Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Sidang Eksepsi, Pengacara Sebut Bos Wilmar Korban Kebijakan Kemendag soal Minyak Goreng

Juniver mengatakan kelangkaan minyak goreng tidak disebabkan oleh Wilmar tapi kebijakan Kemendag yang tidak konsisten

6 September 2022 | 12.24 WIB

Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor bahan baku minyak goreng. Sebelum menjadi Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia, Master pernah menjabat sebagai Bupati Dairi ke-18 sejak 1999 hingga 2009. Situs resmi elhkpn.kpk.go.id mencatat, total kekayaan Master sekitar Rp 1,5 miliar. Dok.Aprobi; Dok.Kejagung
Perbesar
Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor bahan baku minyak goreng. Sebelum menjadi Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia, Master pernah menjabat sebagai Bupati Dairi ke-18 sejak 1999 hingga 2009. Situs resmi elhkpn.kpk.go.id mencatat, total kekayaan Master sekitar Rp 1,5 miliar. Dok.Aprobi; Dok.Kejagung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi izin ekspor CPO atau minyak goreng. Dalam sidang eksepsi, tim pengacara MP Tumanggor menyatakan kliennya tidak bersalah dalam kasus tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Klien kami adalah korban inkonsistensi kebijakan Kementerian Perdagangan,” kata pengacara Tumanggor, Juniver Girsang dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 6 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juniver mengatakan kelangkaan minyak goreng tidak disebabkan oleh Wilmar atau kliennya. Dia menuding kelangkaan itu disebabkan oleh kebijakan Domestic Market Obligation Kemendag yang tidak konsisten.

Kebijakan cepat berganti

Menurut dia, aturan tersebut sangat cepat berganti dalam waktu yang relatif singkat. Dia menyebutkan dalam kurun waktu dua bulan saja hingga Maret 2022, sudah ada empat aturan yang diubah oleh Kemendag.

Juniver melanjutkan aturan yang tidak konsisten itu tidak hanya menyebabkan kelangkaan minyak goreng yang kemudian merugikan masyrakat. Inkonsistensi itu, kata dia, juga merugikan Wilmar Group lebih dari Rp 1,6 triliun.

Juniver menyebutkan alasan lain kliennya mengajukan eksepsi. Dia menganggap kejaksaan tidak cermat menguraikan tindakan Tumanggor yang dianggap melanggar Undang-Undang Perdagangan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 2022, Keputusan Kemendag Nomor 129 tahun 2022, dan Kepmendag Nomor 170 tahun 2022. Menurut dia, semua aturan yang dituduhkan dalam dakwaan itu tidak memuat sanksi pidana.

Dia menganggap kejaksaan keliru menuding kliennya sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng. Sebab, kata dia, Tumanggor bukan pejabat Kementerian Perdagangan yang berwenang menerbitkan izin ekspor. Menurut dia, Tumanggor juga bukan pemohon izin minyak goreng. “Terdakwa tidak pernah menerima penugasan dari Wilmar Group untuk mengajukan permohonan izin ekspor,” kata dia.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung mendakwa MP Tumanggor dan 4 tersangka lainnya telah merugikan negara dengan total Rp 18 triliun dalam korupsi izin ekspor minyak goreng. Empat tersangka lainnya adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, dan tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Kemudian, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Menurut jaksa, kerugian negara itu muncul sebagai dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor produk minyak sawit mentah dan turunannya yang dilakukan oleh Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.

Menurut jaksa para terdakwa diduga memanipulasi pemenuhan DMO dan Domestic Price Obligation. DMO adalah kuota minyak untuk dalam negeri yang harus dipenuhi oleh perusahaan supaya mendapatkan izin ekspor. Sementara DPO adalah acuan harga minyak sawit dalam negeri.

Menurut jaksa, DMO itu tidak dipenuhi hingga menyebabkan minyak goreng langka. Kelangkaan minyak goreng menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan program bantuan langsung tunai ke masyarakat.


Baca: 5 Terdakwa Korupsi Minyak Goreng Didakwa Rugikan Negara Rp 18,3 Triliun

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus