Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Musim Copot <font color=#CC0000>di Kejaksaan</font>

Dua jaksa dicopot karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara Gayus. Tapi, soal siapa menerima duit, Kejaksaan belum menemukan titik terang.

12 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA jaksa dari Pengawasan Internal Kejaksaan Agung itu tiba di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Dikawal dua petugas keamanan, Rabu pekan lalu, ketiganya bergegas naik ke lantai tiga. Di sana telah menunggu sejumlah anggota staf Direktorat Riset dan Direktorat Hukum PPATK. "Kami diminta menelusuri aliran dana ke rekening jaksa yang menangani kasus Gayus," kata Kepala PPATK Yunus Husein kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Tapi bukan hanya itu yang diminta. Kepada Yunus, para jaksa juga mempertanyakan perihal duit Rp 28 miliar yang keluar dari rekening Gayus. Mereka meminta dokumen aliran duit itu setelah polisi mencabut pemblokiran rekening pegawai golongan III Direktorat Pajak tersebut pada 26 November 2009.

Pekan-pekan ini satuan pengawasan Kejaksaan memang tengah mengumpulkan bukti soal tuduhan jaksa mendapat "setoran" dari Gayus. Menurut Jaksa Agung Muda Pengawasan Hamzah Tadja, pihaknya mengendus dugaan adanya setoran itu dari penyidikan polisi dan hasil eksaminasi Kejaksaan. "Tapi kami belum mengetahui siapa jaksa itu," ujar Hamzah.

Adalah mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Susno Duadji yang pertama kali menuding jaksa ikut terlibat memainkan kasus rekening jumbo Gayus ini. Susno menyebut indikasinya: duit Rp 28 miliar itu tak ada dalam dakwaan dan Gayus divonis bebas. Kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, belakangan, Gayus memang mengaku telah mengguyur jaksa Rp 5 miliar agar dia divonis tak bersalah.

Tudingan yang disemburkan Susno itu rupanya membuat merah kuping Jaksa Agung Hendarman Supandji. Beberapa hari setelah Susno menyatakan kecurigaannya itu, Hendarman membentuk tim eksaminasi untuk meneliti ada-tidaknya kejanggalan dalam berkas perkara Gayus. Setelah satu pekan bekerja, tim yang dipimpin Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Suroso itu memang menemukan sejumlah kejanggalan dalam berkas Gayus. Ini yang membuat hakim lantas memutus Gayus bebas.

Kejanggalan itu antara lain jaksa mendakwa Gayus hanya dengan dakwaan alternatif. Padahal, untuk kasus pencucian uang, sesuai dengan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum 2004, dakwaan harus dibuat kumulatif. "Jaksa juga tak menyinggung soal penyerahan uang US$ 2,8 juta dari Andi Kosasih ke Gayus," kata Suroso. Jaksa juga tidak memakai pasal korupsi untuk mendakwa perbuatan Gayus. Alhasil, menurut jaksa eksaminasi, ada perbuatan tercela, yakni dugaan menerima suap, dalam penanganan perkara ini.

Untuk menelisik temuan tim eksaminasi itu, awal April lalu, Hamzah membentuk sebuah tim yang diketuai Inspektur Pidana Khusus Perdata dan Tata Usaha Negara Sultan Burhanuddin. Setelah memeriksa 13 jaksa yang menangani kasus Gayus, "tim Burhanuddin" akhirnya mengambil kesimpulan memang ada kesengajaan dalam penyusunan dakwaan dan tuntutan yang menguntungkan Gayus.

Hendarman sendiri langsung menindaklanjuti kesimpulan ini. Kamis pekan lalu, ia mencopot jabatan dua jaksa yang dianggap paling bertanggung jawab dalam penanganan kasus Gayus: Poltak Manullang dan Cirus Sinaga. Poltak dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, sedangkan Cirus dari posisinya sebagai Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Saat perkara Gayus bergulir, Poltak menjabat Direktur Pra-Penuntutan, sementara Cirus koordinator jaksa peneliti dan penuntut umum perkara Gayus. "Tapi status keduanya tetap jaksa," kata Hamzah.

Cirus adalah jaksa senior yang kerap ditunjuk menangani perkara pidana yang melibatkan orang terkenal. Kasus itu antara lain pembunuhan aktivis Munir dengan terdakwa bekas Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Pr. dan pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar. Dalam kasus pembunuhan Munir, Cirus mendapat kritik pedas dari para aktivis hak asasi manusia karena dinilai "lembek" dalam menuntut Muchdi. Jaksa saat itu menuntut Muchdi dengan hukuman 15 tahun penjara. Muchdi sendiri belakangan divonis bebas oleh pengadilan.

Tim yang terdiri atas enam jaksa pengawas tersebut tengah "menggali" peran jaksa lain dalam kasus Gayus ini. Tim misalnya telah menetapkan tiga jaksa peneliti lain sebagai "terlapor". Mereka adalah Fadil Regan, Ika Safitri, dan Eka Kurnia. Status yang sama sudah dikenakan pada Nasran Aziz, penuntut umum perkara Gayus di Kejaksaan Negeri Tangerang. "Siapa pun yang bersalah akan dihukum," kata Hamzah.

Menurut sumber Tempo di kejaksaan, "arsitek" utama yang "mengutak-atik" perkara Gayus di kejaksaan adalah Cirus. Cirus bahkan "menjemput" sendiri surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) ke penyidik Kepolisian. Soal pengambilan ini dibenarkan Hamzah. Menurut Hamzah, surat itu langsung diserahkan ke Poltak di ruangannya. "Ini melanggar prosedur, seharusnya ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dulu," ujarnya.

Peran kedua dipegang Poltak Manullang. Sang sumber mengatakan Poltaklah yang menunjuk Cirus sebagai koordinator jaksa peneliti dan penuntut umum. Sebagai koordinator, Ciruslah yang lantas aktif berhubungan dengan Poltak. "Keduanya yang mengendalikan perkara di tingkat prapenuntutan," katanya. Hamzah mengakui penunjukan Cirus oleh Poltak tidak lazim. "Itu melanggar ketentuan." Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umumlah yang semestinya menunjuk jaksa peneliti.

Menurut sumber Tempo di Bagian Pengawasan Kejaksaan, surat dakwaan terhadap Gayus dibuat Poltak dan tim jaksa peneliti. "Tim Poltak-Cirus" ini tak melibatkan rekan mereka, para jaksa dari Kejaksaan Negeri Tangerang. "Padahal, sebagai locus delicti perkara itu, harusnya para jaksa di Tangerang itu dilibatkan," ujarnya. Soal penyusunan dakwaan itu hanya dibuat para jaksa di Kejaksaan Agung dibenarkan Nasran Aziz, jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Tangerang. "Semuanya dikendalikan pusat," katanya.

Bukan hanya dakwaan, saksi-saksi yang diajukan ke persidangan pun diatur pusat. "Kami hanya menyediakan tempat. Yang menangani jaksa pusat," kata Suyono, Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang saat itu. Suyono kini telah dipindahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

Sejak kasus Gayus mencuat, Cirus seperti menghilang. Telepon selulernya mati. Cirus baru muncul Senin pekan lalu saat dipanggil tim pengawasan internal. Ketika ditanya perihal tuduhan bahwa dia bermain mata dalam perkara Gayus ini, Cirus mendelik. "Ngapain ganggu saya? Saya mau kerja," katanya. Poltak juga kini sulit dihubungi. Saat Tempo mendatangi kantornya, Kejaksaan Tinggi Maluku, di sana yang ada hanya wakilnya, Herman Koedoeboen. "Sudah beberapa hari dia di Jakarta," kata Herman.

Berbeda dengan dakwaan yang memang terbukti dibuat tak cermat, soal adanya suap ke jaksa ini tampaknya bukan perkara mudah untuk dibuktikan. Menurut sumber Tempo, PPATK sendiri hingga sekarang belum menemukan aliran duit dari rekening Gayus ke jaksa. "Mereka tak bodoh, pasti tidak akan lewat rekening," ujar sumber Tempo di PPATK.

Hamzah Tadja mengakui pihaknya tak memiliki amunisi untuk membuktikan adanya suap itu. Menurut seorang jaksa, Kejaksaan hanya memiliki rekaman pengakuan Gayus kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum bahwa dia telah "mengguyur" jaksa dengan duit Rp 5 miliar itu. Kepada Satuan Tugas, Gayus mengaku duit tersebut diserahkan oleh pengacaranya, Haposan Hutagalung.

Tapi pengakuan Gayus ini dianggap sulit dijadikan alat bukti. "Kecuali kalau Haposan juga mengakuinya," ujar jaksa tersebut. Haposan telah membantah memberikan duit kepada jaksa untuk membebaskan Gayus.

Selasa pekan lalu, tim pengawas Kejaksaan Agung sebenarnya sudah mengagendakan pemeriksaan Gayus dan Haposan. Tapi pemeriksaan itu batal lantaran keduanya masih diperiksa polisi.

Dengan bahan di tangan seperti ini, jika benar berniat ingin membongkar borok di wajahnya sendiri, Kejaksaan tampaknya memang harus bekerja ekstrakeras. Tanpa itu, publik, untuk kesekian kalinya, mesti bersiap kembali kecewa.

Anton Aprianto, Danang Wibowo, Ayu Cipta (Tangerang), Mochtar Touwe (Maluku)


Noda Pak Jaksa

SEJUMLAH kejanggalan ditemukan dalam perkara Gayus Halomoan P. Tambunan. Tak hanya membuat dakwaan yang lemah, jaksa juga diduga telah "bermain mata" untuk membebaskan pegawai pajak itu dari jerat hukuman. Inilah sejumlah penyelewengan yang dilakukan oleh tim jaksa pemegang kasus Gayus yang ditemukan tim pengawas internal Kejaksaan Agung.

SUDAH DIBERI SANKSI PENCOPOTAN

  • Poltak Manullang, mantan Direktur Prapenuntutan Kejaksaan Agung
    dicopot sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku

  • Cirus Sinaga, koordinator jaksa peneliti sekaligus jaksa penuntut umum
    dicopot sebagai Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah

    TUDUHAN

  • Jaksa sengaja tidak cermat menangani perkara Gayus.
    melanggar kode etik profesi

  • Jaksa diduga menerima suap.
    masih diselidiki tim internal

    PELANGGARAN YANG DILAKUKAN
    Tingkat Prapenuntutan

    • Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) diambil langsung dari polisi.
    • Tidak melaporkan dugaan korupsi ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
    • Tidak mendalami kejanggalan duit Rp 24,6 miliar di rekening Gayus, akibatnya blokir dibuka.
    • Dakwaan hanya berfokus di duit Rp 370 juta.
    • Dakwaan tidak menyinggung penyerahan duit US$ 2,81 juta dari Andi Kosasih ke Gayus (padahal di berkas polisi ada).
    • Dakwaan tidak menyinggung penyerahan duit Rp 25 juta dari konsultan pajak Robertus Santonius (padahal di berkas polisi ada).
    • Gayus tidak ditahan (padahal tergolong kasus besar).
    • Dakwaan dibuat alternatif, bukan kumulatif.

    Tingkat Penuntutan

    • Saksi yang dihadirkan tak menguatkan tuduhan.
    • Tidak melaporkan rencana penuntutan ke Jaksa Agung.
    • Tuntutan dibuat rendah.

    MASIH DIPERIKSA PERANNYA

    • Fadil Regan, Ika Safitri, dan Eka Kurnia (anggota jaksa peneliti dan penuntut umum)
    • Nasran Aziz, penuntut umum di Kejaksaan Negeri Tangerang
    • Suyono, mantan Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang (kini Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan)
    • Pohan Lasphy, Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung
    • Irfan Jaya, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang
    • Mangiring, Kepala Subdirektorat Ketertiban Umum Kejaksaan Agung
    • Dita Pratiwi Ningsih, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Banten
    • Novarida, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Banten
    • Rohayati, Kepala Subdirektorat Prapenuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Kejaksaan Agung

    PIHAK LUAR YANG AKAN DIPERIKSA:

    • Gayus Halomoan P. Tambunan
    • Haposan Hutagalung, pengacara Gayus
    • Penyidik Mabes Polri

    TEKS: ANTON A | FOTO: TEMPO/ADRI IRIANTO
    SUMBER: WAWANCARA DAN HASIL PEMERIKSAAN KEJAKSAAN AGUNG

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus