Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan munculnya isu komunis yang menyebabkan kerusuhan di gedung YLBHI dan LBH Jakarta menjadi alarm bahaya bagi gerakan rakyat yang mencari keadilan dan berdemokrasi.
Menurut Asfinawati, gerakan massa ini sebagai lagu lama Orde Baru. "Kami khawatir hal seperti ini akan menjadi awal terjadi lagi (Orde Baru)," ujarnya di kantor YLBHI, Jumat, 22 September 2017.
Asfinawati mengatakan kekhawatiran tersebut muncul karena masyarakat saat ini mudah dicekoki dengan isu komunis. Dia khawatir gerakan buruh yang memperjuangkan upah dan gerakan petani memperjuangkan tanah ke depan menjadi mudah diserang dengan dicap sebagai Partai Komunis Indonesia.
Pola seperti itu, Asfinawati menambahkan, dianggap sebagai kemunduran negara dalam berdemokrasi. Kerusuhan di kantor LBH Jakarta dan YLBHI dimulai karena tersebar isu yang menyatakan acara tersebut diisi eks PKI dan untuk membangkitkan kembali PKI. Terlebih, kehadiran korban 1965 sebagai peserta yang dianggap mantan anggota PKI.
Menurut Asfinawati, korban 1965 adalah kelompok masyarakat yang mencari keadilan karena tuduhan sebagai PKI pada 1965/1966. Anggotanya adalah para simpatisan Bung Karno, penari dan penyanyi istana masa pemerintahan Presiden Sukarno, dan masyarakat yang dicap sebagai PKI secara sepihak pada massa Orde Baru. "Korban 65 itu bukan berarti PKI," ucapnya.
Ketua LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan cap PKI, yang sudah dilekatkan terhadap korban 1965, kini juga telah dilekatkan secara sepihak kepada organisasi dan simpatisan lain yang turut hadir dalam acara tersebut. "Padahal mereka hanya hadir sebagai bentuk solidaritas," tuturnya.
Sebelumnya, massa yang melakukan kerusuhan di kantor LBH Jakarta menuding acara tersebut sebagai acara PKI. Selama melakukan unjuk rasa penolakan, massa berulang kali mengucapkan takbir dan menyanyikan yel-yel ganyang PKI.
M. YUSUF MANURUNG
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini