Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi masih menyelidiki kasus dugaan korupsi dalam proyek reklamasi di Teluk Jakarta dan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya menemukan kejanggalan dalam penetapan nilai jual obyek pajak (NJOP) Pulau C dan D.
"Ada selisih di antara NJOP dengan fakta di lapangan berkaitan dengan harga tanah itu," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono di kantor Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Kamis, 9 November 2017. Namun, Argo belum menjelaskan berapa besaran selisih tersebut.
Baca: Kasus Reklamasi, Alasan Polisi Tunda Pemeriksaan Pejabat Pajak
Kejanggalan itu ditemukan pihak penyidik setelah memeriksa tiga pejabat Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta. Ketiganya adalah Kepala Bidang Peraturan BPRD Joko, Kepala Bidang Perencanaan BPRD Yuandi Bayak Miko, dan staf BPRD Penjaringan, Andri. Mereka diperiksa pada Rabu, 8 November 2017.
NJOP Pulau C dan D ditetapkan senilai Rp 3,1 juta per meter persegi. Penetapan NJOP itu berdasarkan kajian independen Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). NJOP Pulau C dan D itu kemudian diterbitkan dalam surat keputusan (SK) pada 23 Agustus 2017 oleh BPRD DKI Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Janji Anies-Sandi Terkait Kepulauan Seribu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, NJOP Pulau C dan D sebelumnya diasumsikan akan mencapai Rp 25 juta dengan menggunakan rumus dividen. Atas jumlah NJOP yang jauh di bawah perkiraan itu, polisi menggelar penyidikan untuk mengusut dugaan korupsi. "Kami akan mencari dari NJOP-nya, di situ kira-kira ada penyimpangan atau tidak," kata Argo pada 4 November 2017.
Untuk mendalami dugaan korupsi reklamasi Teluk Jakarta itu, polisi juga telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Kepala BPRD DKI Jakarta Edi Sumantri dan Kepala Kantor Jasa Penilai Publik Dwi Haryantonk pada pekan depan.