Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Serangan dinihari

Letkol penerbang steven adam (bogor) mati tertembak. motif dan pelaku penembakan belum diketahui. (krim)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH tiga malam, sejak kedatangan orang tak dikenal di tengah malam, Letkol Penerbang Steven Adam tidur di sofa ruang tengah. Ia seperti yakin benar, tamunya yang sempat diusir dengan tiga kali tembakan ke udara, akan datang lagi. Tepat, dinihari, 29 Mei lalu, tamu yang dinantikan itu muncul. Istrinya, Nyonya Ningsih, rupanya tahu lebih dulu lewat suara mencurigakan di samping rumah. Ia segera membangunkan suaminya -- yang tidur dengan pistol di bawah ketiak. Dari kegelapan malam, tampak ada orang menyorotkan senter. Steven, 45 tahun, dan istrinya kemudian membuka pintu samping. "Saya mundur ketika melihat ada kelebatan golok," kata Nyonya Ningsih pekan lalu. Beberapa detik kemudian terdengar suara letusan, dan Steven berkata, "Ma ... saya kena." Nyonya Ningsih tak tahu persis, dari arah mana si penembak membidik. Tapi, di bawah keremangan sinar bulan purnama, ia melihat asap (mesiu) menghambur di depannya. Dan tahu-tahu suaminya, yang sudah kena tembak itu, masih mencoba berlari ke halaman mengejar si penembak. Tak lama kemudian ia kembali dan langsung tersungkur di lantai. Dadanya memerah. Malam itu juga perwira menengah calon atase militer itu dibawa ke Rumah Sakit PMI di Bogor. Tapi jiwanya tak tertolong lagi. Suasana di sekitar rumah baru keluarga Steven Adam di Kampung Badak Gedung Jaya, tak berapa jauh dari kompleks perumahan Cimanggu Permai, Bogor, memang tergolong rawan. Terutama karena di lokasi itu belum banyak rumah. Keluarga Steven yang baru pindah 8 Mei lalu, dari Kompleks Lapangan Udara AU Atang Senjaya, Semplak (Bogor), baru mempunyai satu tetangga. Yaitu keluarga Robert Tampubolon. Memang ada sebuah rumah lagi yang letaknya berdekatan, tapi belum berpenghuni. Dan menurut Robert, yang malam itu sempat menolong Steven, selama tinggal di situ ia mengaku sudah beberapa kali disatroni pencuri. Komandan Kepolisian Bogor, Letkol Pol. Roesdoyo, menyatakan bahwa penembak perwira menengah TNI AU itu sudah diketahui. Steven, katanya, sempat memberikan tembakan balasan. Hanya saja, kata Roesdoyo, karena ia sudah tertembak lebih dulu, bidikan jadi tak terarah. Jadi kawanan penjahat -- yang diperkirakan sekitar empat orang -- bisa melarikan diri. Kawanan itu, tampaknya membawa mobil yang diparkir di tepi jalan aspal, sekitar 100 meter dari tempat kejadian. Sebab, begitu sampai di tepi jalan raya tersebut, anjing pelacak yang pagi harinya dikerahkan kontan kehilangan jejak. Letkol Steven, menurut Roesdoyo, ditembak dari jarak sekitar 5 meter. Tapi menurut sebuah sumber di Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia (LKUI) Jakarta, tempat mayat korban diautopsi, Steven ditembak dari jarak dekat. Perkiraan itu didasarkan pada sifat luka dan tanda-tanda lain yang dijumpai di dada korban. Kasus penembakan itu kini ditangani secara gabungan -- polisi, dan militer Bogor Bukan semata-mata karena korbannya seo rang ABRI dan berpangkat Letkol. Peristiwa tersebut tampaknya bukan kasus kejahatan biasa. "Orang yang datang dan menembak, kelihatannya punya motivasi lain, dan nekal sekali," kata sebuah sumber di Kodim Bogor. Gampangnya saja, bila yang datang itu perampok atau pencuri biasa, mereka pasti akan berpikir seribu kali untuk berani datan beberapa kali. Bukankah calon korbannya adalah seorang militer yang pernah pernah menghalau mereka dengan tembakan? Betapapun beraninya seorang penjahat, kata sumber itu lagi, "bila mendengar letusan senjata api, mereka akan berpikir, lebih baik mencari sasaran lain yang risikonya lebih kecil." Tapi, memang, bisa jadi kawanan ber senjata api yang terakhir datang, bukanlah kawanan yang tiga hari sebelumnya singgah di rumah Steven. Ada yang menduga-duga penembakan tersebut ada hubungannya dengan kelompok bandit yang sakit hati terhadap Steven. Mungkin saja, misalnya, Steven dituduh menjerumuskan seorang gali sehingga tertembak dalam operasi antigali yang dilancarkan "penembak misterius" belakangan ini. "Tapi setelah diselidiki, kami tidak menemukan ada tanda-tanda bahwa seseorang pernah menaruh dendam terhadap korban," kata sumber itu lagi. Juga belum diketahui, apakah penembakan itu ada hubungan dengan karir korban yang terus menanjak di lingkungan TNI AU. Sebelum meninggal, bapak dari tiga anak itu bercerita pada istrinya, ia akan dipromosikan sebagai atase militer di sebuah negara sahabat. "Selama ini, jabatan yang dipegangnya biasanya tidak lebih dari dua tahun, kemudian ia dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi," kata Nyonya Ningsih, 35 tahun. Jabatannya yang terakhir ialah Perwira Penuntun (Patun) di Sekolah Staf TNI AU (Sesau), Jakarta. Mendiang dikenal sederhana -- bila ke kantor ia sering naik kendaraan umum -- dan sebagai pemeluk Protestan yang taat. Pihak Korem Bogor, terus teran penasaran sekali menghadapi kasus penembakan itu. Meski masalahnya masik kabur, "kami tak akan membiarkan perkara ini berlarut-larut. Keterlaluan. Kalau perwira ABRI saja ditembak, bagaimana mereka akan berbuat kepada masyarakat biasa?" kata sebuah sumber di Korem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus