Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL-- Bagi para penikmat kopi, tentu sudah tak asing lagi dengan kopi robusta. Setiap varietas punya karakteristik rasa yang berbeda-beda. Cita rasa muncul karena pengaruh tempat tumbuh, jenis, dan ketinggian permukaan tanah lokasi kebun. Jika Anda sudah mencicipi kopi robusta dari berbagai daerah, bagaimana dengan robusta dari Bengkulu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ditanam di ketinggian rata-rata di atas 800 meter dari permukaan laut, kopi robusta Bengkulu memiliki rasa yang tidak dimiliki kopi-kopi lain di Indonesia bahkan dunia. Sayangnya, belum banyak yang mengetahui cita rasa unik dan ciri khasnya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gubernur Provinsi Bengkulu, Rohidin Mersyah, mengatakan ciri khas pertama, kopi ini ditanam di ketinggian rata-rata di atas 800 meter dari permukaan laut, yang sebetulnya lahan untuk arabika. “Umumnya robusta ada asamnya, tapi rasa robusta kami berbeda. Asam atau acid-nya tidak ada, kemudian dia tidak pahit sehingga robustanya unik. Tiap pencinta kopi pasti merasakan robusta Bengkulu ini beda,” ujarnya saat ditemui di kantornya di Bengkulu, Selasa, 2 April 2019 .
Rasa unik tak hanya karena ditanam di dataran tinggi. Praktik perkebunan secara organik tanpa pestisida dan pupuk juga membuat kualitas kopi robusta Bengkulu dinilai baik dan potensial untuk dijadikan kopi specialty. Pada 2016, kopi robusta asal Kepahiang berhasil meyakinkan juri dari 12 negara dan masuk dalam jajaran 15 kopi terbaik Indonesia dalam ajang Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Coffee Contest 2016, prestasi ini tentunya jadi kebanggaan tersendiri.
Keunggulan varian kopi robusta juga membawa Bengkulu menjadi provinsi ketiga penghasil kopi terbesar di Indonesia, setelah Lampung dan Sumatera Selatan. Ketiga provinsi ini dikenal sebagai “Segitiga Emas Robusta”. Bengkulu pun ikut berperan menyumbang sekitar 70 persen dari total produksi kopi robusta di Indonesia.
Rohidin menyebut, tiga daerah penghasil kopi terbesar terletak di Kabupaten Kepahiang, Rejang Lebong, dan Lebong. Meskipun begitu, diakuinya produksi kopi Bengkulu belum maksimal jika dibandingkan dengan permintaan yang ada. Angka produksinya saat ini baru mencapai 80 ribu ton per tahun. Demi menggenjot produksi kopi, Pemerintah Provinsi Bengkulu melakukan beberapa strategi, seperti bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember untuk menyiapkan bibit dengan model sambung.
“Berkebun kopi salah jadi mata pencaharian turun temurun, pengelolaannya masih tradisional sehingga produksi belum memenuhi standar,” katanya menjelaskan.
Kerja sama ini akan jadi model pembelajaran bagi masyarakat, terutama terkait bibit berkualitas, pengolahan pascapanen, petik merah, dan sebagainya. Sampai mampu menghasilkan bubuk kopi dengan kemasan dan merk dagang yang bisa dipasarkan ke konsumen. Diharapkan masyarakat akan lebih semangat di sektor perkebunan kopi, di samping nilai tambahnya lebih baik.
Upaya mengenalkan kopi asli Bengkulu ke masyarakat luas juga dilakukan dengan membangun jalur pemasaran ke DKI Jakarta. Ia optimis ke depannya kopi asli Bengkulu akan dikenal di seluruh Indonesia, bahkan peluang ekspornya akan membuat cita rasa khasnya dikenal hingga mancanegara.
“Rencananya ada Bencoolen Rider dan Bencoolen Coffee Mobile, yaitu motor yang menyiapkan kopi Bengkulu lengkap dengan peralatan. Masyarakat Jakarta bisa menikmati kopi asli daerah dengan harga relatif murah dan sehat bagi konsumen. Pak Anies menyambut baik karena turut menggerakkan ekonomi kerakyatan. MoU-nya akan segera ditandatangani,” tutur Rohidin.
Sebelumnya pada 2018, Pemprov Bengkulu telah mengembangkan Agro Wisata Kampung Kopi di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang. Upaya ini sebagai jalan membimbing masyarakat dalam proses berkebun, pascapanen, dan pelatihan barista mulai dari meracik sampai menyuguhkan segelas kopi ke konsumen. (*)