Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Harvey Moeis dan Helena Lim disebut menikmati uang haram hasil korupsi timah senilai Rp 420 miliar. Hal ini diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 31 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Agenda sidang tersebut adalah pembacaan dakwaan terhadap tiga terdakwa kasus korupsi timah. Mereka adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019 Suranto Wibowo, Kadis ESDM Bangka Belitung periode 2021-2024 Amir Syahbana, serta Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung periode Maret-Desember 2019 Rusbani alias Bani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Perbuatan korupsi ini didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun,” ucap Ardito, Rabu, 31 Juli 2024.
Dalam persidangan itu, JPU menjelaskan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin dan Helena Lim sebagai Manajer PT Quantum Skyline Exchange menerima aliran uang korupsi pengelolaan timah senilai Rp 420 miliar. “Memperkaya HARVEY MOEIS dan HELENA LIM setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,00 (empat ratus dua puluh miliar rupiah),” bunyi surat dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum, Rabu.
Menurut JPU, terdapat sejumlah cara bagaimana Harvey Moeis dan Helena Lim menerima uang haram tersebut. Salah satunya melalui program kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah antara PT Timah Tbk. dengan PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
JPU mengatakan, kerjasama itu adalah akal-akalan dari sejumlah pejabat PT Timah. Mereka adalah Direktur Utama PT Timah periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode April 2017-Februari 2020 Alwin Albar, dan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra.
Selain akal-akalan pejabat PT Timah, kerja sama itu juga merupakan tipu daya sejumlah pengusaha swasta yang terlibat. Mulai dari Beneficial Owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia Tamron alias Aon, Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa Suwito Gunawan alias Awi, General Manager Operasional PT Tinindo Internusa periode 2017-2020 Rosalina, Marketing PT Tinindo Internusa periode 2008-2018 Fandy Lingga alias Fandy Lie, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa Robert Indarto, hingga Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis.
Para terdakwa ini, kata JPU, menyepakati besaran pembayaran sewa peralatan processing penglogaman timah sebesar Rp 3,02 triliun. Angka ini jauh melebihi nilai Harga Pokok Penjualan (HPP) smelter PT Timah dari yang seharusnya senilai Rp 738,93 miliar. “Sehingga terdapat kemahalan harga sebesar Rp2,28 miliar,” kata JPU.
Setelah kerja sama itu disepakati, Tamron, Suwito, Robert, dan Fandy bertemu dengan Harvey. Dalam pertemuan itu, Harvey Moeis yang merupakan suami dari artis Sandra Dewi meminta uang sebesar 500 hingga 750 dolar Amerika Serikat per metrik ton kepada tempatnya untuk biaya pengamanan peralatan.
Keempat pengusaha itu pun sepakat untuk mengumpulkan uang dengan membuat seperti dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Nilai yang disepakati adalah 500 dolar per metrik ton, yang dihitung dari jumlah hasil peleburan timah dengan PT Timah.
Dana itu kemudian ada yang diserahkan secara langsung kepada Harvey. Ada juga dana yang di transfer melalui rekening tempat penukaran uang atau Money Changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya, sehingga seolah-olah uang yang ditransfer merupakan transaksi penukaran mata uang asing.
“Setelah uang tersebut masuk ke rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange, maka dilakukan penarikan oleh Helena Lim yang kemudian uang tersebut diserahkan dan dikelola oleh Harvey,” tutur JPU.
RADEN PUTRI | ANTARA