 35 juta untuk memuluskan penerbitan IMB. Ia menyerahkan uang tersebut kepada Nurwidi Hartana pada awal pembangunan gedung.

Tempo mendapatkan foto yang merekam dugaan penyerahan uang itu. Uang diselipkan ke amplop plastik berwarna biru. Nurwidi yang mengenakan kemeja lengan panjang merah marun terlihat tengah memegang telepon seluler. Jaga Muda mengklaim penyerahan uang tersebut atas sepengetahuan Intan Hadidja. “Bu Intan tahu. Saya bilang biar cepat IMB keluar, saya kasih uang untuk Pak Nurwidi,” ujarnya.

Walikota Yogyakarta periode 2012-2016 dan 2017-2022, Haryadi Suyuti, menjalani pemeriksaan, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 30 Agustus 2022/TEMPO/Imam Sukamto

Di tengah pengerjaan proyek, Intan bersengketa dengan Jaga. Proyek pembangunan gedung dianggap tak sesuai dengan spesifikasi. Intan kemudian menghentikan kerja sama. Intan menggandeng kontraktor lain guna melanjutkan proyek permondokan itu. Setelah berganti kontraktor, Intan Hadidja diduga mengajukan dua kali perubahan IMB.

Selama menjalin kerja sama dengan Jaga Muda Hitam, Intan selalu membayar dengan uang tunai berbentuk rupiah dan dolar Singapura. Ada sembilan kuitansi untuk pembayaran pembangunan awal selama Oktober 2019-September 2020. Di antaranya pembayaran Rp 993 juta sebagai uang muka pada 31 Oktober 2019 dan beberapa pembayaran lain senilai Sin$ 100 ribu pada 2020.

Untuk menukarkan uang, Intan meminta Jaga menggunakan gerai jasa penukaran uang langganannya di Jakarta. Jaga mengatakan semua uang yang diserahkan diambil dari brankas pribadi di rumah Intan. “Semuanya cash, tak pernah transfer,” tutur Jaga. 

Sengketa antara Intan dan Jaga berlanjut ke Kepolisian Daerah Yogyakarta. Intan melaporkannya dengan tuduhan penipuan dan penggelapan pada tahun lalu. Ia mengklaim rugi Rp 1,1 miliar akibat pembangunan yang tak sesuai dengan perencanaan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Yogyakarta Komisaris Besar Yulianto mengatakan polisi sudah memeriksa 12 saksi. Pemeriksaan sudah memasuki tahap penyidikan karena petugas menemukan unsur pidana dalam kasus itu. Polisi, Yulianto menambahkan, masih perlu memeriksa beberapa saksi lagi sebelum menaikkan status Jaga sebagai tersangka. “Kami targetkan secepatnya. Masih ada saksi yang belum bisa diperiksa,” ujarnya.

Pengacara Jaga, Aprilia Supaliyanto, membantah jika kliennya disebut tidak mengerjakan proyek sesuai dengan spesifikasi dan kesepakatan. Dia justru mempertanyakan motif Intan Hadidja yang tiba-tiba melaporkan kliennya ke polisi. Apalagi proses penyelidikan berlangsung kilat. “Ada proses pemanggilan saksi dan sangat cepat,” katanya.

Tempo berupaya mengontak Agung Sabar Santoso. Purnawirawan polisi berpangkat terakhir inspektur jenderal ini tak merespons panggilan dan pesan yang dikirimkan hingga Jumat, 16 September lalu. Rumah Intan dan Agung di Jalan Palagan, Sleman, kosong saat didatangi. Surat permohonan wawancara juga dikirim ke alamat Intan dan Agung di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan. “Nanti surat saya sampaikan,” tutur Anto, laki-laki penjaga rumah.

Intan dan Agung Sabar dikenal memiliki banyak properti dan bisnis. Intan juga tengah menjalankan usaha restoran dan bar di Jalan Pakem-Turi, Kabupaten Sleman. Di restoran yang baru berdiri setahun yang lalu itu ada kolam renang yang dikelilingi pasir putih dan kelapa, mirip dengan suasana di pantai. Bahkan ada papan selancar yang diletakkan di pinggir kolam.

Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sumadi, mengaku tak tahu siapa pemilik bangunan di Jalan Gayam. Ia berjanji akan bekerja sama dengan KPK mengungkap penyimpangan semua penerbitan IMB di kotanya. Ia memperkirakan ada 50 izin hotel yang bermasalah selama Wali Kota Haryadi menjabat. Sumadi mengatakan akan membekukan proyek permondokan Intan Hadidja jika gedung tersebut berubah menjadi hotel. “Pokoknya permondokan tidak boleh berubah jadi hotel,” katanya.

SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), RIKY FERDIANTO, HADI MULYANA (JAKARTA)

Catatan:
Pada Sabtu, 24 September 2022, kalimat di paragraf ke-5 direvisi menjadi “Apalagi bangunan permondokan seluas 1.223 meter persegi ini...”.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus