Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASIH gagah dengan safari kuning, Raden Sonson Natalegawa
kelihatan lebih segar di kantor pengacaranya, Azwar Karim,
dibanding ketika diadili. "Saya tidak yakin akan dihukum, tapi
semenjak pemeriksaan pertama, saya yakin tidak bersalah," ujar
Natalegawa meralat ucapannya di sebuah harian Ibukota setelah ia
dibebaskan dari tuduhan korupsi dalam kasus Pluit.
Dilahirkan 51 tahun lalu di Cianjur, bapak empat anak itu
ditahan sejak Juli 1977. "Saya diambil di kantor saya di
Indonesian Finance & Investment Co. (IFI), dan hanya sempat
mampir di rumah sebentar untuk memberitahu istri saya," ujar
Natalegawa membayangkan peristiwa lima tahun yang lalu itu. Saat
itu ia belum tahu tuduhan untuk dirinya. Baru beberapa bulan
kemudian, ia diperiksa dalam kasus Pluit setelah Endang Wijaya
ditangkap.
Selama 22 bulan di tahanan itu, Natalegawa mengaku kesehatannya
menurun sekali. "Saya ternyata menderita sakit gula, sehingga
diberi tahanan luar," katanya tersendat-sendat. Matanya memerah,
dan ia menangis membayangkan pengalamannya. Sampai sekarang ia
masih berobat jalan akibat sakit itu.
Natalegawa mengaku telah mengabdikan hidupnya di dunia perbankan
selama 27 tahun. Masuk sebagai pegawai biasa di Bank Indonesia
tahun 1950, Natalegawa memulai karirnya dari bawah. Bertugas di
beberapa daerah sudah dijalaninya, antaranya Pulau Sumatera dan
Pulau Jawa -- sampai akhirnya ditunjuk menjadi Direktur Bagian
Kredit Bank Bumi Daya pada 1970. Lima tahun kemudian ia
dipensiunkan.
Setelah itu, ia bekerja di lembaga keuangan nonbank PT Aseam
dengan gaji US$ 5.000 setiap bulan. Di saat ia ditangkap, ia
baru saja menjabat direksi IFI dengan gaji yang sama.
Ia berniat membeli rumah di Pluit menurut Natalegawa, karena
rumah instansi BBD di 'Simprug sudah haru ditinggalkannya dengan
pesango Rp 50 juta. "Waktu itu sava sudah me nyiapkan uang itu
diBank Bumi Daya dan akan mencicil sisanya dari gaj dan
tunjangan perumahan saya," kat Natalegawa. Untuk persiapannya,
se bagian dari perabotnya sudah masuk d rumah Jalan Samudera,
Pluit itu. "Tapi semuanya batal, karena saya su dah di tahanan,
dan rekening saya diblokir," ujarnya.
Rumah-rumah lain yang dituduhkan jaksa telah disogokkan Endang
Wijaya, dibantah Natalegawa. Kata Natalegawa, seorang adiknya,
dokter jantung, ia sarankan agar membeli rumah di Pluit itu.
"Teman-teman juga saya anjurkan membeli di sana," ujarnya.
Seperti juga Natalegawa, adiknya itu, katanya, sudah menyiapkan
uang pembelian itu. Tapi seperti juga uang yang disiapkannya,
belum sempat diserahkan ke BPO Pluit, karena surat-surat
perpindahan hak milik belum diserahkan oleh BPO Pluit. Sampai
akhirnya terjadi kasus "Pluit" itu.
Selama menunggu proses peradilan, kata Natalegawa, ia tidak
bekerja apaapa. "Paling-paling memberikan nasihat-nasihat, bank
pada teman-teman yang masih aktif," ujarnya. Sekarang ia juga
belum tahu akan berbuat apa. "Kalau mungkin saya akan kembali ke
profesi saya," ujarnya. Ia tidak berniat menuntut ganti rugi
atas penahanan yang pernah ia alami. "Buat apa, toh saya pernah
mengabdi kepada pemerintah," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo