Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya menunggu pengaduan resmi dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) perihal dugaan adanya jual beli NIK dan KK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saat ini masih tunggu laporan atau pengaduan resmi dari Dukcapil, karena mereka juga akan menyertakan bukti-bukti," ucap Dedi di kantornya, Jakarta Selatan, pada Rabu, 31 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Ditjen Dukcapil sudah menyambangi Bareskrim Polri untuk melaporkan cuitan warganet soal temuan dugaan jual-beli data Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Keluarga. Dedi mengatakan, pihak Ditjen Dukcapil menyoal pencemaran nama baik. "Jadi lebih banyak mencemarkan nama baik Dukcapil," kata Dedi.
Isu jual beli data NIK dan KK pertama kali ramai setelah dibicarakan pengguna Twitter dengan akun @hendralm. Unggahan Samuel Christian (@hendralm) ramai dibicarakan dan di-retweet hingga puluhan ribu kali.
Dalam unggahannya, Samuel menyebut bahwa ada yang memperjualbelikan data NIK dan KK. "Ternyata ada ya yang memperjual belikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampe jutaan data. Gila gila gila," tulis akun Twitter @hendralm.
Samuel juga memperlihatkan tangkapan layar yang menunjukkan percakapan tanya jawab yang terjadi di media sosial Facebook. Dalam percakapan di kolom komentar tersebut, tampak terjadi penawaran dari koleksi data pribadi. Bahkan, ia mengungkap bahwa ada yang memiliki data NIK KTP + KK sekecamatan dan mempergunakan data orang untuk daftar layanan Pay Later.
Sembari menunggu aduan resmi, Polri pun menelusuri keaslian akun Twitter @hendralm, yang pertama kali mencuitkan isu itu, serta sejumlah akun Facebook yang diduga menjual data NIK dan KK.
"Namanya juga media sosial. Akun-akunnya lebih banyak fake account (akun palsu), kontennya belum tentu benar. (Langkah penyelidikan) mengkonfirmasi itu akun fake atau real. Setelah itu mendalami apakah benar dia korban jual-beli data e-KTP dan KK," ucap Dedi.