Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELUM jelas duduk perkaranya: apakah Chairullah benar mencuri
celana atau hanya kesalahpahaman. Namun, lelaki cacat --
jalannya pincang, matanya jereng, tangannya terus-terusan
gemetar dan bicaranya gagap -- keburu meninggal dunia. Anak
yatim piatu usia 13 tahun itu, dianiaya tiga pemuda tanggung:
Udin, Erwin, dan Taufik. Pekan lalu, KepolisianJakarta Pusat
berhasil membekuk Erwin dan Taufik. Udin masih buron.
Kejadiannya 25 Juli lalu. Menurut pengakuan Erwin kepada polisi
Chairullah telah mencuri celana jinnya. Bersama Udin dan Taufik,
mereka bermaksud mengusut anak itu. Udin disuruh memanggil
Chairullah. Anak ini dinaikkan ke sebuah bajaj dan diajak
mutar-mutar. Tetapi menurut seorang saksi mata, pemilik kios di
Jalan Salemba, ketiga pemuda itu sempat membeli minuman keras
dan memaksa Chairullah meneguknya. Tak ada yang curiga, karena
ketiga pemuda itu bertetangga dengan Chairullah.
Sabtu dinihari, dalam keadaan pingsan dan kedua tangan terikat,
Chairullah diserahkan Erwin dan Taufik ke rumah Bu Mumun. Anak
ini dibopong naik sepeda motor. "Bu anaknya pingsan, dikasih
makan saja sudah baik lagi," kata Erwin, seperti ditirukan Bu
Mumun kemudian. Tentu saja perempuan tua yang mengasuh anak itu
jadi kaget. "Ibu menjerit-jerit melihatnya. Tubuh anak itu penuh
darah," kata Bu Mumun.
Di sekujur badan Chairullah, menurut cerita Bu Mumun, penuh
luka. Di kepalanya ada bekas seperti kena pukul benda keras.
Pada biji mata kanannya tampak seperti bekas tusukan. Bagian
dadanya terlihat goresan menyilang dengan luka lebih dalam.
Bekas sulutan rokok merata -- dari muka, dada, perut, kaki
bahkan sampai ke alat vital.
Esok harinya, Minggu sore, Chairullah meninggal dunia di RSCM.
Ia dikuburkan atas biaya masyarakat. Erwin dalam pemeriksaan
sementara mengaku telah menyiksa anak itu. Namun ia tetap
menuduh, anak itu telah mencuri celananya. Benarkah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo