Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Uang sudah saya siapkan

Kesaksian r.s natalegawa atas rumah-rumahnya di pluit yang dituduhkan jaksa telah disogokkan endang wijaya kepadanya.(hk)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH gagah dengan safari kuning, Raden Sonson Natalegawa kelihatan lebih segar di kantor pengacaranya, Azwar Karim, dibanding ketika diadili. "Saya tidak yakin akan dihukum, tapi semenjak pemeriksaan pertama, saya yakin tidak bersalah," ujar Natalegawa meralat ucapannya di sebuah harian Ibukota setelah ia dibebaskan dari tuduhan korupsi dalam kasus Pluit. Dilahirkan 51 tahun lalu di Cianjur, bapak empat anak itu ditahan sejak Juli 1977. "Saya diambil di kantor saya di Indonesian Finance & Investment Co. (IFI), dan hanya sempat mampir di rumah sebentar untuk memberitahu istri saya," ujar Natalegawa membayangkan peristiwa lima tahun yang lalu itu. Saat itu ia belum tahu tuduhan untuk dirinya. Baru beberapa bulan kemudian, ia diperiksa dalam kasus Pluit setelah Endang Wijaya ditangkap. Selama 22 bulan di tahanan itu, Natalegawa mengaku kesehatannya menurun sekali. "Saya ternyata menderita sakit gula, sehingga diberi tahanan luar," katanya tersendat-sendat. Matanya memerah, dan ia menangis membayangkan pengalamannya. Sampai sekarang ia masih berobat jalan akibat sakit itu. Natalegawa mengaku telah mengabdikan hidupnya di dunia perbankan selama 27 tahun. Masuk sebagai pegawai biasa di Bank Indonesia tahun 1950, Natalegawa memulai karirnya dari bawah. Bertugas di beberapa daerah sudah dijalaninya, antaranya Pulau Sumatera dan Pulau Jawa -- sampai akhirnya ditunjuk menjadi Direktur Bagian Kredit Bank Bumi Daya pada 1970. Lima tahun kemudian ia dipensiunkan. Setelah itu, ia bekerja di lembaga keuangan nonbank PT Aseam dengan gaji US$ 5.000 setiap bulan. Di saat ia ditangkap, ia baru saja menjabat direksi IFI dengan gaji yang sama. Ia berniat membeli rumah di Pluit menurut Natalegawa, karena rumah instansi BBD di 'Simprug sudah haru ditinggalkannya dengan pesango Rp 50 juta. "Waktu itu sava sudah me nyiapkan uang itu diBank Bumi Daya dan akan mencicil sisanya dari gaj dan tunjangan perumahan saya," kat Natalegawa. Untuk persiapannya, se bagian dari perabotnya sudah masuk d rumah Jalan Samudera, Pluit itu. "Tapi semuanya batal, karena saya su dah di tahanan, dan rekening saya diblokir," ujarnya. Rumah-rumah lain yang dituduhkan jaksa telah disogokkan Endang Wijaya, dibantah Natalegawa. Kata Natalegawa, seorang adiknya, dokter jantung, ia sarankan agar membeli rumah di Pluit itu. "Teman-teman juga saya anjurkan membeli di sana," ujarnya. Seperti juga Natalegawa, adiknya itu, katanya, sudah menyiapkan uang pembelian itu. Tapi seperti juga uang yang disiapkannya, belum sempat diserahkan ke BPO Pluit, karena surat-surat perpindahan hak milik belum diserahkan oleh BPO Pluit. Sampai akhirnya terjadi kasus "Pluit" itu. Selama menunggu proses peradilan, kata Natalegawa, ia tidak bekerja apaapa. "Paling-paling memberikan nasihat-nasihat, bank pada teman-teman yang masih aktif," ujarnya. Sekarang ia juga belum tahu akan berbuat apa. "Kalau mungkin saya akan kembali ke profesi saya," ujarnya. Ia tidak berniat menuntut ganti rugi atas penahanan yang pernah ia alami. "Buat apa, toh saya pernah mengabdi kepada pemerintah," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus