Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mendapat kehormatan menjadi pembicara utama dalam Konferensi Internasional dengan tema "Rural Inequalities: Evaluating Approaches to Overcome Disparities", yang diselenggarakan International Fund for Agricultural Development (IFAD), di Roma, Italia, Selasa, 2 Mei 2018. Seminar ini diikuti perwakilan dari 23 negara, badan-badan internasional, dan lembaga-lembaga donor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Saat itu, Eko menyampaikan kebijakan dana desa di Indonesia, dapat menjadi inspirasi bagi negara lain dalam upaya mengatasi kemiskinan di perdesaan. Kebijakan itu merupakan program pertama di dunia yang telah menghasilkan pembangunan signifikan. “Program dana desa dan prukades dengan model klaster yang mempunyai skala produksi yang cukup dan terintegrasi secara vertikal, yang melibatkan banyak stakeholder termasuk private sector dan perbankan, dianggap merupakan approach baru yang bisa diterapkan di negara-negara berkembang lain,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
International Fund for Agricultural Development (IFAD) dan Food and Agriculture Organization (FAO) mengapresiasi business model pembangunan perdesaan Indonesia dan akan menyesuaikan programnya. Mereka mendukungnya, terutama untuk prukades.
“Kami telah memasuki era baru pembangunan pedesaan di Indonesia. Hal itu kami lakukan dengan mengimplementasikan kebijakan dana desa. Dalam kurun waktu empat tahun ini, negara telah mengalokasikan hingga Rp 187 triliun untuk disalurkan ke desa,” ujar Eko.
Eko menambahkan, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dengan populasi mencapai 260 juta penduduk serta negara kepulauan terbesar, sektor pertanian merupakan potensi utama Indonesia yang dapat dimaksimalkan. Potensi tersebut, lanjut Eko, terdapat di kawasan perdesaan. Karena itu, percepatan pembangunan perdesaan adalah langkah strategis.
“Pembangunan perdesaan memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lebih dari 82 persen penduduk desa bekerja di sektor pertanian. Dana desa disalurkan untuk menjadi daya ungkit dan memaksimalkan potensi pertanian tersebut,” ucapnya.
Hingga 2017, dana desa yang disalurkan ke lebih dari 74 ribu desa telah berhasil membangun 123.145 kilometer jalan desa, 5.220 unit pasar desa, 26.070 unit kegiatan badan usaha milik desa (BUMDes), 1.927 unit embung, dan 28.091 unit irigasi. Selain itu, dana desa telah digunakan, di antaranya untuk membangun sarana air bersih sebanyak 37.496 unit, 5.314 unit Polindes, 18.072 unit PAUD, 11.424 unit Posyandu, 108.484 unit MCK, 38.217 kilometer drainase, dan 65.918 unit penahan tanah.
“Dana desa tersebut menjadi pendorong untuk menunjang aktivitas ekonomi serta peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Kami terus bergerak untuk memberantas kemiskinan di pedesaan dengan kebijakan tersebut,” tutur Eko.
Eko menilai, kebijakan dana desa telah berhasil mengurangi kesenjangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada April 2018, gini ratio di desa yakni 0,32, di kota 0,4 dan gini ratio nasional 0,39. Hal tersebut menunjukkan pembangunan di desa menjadi pendobrak penurunan gini ratio di Indonesia.
Konferensi yang digelar IFAD menjadi forum untuk mengevaluasi berbagai pendekatan terhadap pengurangan kemiskinan perdesaan. Empat aspek utama indikator ketidaksetaraan menjadi pembahasan, yakni akses sumber daya, ketahanan ekonomi dan lingkungan, hubungan sosial budaya, serta hak politik. Konferensi ini diikuti pejabat tinggi Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pejabat tinggi dari berbagai donor pendanaan pembangunan multilateral, serta berbagai pimpinan tinggi mitra internasional yang secara khusus menangani evaluasi pembangunan. Selain itu, turut hadir perwakilan organisasi pembangunan bilateral dan multilateral, organisasi kemanusiaan, akademisi internasional, serta pusat penelitian. (*)