Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL — Musim kemarau panjang saat ini mengakibatkan banyak musibah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa lokasi di Indonesia, antara lain Provinsi Riau. Hingga Juli 2019 ini, tercatat lebih dari 4.000 hektare lahan di Riau terbakar. Kabupaten Bengkalis menjadi wilayah yang terluas mengalami karhutla dengan luas mencapai 1.500 hektare. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahkan menyatakan luas kebakaran di Riau sepanjang 2019 ini mencapai lebih dari 27.000 hektare.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun, ada satu wilayah di Riau yang tidak di temukan satu pun spot api, yakni di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti. Padahal pada 2014 silam, desa yang berada di tepi Selat Malaka itu pernah mengalami kebakaran hebat. Namun, lima tahun terakhir kebakaran berhasil diatasi berkat upaya restorasi gambut yang dilakukan Badan Restorasi Gambut (BRG).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Untuk melihat keberhasilan desa tersebut dalam mencegah karhutla, Kepala BNPB, Doni Monardo, mengunjungi Desa Sungai Tohor pada Jumat, 2 Agustus 2019. Turut mendampingi Doni, Kepala BRG Nazir Foead, Gubernur Riau Syamsuar, dan para pejabat daerah lainnya.
Doni mengatakan akan mengadopsi keberhasilan Desa Sungai Tohor dalam mengelola lahan gambut untuk mencegah karhutla dan meningkatkan perekonomian masyarakat ke wilayah lain di Indonesia. "Kami ke sini untuk menyaksikan perubahan. Perubahan yang terjadi dulu masyarakat sering membakar untuk lahan pertanian, sekarang tanpa membakar mereka dapat penghasilan jauh lebih baik," katanya saat mengunjungi Desa Sungai Tohor, Jumat, 2 Agustus 2019.
Ia mengatakan sejak ada sekat kanal yang di inisiasi BRG, produksi Sagu wilayah ini sangat meningkat, dari enam tual hingga delapan tual per batangnya. “Rata-rata masyarakat memiliki dua hektare lahan sagu. Setiap tahun mereka memanen 80 batang pohon, dari satu batangnya bisa untung Rp 500-600 ribu. Artinya dalam setiap hektare mereka menghasilkan Rp 50 juta. Jika ini bisa dioptimalkan di tempat lain, manfaat ekonominya luar biasa,” ujar Doni.
“Kita akan buat tim dari KLHK, BRG, Kementan dan pemerintah provinsi lainnya, agar program ini dapat di perbanyak ke daerah lain. Supaya cara pikir masyarakat yang selama ini selalu melakukan pembakaran lahan dapat diubah,” kata Doni.
Kepala BRG, Nazir Foead mengatakan bahwa BRG telah membangun sebelas sekat kanal dan satu sekat kanal lainnya dibangun oleh Presiden Jokowi di desa percontohan pengelolaan lahan gambut tersebut. “Selama ada sekat kanal, kebutuhan air untuk membasahi gambut tetap tersedia sehingga meskipun sudah tiga bulan ini tidak ada hujan karena kemarau, kelembapan lahan di Desa Sungai Tohor ini tetap terjaga dari resiko kebakaran,” ujarnya.
Pohon sagu itu, menurut Kepala BRG semakin gambutnya basah maka semakin subur, dan kalau semakin banyak tualnya, tentu income petani sagu juga meningkat. “Ke depan BRG akan kembali meneruskan pendekatan pencegahan karhutla melalui pemberdayaan pengelolaan gambut kepada masyarakat dengan cara seperti itu,” kata Nazir.
Bahkan ke depan, menurutnya, sekat kanal yang ada di Desa Sungai Tohor ini akan diupayakan dibeton biar permanen. “Kami juga akan membantu masyarakat untuk membudidayakan perikanan dan pertanian di daerah sekat kanal tersebut,” kata Nazir. (*)