Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Henry Yosodiningrat, mengeluarkan surat perintah penyelidikan yang ditandatangi oleh Ferdy Sambo dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 1 Desember 2022. Jaksa meragukan keaslian dokumen tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Henry mengeluarkan surat perintah yang diterima kedua kliennya itu untuk menyanggah keterangan Wakil Kepala Detasemen (Wakaden) C Biro Pengamanan Internal (Paminal) AKBP Radite Hernawa yang menjadi saksi. Radite dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menyatakan bahwa tindakan Hendra dan Agus menghilangkan barang bukti pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menyalahi Peraturan Kapolri dan Peraturan Kepala Divisi Propam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Di halaman 17 (BAP) kamu menerangkan tindakan HK (Hendra Kurniawan) dan ANP (Agus Nurpatria) tidak sesuai dengan peraturan Kapolri dan Perkadiv dalam menangani kasus ini. Penjelasan mana yang membuat saudara sampai pada kesimpulan bahwa perbuatan itu tidak sesuai dengan tugas pokok dan perbuatannya tidak sesuai Perkap dan Perkadiv,” tanya Henry.
Radite menjawab bahwa aturan soal penyelidikan itu tertuang dalam Perkap Nomor 6 tahun 2019 dan Perkadiv Propam Nomor 1 tahun 2015 tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan Pengamanan Internal di Lingkungan Polri.
Henry mengeluarkan surat perintah dari Ferdy Sambo kepada Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria
Henry menilai keterangan Radite yang menyimpulkan Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria tidak sesuai prosedur hanya berdasarkan keterangan penyidik. Lantas dia menampilkan dokumen surat perintah yang ditandatangani oleh Ferdy Sambo tersebut.
Dalam dokumen itu tertulis Hendra dan Agus mendapatkan perintah untuk menyelidiki kasus kematian Brigadir Yosua berdasarkan surat hasil koordinasi antara Divisi Propam Polri dengan Polda Metro Jaya.
Radite kaget karena surat itu tak pernah diperlihatkan kepada dirinya. Dia menyatakan, dalam pemeriksaan, Hendra dan Agus juga tak pernah menunjukkan adanya surat itu.
Selanjutnya, hakim mencecar saksi
Henry Yosodiningrat kemudian memperlihatkan surat itu kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umun. Hakim Ketua Ahmad Suhel pun bertanya kepada Radite soal keberadaan surat tersebut.
"Pernah diperlihatkan?" tanya Ahmad Suhel.
"Tidak," ungkap Radite.
"Kalau dilibatkan, pendapat saudara bakal beda?" tanya Ahmad Suhel lagi.
"Berbeda," jawab Radite.
Mendengar jawaban itu, Hakim lantas mencecar soal kinerja dari Radite yang ternyata, persoalan dokumen yang bisa luput dari tugasnya selaku Wakil Kepala Detasemen C Biro Paminal Divisi Propam Polri.
"Persoalannya begini, saudara ini ketika diperiksa dalam BAP, apakah saudara ini diceritakan atau saudara mencari tahu?" tanya hakim.
"Kami diberikan penjelasan," jawab Radite.
"Saudara hanya menjadi orang yang diam saja dan tidak melihat keterkaitan dengan penjelasan tadi, atau saudara menelisik penjelasan itu dari mana?" tanya hakim lagi.
"Tidak (tidak menelisik penjelasan penyidik)" singkat Radite.
Jaksa meragukan surat yang ditunjukkan kuasa hukum Hendra dan Agus
Jaksa penuntut umum meragukan keaslian surat perintah (sprin) penyelidikan kematian Brigadir Yosua yang disampaikan Henry Yosodiningrat dan tim penasihat hukum terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nur Patria. Mereka mempertanyakan waktu penerbitan surat itu karena bertepatan dengan hari kematian Brigadir Yosua, 8 Juli 2022.
“Kami penuntut umum agak meragukan surat perintah yang diperlihatkan oleh penasihat hukum terdakwa,” kata jaksa.
Jaksa pun kemudian menanyakan soal jam kerja di Biro Paminal Polri. Sebab, pembunuhan Brigadir Yosua disebut terjadi pada sekitar pukul 17.00 WIB.
“Bukan mengenai suratnya, tetapi mengenai kebiasaan jam kerja surat-menyurat itu yang kami tanyakan saksi ini di Biro Paminal menyangkut surat menyurat, jam kerja sampai jam berapa. Karena surat tadi 8 juli, sementara kejadian 8 juli di BAP terdakwa HK itu dia jam 17.00. Jam kerja di Biro Paminal itu jam berapa terkait surat menyurat?” tanya jaksa ke saksi.
“Kalau surat-menyurat sesuai ketentuan jam 7 sampai jam 3 (sore),” jawab Radite.
Namun Radite mengatakan surat perintah penyelidikan bisa diterbitkan situasional sesuai dengan atensi Kepala Divisi Propam Polri. Ia menjelaskan terkait jam operasional hanya menyangkut teknis pelayanan.
Dalam tangggapannya, Hendra Kurniawan mengatakan jam operasional staf Biro Paminal memang hanya sampai pukul 15.00 WIB. Namun setelahnya, tanggung jawab operasional Paminal dipegang bersama.
“Tidak melihat waktu. Untuk surat itu langsung dan itu sifatnya langsung ke pimpinan, dari Kadiv Propam langsung,” kata Hendra.
Selanjutnya, hakim memutuskan surat itu masih harus dikonfirmasi
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Suhel mengatakan surat perintah penyelidikan itu tidak serta merta menjadi acuan dalam sidang dan masuk sebagai barang bukti. Pasalnya, masih diperlukan konfirmasi.
“Itu tidak ditanyakan ke dia (Saksi/Wakaden C Biro Paminal Divisi Propam Ajun Komisaris Besar Radite Hernawa) tidak serta merta kematian itu sudah betul atau tidak. Nanti yang menandatangani itu jika menjadi saksi di sini akan kita tanyakan,” kata Ahmad Suhel.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan dua dari tujuh tersangka kasus penghalangan penyidikan kematian Brigadir Yosua. Keduanya dianggap berperan dalam penghilangan barang bukti berupa rekaman kamera keamanan atau CCTV (Closed Circuit Television) di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tig yang menjadi lokasi pembunuhan Yosua. Lima terdakwa lainnya adalah Ferdy Sambo, Baiquni Wibowo, Arif Rahman Arifin, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto.