Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mendukung rencana DPR RI mengubah nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keputusan ini sudah diambil dalam Rapat Paripurna ke-22 masa persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, pada Kamis, 11 Juli 2024, dengan hasil seluruh fraksi DPR sepakat untuk menjadikan RUU Wantimpres menjadi menjadi RUU inisiatif DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bamsoet mengatakan, setidaknya terdapat 3 poin perubahan dalam RUU Wantimpres, yakni terkait perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi DPA, perubahan jumlah anggota, hingga syarat menjadi anggota DPA. Selanjutnya, RUU tersebut akan dibahas DPR bersama pemerintah.
“Diharapkan bisa segera disahkan menjadi undang-undang dalam waktu dekat. Sehingga pada saat Prabowo dan Gibran dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, keberadaan DPA sudah ada dan bisa langsung dimaksimalkan untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran," ujar Bamsoet usai menerima Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, sekaligus Ketua Program Magister Ilmu Hukum Universitas Batanghari Jambi, Abdul Bari Azed, di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024.
Bamsoet mendukung keberadaan DPA dimaksimalkan untuk mewujudkan gagasan Presidential Club yang pernah digagas presiden terpilih Prabowo Subianto. Sehingga, selain diisi para tokoh masyarakat dari beragam latar belakang dan disiplin ilmu, DPA juga bisa diisi oleh para mantan presiden dan juga bahkan mantan wakil presiden yang pernah memimpin Indonesia.
"Presiden diberikan kewenangan untuk memilih sendiri para anggota DPA sesuai kebutuhan. Siapapun yang dipilih merupakan putra dan putri terbaik bangsa yang tidak hanya memiliki rekam jejak kenegarawanan, melainkan juga memiliki kearifan dalam melihat situasi kehidupan kebangsaan," kata Bamsoet.
Bamsoet menyampaikan, Abdul Bari Azed juga memberikan dukungan agar MPR RI bisa kembali memiliki kewenangan mengeluarkan Ketetapan MPR, baik yang bersifat beschikking dan regeling. Sesuai amanat ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
"Maka sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, MPR RI yang terdiri dari anggota DPR dan DPD RI, seharusnya tetap dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum, untuk mengambil keputusan atau penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar," ujarnya.
Bamsoet menilai, kewenangan subjektif superlatif MPR RI melalui Tap MPR RI merupakan solusi dalam mengatasi berbagai persoalan negara tatkala dihadapkan pada situasi kebuntuan konstitusi, politik antarlembaga negara atau antarcabang kekuasaan, hingga kondisi kedaruratan kahar fiskal dalam skala besar. (*)