Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Kesuksesan Perhutanan Sosial Butuh Dukungan Pemda

Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci sukses program perhutanan sosial.

14 November 2020 | 11.02 WIB

diskusi virtual Indonesia Forest Forum
Perbesar
diskusi virtual Indonesia Forest Forum

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

INFO NASIONAL - Kesuksesan skema program perhutanan sosial tak hanya di tangan Pemerintah pusat, tetapi sangat bergantung pada dukungan pemerintah daerah. Langkah Presiden Joko Widodo untuk membagikan hak pengelolaan hutan dan lahan lewat SK perhutanan sosial akan sia-sia tanpa pendampingan dari pemerintah daerah terhadap warga dan kelompok masyarakat yang mengelolanya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, hingga kini terdapat 620 desa di Indonesia yang tergabung dalam perhutanan sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Direktur  Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Hari Nur Cahya Murni, mengatakan Surat Menteri Dalam Negeri No 522/1392/SJ Tahun 2020 menjadi pijakan penting dalam kemajuan masa depan perhutanan sosial. Dalam surat tersebut antara lain diatur agar pemerintah daerah mengkoordinasikan dan mengintegrasikan program-program yang dapat berkontribusi terhadap implementasi pengembangan usaha perhutanan sosial ke dalam dokumen rencana pembangunan daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Selain surat tersebut,  saat ini Kemendagri segera mengeluarkan rancangan kebijakan dalam bentuk Surat Edaran tentang Peran Pemda dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Perhutanan Sosial. Ini penting mengingat goals dari perhutanan sosial adalah masyarakat sejahtera,” ujarnya.  

Dalam surat edaran diatur dukungan pengembangan perhutanan sosial, sinergitas dengan pemerintah daerah dan stakeholder lainnya. Diharapkan kebijakan ini dapat berkontribusi dalam pengembangan usaha perhutanan sosial.

Terkait hal ini, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mendukung program perhutanan sosial untuk memberi keadilan bagi masyarakat sekitar hutan dan meningkatkan kesejahteraan. Aturan yang ada saat ini, menurutnya sudah memadai untuk pengambilan kebijakan di daerah.

“Ketika masyarakat sudah mendapatkan SK, maka di dalam APBD di dinas pertanian bisa memberikan bantuan bibit, tapi lahan harus harus dikaji dulu cocoknya ditanam apa. Kita membantu kelompok-kelompok tani yang mengelola, seperti bantuan bibit, pupuk, dan sebagainya,” katanya.

Sutarmidji menekankan, yang penting masyarakat memiliki legalitas pengelolaan, lahan tidak terlantar, dan bisa menghasilkan. “Misalnya, kemarin dapat persetujuan pengelolaan tanah adat 2600 hektare, kontur jurang berbukit, dan cocok ditanam durian unggul. Selain ini menghasilkan, dalam jangka panjang bisa untuk penghijauan,” ujarnya.

Direktur Perhutanan Sosial Perum Perhutani, Natalis Anis Harjanto, menyampaikan pendampingan yang dilakukan di daerah harus terintegrasi. Dimulai setelah SK diberikan, penyiapan sarana dan prasarana produksi, pengelolaan konflik, hingga pelatihan-pelatihan. Penting pula mengenali aspek bisnis dalam perhutanan sosial. Aspek bisnis tidak hanya agroforestry, tetapi bisa masuk ke bisnis ekowisata, bioenergi, bisnis hasil hutan bukan kayu, industri kayu rakyat, dan sebagainya.

“Sebelum pendampingan, harus mengenal potensi daerah dan karakteristik masyarakatnya dengan sangat baik. Program pemanfaatan lahan sebaiknya disesuaikan dengan potensi tersebut dan karakteristik masyarakatnya supaya hasilnya lebih optimal," ujarnya.

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mandalagiri di Garut, menjadi contoh lembaga masyarakat sekitar hutan yang bergerak di kegiatan usaha budi daya tanaman sampai mengolah hasil panen kopi arabika dan memasarkannya. Tidak hanya komoditas kopi, tetapi komoditas lainnya seperti kunyit, kapolaga, cengkeh, dan jahe dihasilkan dari kawasan hutan Perhutani.

Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, Ade Candra, sepakat perlu ada dukungan kebijakan dari pemerintah daerah. Di antaranya bisa dilakukan dengan pengembangan insentif fiskal berbasis ekologi. Skema insentif bisa dimasukkan dalam anggaran pemerintah, sehingga terbuka peluang pemberian dana afirmatif khusus untuk percepatan pembangunan yang bisa ditujukan untuk pemulihan ekologi dan pemberdayaan masyarakat.

Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Erna Rosdiana, mengatakan sesuai target RPJMN 2015-2019 distribusi perhutanan sosial baru mencapai 4,2 juta hektare dari target 12,7 juta hektare pada 2024. Langkah akselerasi terus dilakukan, didukung aturan tentang perhutanan sosial dalam Undang-undang Cipta Kerja. Adanya kepastian hukum ini, diharapkan dapat memperkuat koordinasi, sinkronisasi, dan mendorong sinergitas program perhutanan sosial di tingkat Pemerintah pusat, antara Pemerintah pusat dan daerah, hingga ke tapak.

Program Indonesia Forest Forum : Perhutanan Sosial Untuk Kesejahteraan Masyarakat Desa Hutan, merupakan hasil kerja sama Tempo Media Group dan Ford Foundation, dan atas dukungan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus