Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANGGAL 9 Pebruari lalu, Tim 902 (disebut demikian karena
operasi ini dimulai tanggal 9 bulan 2) genap 3 tahun bergerak
memberantas penyelundupan. Gebrakannya pernah membuat para
penyelundup menggigil. Coba saja. Tim anti penyelundupan ini,
bekerja langsung di bawah Jaksa Agung dan mengancam buronannya
sebagai penjahat subversi.
Dengar 'undang-undang pemberantasan kegiatan subversi,
tangkapan Thll 902 dapat diancam hukuman mati atau penjara
seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. Bahkan sebelum
menyeret ke muka hakim, tim boleh 'membuang' tersangkanya ke
Nusakambangan. Di penjara di pulau kecil itulah -- yang selalu
digambarkan keseramannya -- jaksa boleh menahan pesakitan selama
setahun tanpa dapat ditawar.
Hasilnya? "Baik!" kata Jaksa Agung Ali Said SH, singkat. Dari
mulai penyelundup tekstil, barang elektronika sampai suku-cadang
kendaraan bermotor terjerat operasi tim 902.
Di meja pengadilan beberapa kali jaksa berhasil menggolkan
tuduhan. Hakim dapat diyakinkan sehingga tersangka dapat dihukum
berdasarkan UU Subversi.
Liem Keng Eng misalnya. Penyelundup tekstil 3001 kali, yang
merugikan keuangan negara sampai milyaran rupiah -- dan dapat
julukan sebagai "Dirjen Bea Cukai Bayangan", karena pengaruhnya
yang kuat dan ditakuti petugas BC -- diputus pengadilan sebagai
penjahat subversif. Oleh Hakim H.M. Soemadiono SH, Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tahun lalu Keng Eng yang di
adili -in-absentia -- karena waktu itu ia masih buron ke luar
negeri -- dihukum 11 tahun penjara.
Liem Keng Yan, adik Keng Eng hingga kini buron pula -- kena 11
tahun penjara. Sedang penyelundup lain, Robby Korompis, oleh
Soemadiono juga dihukum penjara 17 tahun untuk kejahatan
subversi menyelundupkan tekstil dan suku-cadang kendaraan
bermotor.
Operasi-operasi Tim 902 makin getol.
Namun belakangan ini ternyata hakim tak begitu mudah menerima
'umpan' jaksa. Berturut-turut pengadilan membebaskan beberapa
penyelundup dari tuduhan subversi. Hakim Soemadiono sendiri --
yang pernah memvonis Keng Eng maupun Robby Korompis sebagai
penjahat subversi -- belakangan hanya menghukum penyelundup
berdasarkan pasal-pasal pidana ekonomi setelah membebaskannya
dari dakwaan subversi Bahkan hakim ini juga membebaskan beberapa
tertuduh dari tuduhan korupsi yang ancaman hukumannya dapat
seberat subversi.
Misalnya dikenakan pada para tertuduh dari PT Insan Apollo.
Importir sepedamotor Kawasaki itu oleh jaksa dituduh
menyelundupkan ratusan unit sepedamotor sehingga merugikan
negara sekitar Rp 300 juta. Jaksa menuntut penanggungjawab Insan
Apollo, Oei Lian Kiong, berdasarkan UU Subversi 13 tahun
penjara.
Soemadiono tak sependapat. Tuduhan subversi dan korupsi gugur.
Oranorang Insan Apollo hanya terkena perkara pidana ekonomi
biasa saja Kian Kiong dihukum 3 tahun 6 bulan penjara dan denda
Rp 20 juta.
Begitu juga yang dialami tertuduh subversi lain. Drs. Arief
Gunawan, Direktur EMKL Setia Basuki -- yang dituduh membantu
usaha penyelundupan Keng Eng -- oleh Hakim Anton Abdurrahman
juga dibebaskan dari tuduhan subversi. Tuntutan jaksa agar
tertuduh ini dihukum 7 tahun penjara ditolak hakim. Arief
Gunawan, berdasarkan pasalpasal pidana ekonomi, hanya kena 2
tahn 6 bulan penjara dan denda Rp 3,5 juta.
Bahkan penyelundup tekstil yang tengah kabur, Tan A Bun, juga
mendapat hadiah dari pengadilan yang mengadilinya secara in
absentia: bebas subversi.
Tak hanya soal pembebasan dari tuduhan subversi saja. Perlakuan
terhadappara bekas tangkapan Tim 902 belakangan ini juga tampak
lunak. Keng Eng lagi misalnya. Sambil menunggu putusan perkara
bandingnya, karena ia menolak putusan Soemadiono, oleh suatu
penetapan Pengadilan Tinggi Jakarta, Januari lalu ia dibebaskan
dari tahanan sementara. Alasannya Keng Eng memerlukan perawatan
dokter untuk penyaki kencing manis, jantung dan darah tinggi.
Gobindram Naumal, penyelundup tekstil, kelontong dan barang
elektronika oleh pengadilan juga diberi kesempatan tinggal di
luar tahanan untuk merawat kesehatannya. Permohonan tahanan
luarnya diurus oleh Hakim Loedoe SH, dari PengadiIan Negri
Jakarta Pusat, atas permintaan isteri tertuduh dan uang jaminan
Rp 10 juta. Namun 30 Agustus tahun lalu, Gobindram kabur dari
rumah bersama kursi rodanya. "Ternyata dia telah lari ke luar
negeri," kata Jaksa Agung.
Secara Administrasi
Menurut Jaksa Agung Ali Said kepada anggota Komisi III/DPR
minggu lalu ada 10 tahanan eks Tim 902 yang dibebaskan dari
tahanan sambil menunggu penyelesaian perkaranya. Malah ada yang
sama sekali bakal tak berurusan dengan pengadilan -- walaupun
sebelumnya jelas sebagai tersangka kejahatan su bversi. Yaitu 24
perkara yang oleh Jaksa Agung diserahkan kepada Departemen
Keuangan, "untuk diselesaikan secara administrasi". (lihat Box)
Artinya, menurut Jaksa Agung Muda, bidang Operasi, Sadili
Sastrawidjaja SH, "setelah mereka membayar pajak, denda dan
punguutan impor lain, sudah boleh bebas." Penyelesaian secara
administrasi begitu, menurut Ali Said, "juga sudah berarti
penyelesaian secara hukum juga."
Sekarang ini masih ada 28 orang tahanan dari Tim 902. Di
antaranya, 10 orang masih berada di Nusakambangan. Kapan dan
atas tuduhan apa mereka akan diadili? Tinggal tunggu waktu. Yang
jelas beberapa penyelundup yang ditahan atas sangkaan dan
pemeriksaan perkara subversi -- ternyata diajukan sebagai
perkara korupsi: dari 10 perkara yang dilimpahkan ke pengadilan
Desember lalu, hanya 4 yang diajukan sebagai perkara subversi.
Tentu ada yang merasa dirugikan Tim 902. Sebab sudah didakwa
subversif, ditahan iebih dari setahun, sementara ia hanya
diajukan sebagai tertuduh perkara pidana biasa saja. Tapi
menurut adili untuk saat ini jangan menggharap dapat ganti rugi
atau rehabilitasi. Undang-undang yang mengatur belum ada."
Entah nanti kalau hukum acara pidana yang baru mengaturnya,"
kata Sadili.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo