Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifudin menekankan pentingnya mengedepankan hidup bertoleransi di tengah-tengah masyakarat Indonesia yang majemuk. Toleransi yang dimaksud adalah kesiapan untuk bisa menghormati dan menghargai pihak lain yang berbeda dengan kita.
“Memang tidak ada pilihan lain selain bagaimana kita lebih mengedepankan toleransi dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada. Dan masyarakat kita juga harus dididik agar pemahamannya benar,” ujarnya usai menutup acara Zakat Awards, Kamis, 19 November 2015.
Menyikapi hasil penelitian Setara Institute tentang Indeks Kota Toleran 2015 yang menyebutkan ada 10 kota yang intoleran di Indonesia, ia mengatakan harus mencermatinya terlebih dulu apa parameter atau indikator dari intoleran pada sebuah kota. “Penilaiannya itu seperti apa, jadi kita harus dalami dulu. Kita harus samakan dulu persepsinya. Karena kalau tidak sama persepsinya maka penilaian-penilaian itu bisa beragam,” ucapnya.
Menurut Lukman, lembaga itu sudah semestinya menjelaskan kepada publik apa parameter atau indikator dari penilaian-penilaian itu, sehingga masyarakat bisa memiliki persepsi yang sama mengapa sebuah kota dinilai toleran dan intoleran. “Ini untuk menghindari terjadinya keresahan di masyarakat karena hasil survei itu,” katanya.
Tapi terlepas dari semua itu, kata Lukman, masing-masing pihak harus berjiwa besar terhadap penilaian itu. Kota yang dinilai harus mengambil sisi positifnya bahwa itu adalah masukan. Itu setidaknya kesan sebagian masyarakat yang diwakili lembaga-lembaga yang menyatakannya. “Jadi saya juga berharap para pemerintah daerah atau masyakat di kota-kota yang dinilai intoleran itu bisa dengan jiwa besar menjadikan itu masukan yang positif. Tidak justru malah sebaliknya,” ucapnya.
Setara Institute dalam hasil penelitiannya merilis 10 kota yang intoleran adalah Bogor, bekasi, Banda Aceh, Tangerang, Depok, Bandung, Serang, Mataram, Sukabumi, Banjar, dan Tasikmalaya. Sementara 10 kota toleran teratas adalah Pamatang Siantar, Salatiga, Singkawang, Manado, Tual, Sibolga, Ambon, Sorong, Pontianak, dan Palangkaraya.
Aminudin Syarif, peneliti Setara Institute, menjelaskan metode penelitian dilakukan terhadap 94 dari 98 kota di Indonesia. Penilaiannya menggunakan empat variabel, seperti regulasi pemerintah atau rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan peraturan daerah. "Kami juga menggunakan data himpunan Komnas Perempuan untuk melihat peraturan daerah yang diskriminatif," katanya.
Variabel juga meliputi tindakan pemerintah sebagai respons peristiwa, regulasi sosial, dan demografi agama. "Empat variabel ini diturunkan dalam enam indikator yang diberi skala 1-7. Satu untuk nilai paling toleran dan tujuh untuk nilai terburuk," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini