Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tim 902 Setelah 3 Tahun

Tim anti penyelundupan pada Tgl 9 Feb'79 genap berusia 3 th. Tim ini mengancam buronannya sebagai penjahat subversi. Mereka yang merasa dirugikan tim 902 tidak mendapat ganti rugi atau rehabilitasi. (hk)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGGAL 9 Pebruari lalu, Tim 902 (disebut demikian karena operasi ini dimulai tanggal 9 bulan 2) genap 3 tahun bergerak memberantas penyelundupan. Gebrakannya pernah membuat para penyelundup menggigil. Coba saja. Tim anti penyelundupan ini, bekerja langsung di bawah Jaksa Agung dan mengancam buronannya sebagai penjahat subversi. Dengar 'undang-undang pemberantasan kegiatan subversi, tangkapan Thll 902 dapat diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. Bahkan sebelum menyeret ke muka hakim, tim boleh 'membuang' tersangkanya ke Nusakambangan. Di penjara di pulau kecil itulah -- yang selalu digambarkan keseramannya -- jaksa boleh menahan pesakitan selama setahun tanpa dapat ditawar. Hasilnya? "Baik!" kata Jaksa Agung Ali Said SH, singkat. Dari mulai penyelundup tekstil, barang elektronika sampai suku-cadang kendaraan bermotor terjerat operasi tim 902. Di meja pengadilan beberapa kali jaksa berhasil menggolkan tuduhan. Hakim dapat diyakinkan sehingga tersangka dapat dihukum berdasarkan UU Subversi. Liem Keng Eng misalnya. Penyelundup tekstil 3001 kali, yang merugikan keuangan negara sampai milyaran rupiah -- dan dapat julukan sebagai "Dirjen Bea Cukai Bayangan", karena pengaruhnya yang kuat dan ditakuti petugas BC -- diputus pengadilan sebagai penjahat subversif. Oleh Hakim H.M. Soemadiono SH, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tahun lalu Keng Eng yang di adili -in-absentia -- karena waktu itu ia masih buron ke luar negeri -- dihukum 11 tahun penjara. Liem Keng Yan, adik Keng Eng hingga kini buron pula -- kena 11 tahun penjara. Sedang penyelundup lain, Robby Korompis, oleh Soemadiono juga dihukum penjara 17 tahun untuk kejahatan subversi menyelundupkan tekstil dan suku-cadang kendaraan bermotor. Operasi-operasi Tim 902 makin getol. Namun belakangan ini ternyata hakim tak begitu mudah menerima 'umpan' jaksa. Berturut-turut pengadilan membebaskan beberapa penyelundup dari tuduhan subversi. Hakim Soemadiono sendiri -- yang pernah memvonis Keng Eng maupun Robby Korompis sebagai penjahat subversi -- belakangan hanya menghukum penyelundup berdasarkan pasal-pasal pidana ekonomi setelah membebaskannya dari dakwaan subversi Bahkan hakim ini juga membebaskan beberapa tertuduh dari tuduhan korupsi yang ancaman hukumannya dapat seberat subversi. Misalnya dikenakan pada para tertuduh dari PT Insan Apollo. Importir sepedamotor Kawasaki itu oleh jaksa dituduh menyelundupkan ratusan unit sepedamotor sehingga merugikan negara sekitar Rp 300 juta. Jaksa menuntut penanggungjawab Insan Apollo, Oei Lian Kiong, berdasarkan UU Subversi 13 tahun penjara. Soemadiono tak sependapat. Tuduhan subversi dan korupsi gugur. Oranorang Insan Apollo hanya terkena perkara pidana ekonomi biasa saja Kian Kiong dihukum 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 20 juta. Begitu juga yang dialami tertuduh subversi lain. Drs. Arief Gunawan, Direktur EMKL Setia Basuki -- yang dituduh membantu usaha penyelundupan Keng Eng -- oleh Hakim Anton Abdurrahman juga dibebaskan dari tuduhan subversi. Tuntutan jaksa agar tertuduh ini dihukum 7 tahun penjara ditolak hakim. Arief Gunawan, berdasarkan pasalpasal pidana ekonomi, hanya kena 2 tahn 6 bulan penjara dan denda Rp 3,5 juta. Bahkan penyelundup tekstil yang tengah kabur, Tan A Bun, juga mendapat hadiah dari pengadilan yang mengadilinya secara in absentia: bebas subversi. Tak hanya soal pembebasan dari tuduhan subversi saja. Perlakuan terhadappara bekas tangkapan Tim 902 belakangan ini juga tampak lunak. Keng Eng lagi misalnya. Sambil menunggu putusan perkara bandingnya, karena ia menolak putusan Soemadiono, oleh suatu penetapan Pengadilan Tinggi Jakarta, Januari lalu ia dibebaskan dari tahanan sementara. Alasannya Keng Eng memerlukan perawatan dokter untuk penyaki kencing manis, jantung dan darah tinggi. Gobindram Naumal, penyelundup tekstil, kelontong dan barang elektronika oleh pengadilan juga diberi kesempatan tinggal di luar tahanan untuk merawat kesehatannya. Permohonan tahanan luarnya diurus oleh Hakim Loedoe SH, dari PengadiIan Negri Jakarta Pusat, atas permintaan isteri tertuduh dan uang jaminan Rp 10 juta. Namun 30 Agustus tahun lalu, Gobindram kabur dari rumah bersama kursi rodanya. "Ternyata dia telah lari ke luar negeri," kata Jaksa Agung. Secara Administrasi Menurut Jaksa Agung Ali Said kepada anggota Komisi III/DPR minggu lalu ada 10 tahanan eks Tim 902 yang dibebaskan dari tahanan sambil menunggu penyelesaian perkaranya. Malah ada yang sama sekali bakal tak berurusan dengan pengadilan -- walaupun sebelumnya jelas sebagai tersangka kejahatan su bversi. Yaitu 24 perkara yang oleh Jaksa Agung diserahkan kepada Departemen Keuangan, "untuk diselesaikan secara administrasi". (lihat Box) Artinya, menurut Jaksa Agung Muda, bidang Operasi, Sadili Sastrawidjaja SH, "setelah mereka membayar pajak, denda dan punguutan impor lain, sudah boleh bebas." Penyelesaian secara administrasi begitu, menurut Ali Said, "juga sudah berarti penyelesaian secara hukum juga." Sekarang ini masih ada 28 orang tahanan dari Tim 902. Di antaranya, 10 orang masih berada di Nusakambangan. Kapan dan atas tuduhan apa mereka akan diadili? Tinggal tunggu waktu. Yang jelas beberapa penyelundup yang ditahan atas sangkaan dan pemeriksaan perkara subversi -- ternyata diajukan sebagai perkara korupsi: dari 10 perkara yang dilimpahkan ke pengadilan Desember lalu, hanya 4 yang diajukan sebagai perkara subversi. Tentu ada yang merasa dirugikan Tim 902. Sebab sudah didakwa subversif, ditahan iebih dari setahun, sementara ia hanya diajukan sebagai tertuduh perkara pidana biasa saja. Tapi menurut adili untuk saat ini jangan menggharap dapat ganti rugi atau rehabilitasi. Undang-undang yang mengatur belum ada." Entah nanti kalau hukum acara pidana yang baru mengaturnya," kata Sadili.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus