Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Polemik Nama SBY dalam Kasus E-KTP Meruncing, Setelah....

SBY menduga ada rekayasa yang melatarbelakangi penyebutan namanya di kasus e-KTP.

7 Februari 2018 | 07.25 WIB

Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono saat tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, 6 Februari 2018. SBY didampingi  Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan. TEMPO/Ilham Fikri
Perbesar
Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono saat tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, 6 Februari 2018. SBY didampingi Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan. TEMPO/Ilham Fikri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Polemik mencuatnya nama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam persidangan perkara dugaan korupsi proyek e-KTP, dengan terdakwa Setya Novanto, meruncing. Selasa, 6 Februari 2018, SBY menggelar jumpa pers untuk menepis keterangan saksi yang menyebutnya sejak awal telah mengetahui bahwa proyek dengan anggaran Rp 5,84 triliun tersebut bermasalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Tidak pernah ada yang melapor bahwa ada masalah serius terhadap pengadaan KTP elektronik sehingga harus dihentikan,” kata SBY di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Selasa, 6 Februari 2018.

Baca: Kata SBY, Percakapan Mirwan Amir dan Firman Wijaya Penuh Rekayasa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adalah Mirwan Amir, mantan Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009–2014 yang menyebut nama SBY. Mirwan yang juga menjabat Wakil Bendahara Umum II Partai Demokrat di era kepemimpinan Anas Urbaningrum itu mengaku pernah menyampaikan kepada SBY agar proyek e-KTP tak dilanjutkan karena bermasalah. “Kebetulan ada acara Cikeas, kami bicara sekilas saja,” kata Mirwan dalam persidangan Setya Novanto, Senin, 29 Januari 2018.

Menurut Mirwan, kabar ihwal adanya masalah dalam proyek e-KTP diperolehnya dari Yusnan Solihin, saksi di perkara ini. Dalam persidangan sebelumnya, Yusnan disebut jaksa pernah beberapa kali bertemu dengan Andi Narogong, terpidana 8 tahun karena terbukti dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini. Sebagai pengusaha, Yusnan juga pernah berkarier di PT Sucofindo (Persero), anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang memenangi tender e-KTP.

Mendengar keterangan tersebut, pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, pun kembali bertanya kepada Mirwan tentang tanggapan SBY. “Tanggapan SBY ini menuju pilkada bahwa proyek ini harus diteruskan,” kata Mirwan. Dia menyatakan tak memiliki kuasa untuk menghentikan proyek. “Paling tidak sudah disampaikan.”

Baca: Sindir Setya Novanto, SBY: Air Susu Dibalas Air Tuba

Kesaksian Mirwan membuat Partai Demokrat naik pitam. Senin, 5 Februari 2018, Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat melaporkan Firman Wijaya ke Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dengan dugaan pelanggaran kode etik. Selasa, 6 Februari 2018, sekitar 16.45, SBY didampingi istri dan sejumlah pengurus Partai Demokrat mendatangi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk melaporkan Firman.

SBY menduga ada rekayasa yang melatarbelakangi penyebutan namanya di kasus e-KTP. Dia menilai percakapan Firman dan Mirwan di persidangan di luar konteks perkara. “Tidak nyambung. Menurut saya, penuh dengan nuansa set up, rekayasa,” ujar dia. Dia juga mempersoalkan pernyataan Firman kepada awak media yang secara langsung maupun tak langsung mengarahkan tudingan kepada dirinya sebagai aktor di balik megakorupsi e-KTP.

Firman menolak jika tindakannya dianggap sebagai pencemaran nama SBY. Menurut dia, pengacara memiliki hak untuk menguji keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum di persidangan.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, meragukan adanya pelanggaran pidana yang dilakukan Firman Wijaya. Menurut dia, Selasa, 30 Januari 2018, proses tanya-jawab dengan saksi di persidangan dilakukan dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai seorang advokat. “Karenanya tidak dapat dituntut secara pidana dan digugat secara perdata,” kata Indriyanto.

Selepas Mirwan Amir bersaksi, juru bicara KPK, Febri Diansyah, menuturkan lembaganya lewat jaksa penuntut umum akan memantau setiap rincian proses persidangan. Menurut dia, pada dasarnya persidangan digelar untuk membuktikan perbuatan terdakwa, yakni Setya Novanto. “Namun, jika ada fakta-fakta persidangan yang muncul, tentu saja kami perlu mempelajari terlebih dulu,” kata Febri waktu itu.

ZARA AMELIA | SIDDIQ | LANI DIANA | ANTARA

Agoeng Wijaya

Berkarier di Tempo sejak awal 2006, ia banyak mendalami isu ekonomi-politik, termasuk soal tata kelola sumber daya alam. Redaktur Pelaksana Desk Sains dan Lingkungan ini juga aktif dalam sejumlah kolaborasi investigasi global di sektor keuangan dan perpajakan. Alumnus Universitas Padjajaran.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus