Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH tiga malam, sejak kedatangan orang tak dikenal di tengah
malam, Letkol Penerbang Steven Adam tidur di sofa ruang tengah.
Ia seperti yakin benar, tamunya yang sempat diusir dengan tiga
kali tembakan ke udara, akan datang lagi.
Tepat, dinihari, 29 Mei lalu, tamu yang dinantikan itu muncul.
Istrinya, Nyonya Ningsih, rupanya tahu lebih dulu lewat suara
mencurigakan di samping rumah. Ia segera membangunkan suaminya
-- yang tidur dengan pistol di bawah ketiak.
Dari kegelapan malam, tampak ada orang menyorotkan senter.
Steven, 45 tahun, dan istrinya kemudian membuka pintu samping.
"Saya mundur ketika melihat ada kelebatan golok," kata Nyonya
Ningsih pekan lalu. Beberapa detik kemudian terdengar suara
letusan, dan Steven berkata, "Ma ... saya kena."
Nyonya Ningsih tak tahu persis, dari arah mana si penembak
membidik. Tapi, di bawah keremangan sinar bulan purnama, ia
melihat asap (mesiu) menghambur di depannya. Dan tahu-tahu
suaminya, yang sudah kena tembak itu, masih mencoba berlari ke
halaman mengejar si penembak. Tak lama kemudian ia kembali dan
langsung tersungkur di lantai. Dadanya memerah. Malam itu juga
perwira menengah calon atase militer itu dibawa ke Rumah Sakit
PMI di Bogor. Tapi jiwanya tak tertolong lagi.
Suasana di sekitar rumah baru keluarga Steven Adam di Kampung
Badak Gedung Jaya, tak berapa jauh dari kompleks perumahan
Cimanggu Permai, Bogor, memang tergolong rawan. Terutama karena
di lokasi itu belum banyak rumah. Keluarga Steven yang baru
pindah 8 Mei lalu, dari Kompleks Lapangan Udara AU Atang
Senjaya, Semplak (Bogor), baru mempunyai satu tetangga. Yaitu
keluarga Robert Tampubolon. Memang ada sebuah rumah lagi yang
letaknya berdekatan, tapi belum berpenghuni.
Dan menurut Robert, yang malam itu sempat menolong Steven,
selama tinggal di situ ia mengaku sudah beberapa kali disatroni
pencuri.
Komandan Kepolisian Bogor, Letkol Pol. Roesdoyo, menyatakan
bahwa penembak perwira menengah TNI AU itu sudah diketahui.
Steven, katanya, sempat memberikan tembakan balasan. Hanya saja,
kata Roesdoyo, karena ia sudah tertembak lebih dulu, bidikan
jadi tak terarah. Jadi kawanan penjahat -- yang diperkirakan
sekitar empat orang -- bisa melarikan diri.
Kawanan itu, tampaknya membawa mobil yang diparkir di tepi jalan
aspal, sekitar 100 meter dari tempat kejadian. Sebab, begitu
sampai di tepi jalan raya tersebut, anjing pelacak yang pagi
harinya dikerahkan kontan kehilangan jejak.
Letkol Steven, menurut Roesdoyo, ditembak dari jarak sekitar 5
meter. Tapi menurut sebuah sumber di Lembaga Kriminologi
Universitas Indonesia (LKUI) Jakarta, tempat mayat korban
diautopsi, Steven ditembak dari jarak dekat. Perkiraan itu
didasarkan pada sifat luka dan tanda-tanda lain yang dijumpai
di dada korban.
Kasus penembakan itu kini ditangani secara gabungan -- polisi,
dan militer Bogor Bukan semata-mata karena korbannya seo rang
ABRI dan berpangkat Letkol. Peristiwa tersebut tampaknya bukan
kasus kejahatan biasa. "Orang yang datang dan menembak,
kelihatannya punya motivasi lain, dan nekal sekali," kata sebuah
sumber di Kodim Bogor.
Gampangnya saja, bila yang datang itu perampok atau pencuri
biasa, mereka pasti akan berpikir seribu kali untuk berani
datan beberapa kali. Bukankah calon korbannya adalah seorang
militer yang pernah pernah menghalau mereka dengan tembakan?
Betapapun beraninya seorang penjahat, kata sumber itu lagi,
"bila mendengar letusan senjata api, mereka akan berpikir, lebih
baik mencari sasaran lain yang risikonya lebih kecil." Tapi,
memang, bisa jadi kawanan ber senjata api yang terakhir datang,
bukanlah kawanan yang tiga hari sebelumnya singgah di rumah
Steven.
Ada yang menduga-duga penembakan tersebut ada hubungannya
dengan kelompok bandit yang sakit hati terhadap Steven. Mungkin
saja, misalnya, Steven dituduh menjerumuskan seorang gali
sehingga tertembak dalam operasi antigali yang dilancarkan
"penembak misterius" belakangan ini. "Tapi setelah diselidiki,
kami tidak menemukan ada tanda-tanda bahwa seseorang pernah
menaruh dendam terhadap korban," kata sumber itu lagi.
Juga belum diketahui, apakah penembakan itu ada hubungan dengan
karir korban yang terus menanjak di lingkungan TNI AU. Sebelum
meninggal, bapak dari tiga anak itu bercerita pada istrinya, ia
akan dipromosikan sebagai atase militer di sebuah negara
sahabat. "Selama ini, jabatan yang dipegangnya biasanya tidak
lebih dari dua tahun, kemudian ia dipromosikan ke jabatan yang
lebih tinggi," kata Nyonya Ningsih, 35 tahun. Jabatannya yang
terakhir ialah Perwira Penuntun (Patun) di Sekolah Staf TNI AU
(Sesau), Jakarta.
Mendiang dikenal sederhana -- bila ke kantor ia sering naik
kendaraan umum -- dan sebagai pemeluk Protestan yang taat.
Pihak Korem Bogor, terus teran penasaran sekali menghadapi
kasus penembakan itu. Meski masalahnya masik kabur, "kami tak
akan membiarkan perkara ini berlarut-larut. Keterlaluan. Kalau
perwira ABRI saja ditembak, bagaimana mereka akan berbuat kepada
masyarakat biasa?" kata sebuah sumber di Korem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo